Prabowo dan Islam

by
Prabowo Subianto. Foto: Istimewa

Haluslah agar kau tak terlihat
Misteriuslah agar kau tak teraba
Maka kau akan kuasai nasib lawanmu

Wartapilihan.com, Jakarta? —Puisi Sun Tzu di atas ditulis wartawan Sterling Seagrave dalam bukunya Para Pendekar Pesisir Sepak Terjang Gurita Bisnis Cina Rantau. Buku itu dibagikan Prabowo Subianto kepada para aktivis muda yang berkumpul di rumah dinasnya saat ia menjadi Komandan Jenderal Kopassus. Saat itu Prabowo juga ‘keceplosan’ aktor film yang ia sukai adalah Steven Seagal.

“Pertarungan ide ujungnya adalah pertarungan senjata,”kata Prabowo dalam kesempatan lain bertemu dengan aktivis muda di kantor Fadli Zon. Karena itu Prabowo menyatakan pentingnya peran militer.
Pertemuan Prabowo dengan aktivis muda, terutama aktivis Islam terjadi beberapa kali sekitar tahun 1997-1998.

Saat itu selain dekat dengan para aktivis muda, the raising star (julukan ke Prabowo) juga dekat dengan tokoh-tokoh KISDI (Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam). Yaitu antara lain : Hussein Umar, Ahmad Sumargono, KH Kholil Ridwan, KH Abdul Rasyid Abdullah Syafii, Adian Husaini dan Aru Syeif Assad. KISDI adalah organisasi Islam yang sangat vokal saat itu, yang merespon isu-isu sosial politik nasional, didirikan oleh tokoh Islam Muhammad Natsir.

Dalam pertemuan-pertemuan dengan aktivis-aktivis Islam saat itu, Prabowo menjelaskan tentang kondisi ekonomi Indonesia yang tidak adil. Dimana orang-orang ‘non pribumi’ lebih banyak menguasai ekonomi Indonesia.

Yang paling mengejutkan adalah ketika Prabowo ceramah di markas Kopassus, Januari 1998. Saat itu Prabowo di depan puluhan tokoh-tokoh Islam dan ribuan umat Islam, bercerita tentang para pahlawan kemerdekaan yang merebut Indonesia dari tangan penjajah Belanda. “Allahu Akbar-Allahu Akbar-Allahu Akbar,”ucap Prabowo dengan bersemangat saat itu. Tentu hal ini kejadian luar biasa. Karena ‘belum pernah’ dalam sejarah militer Indonesia setelah kemerdekaan, ucapan Allahu Akbar diucapkan di markas elit militer. Meski sebelum kemerdekaan 17 Agustus 1945, para pejuang Islam biasa meneriakkan kata ini untuk mengobarkan semangat dalam berjuang.

Bukan mustahil ‘karena ucapan’ Allahu Akbar yang mengguncangkan para perwira non Islam di kalangan TNI, kemudian akhirnya Prabowo dicopot dari Pangkostrad (setelah menjabat sebagai Danjen Kopassus). Meski kemudian tuduhan dialihkan ke kasus penculikan dan ‘kerusuhan’ Mei 1998 yang ‘didalangi’ Prabowo.

Yang aneh saat itu, Habibie sebagai presiden juga menyetujui pencopotan Prabowo sebagai panglima di kesatuan elit Angkatan Darat itu. Nampaknya Habibie ‘mendapat informasi’ dari Sintong Panjaitan dan Wiranto tentang ulah Prabowo. Bahkan Prabowo saat itu juga dituduh mengkudeta Presiden Habibie (mantan Ketua Umum ICMI). Lebih lanjut bisa dibaca buku Prabowo Subianto, Jalan Terjal Seorang Jenderal, karya Ade Ma’ruf.

Perseteruan Prabowo dan Wiranto saat itu memang tajam. Wiranto mungkin merasa khawatir jabatannya terancam dengan semakin populernya Prabowo di mata Presiden Soeharto dan Umat Islam. Hingga akhirnya Wiranto ‘ikut mendukung’ gerakan mahasiswa ‘kiri’ yang mengepung gedung DPR, yang tujuannya jelas-jelas untuk melengserkan Soeharto. Prabowo protes ke Wiranto mengapa mahasiswa malah digerakkan ke Gedung DPR/MPR di senayan. Pertanyaan atau protes Prabowo itu ditimpali Probosutedjo,”Mereka kan tambah kuat dan seenaknya.” Wiranto menjawab,”Kalau tidak dikumpulkan, mereka bisa melakukan kekerasan di jalanan dan itu membuat situasi tambah kacau.”

Perseteruan Wiranto dan Prabowo memuncak ketika Wiranto ‘berhasil melobi’ keluarga Soeharto tentang ‘kejelekan Prabowo’. Ketika Prabowo masuk ke rumah keluarga Soeharto, ia mengira dapat pujian, karena berhasil ‘mengatasi kerusuhan di gedung DPR’. “Saya mengira akan memperoleh pujian, karena telah berhasil mencegah demonstrasi. Tidak ada pembunuhan. Tidak ada korban. Prajurit memegang teguh disiplin. Sjafrie telah melaksanakan tugas dengan baik.”

Tapi dugaan Prabowo keliru. “Di ruang dalam keluarga Soeharto sedang duduk bersama Wiranto,”kata Prabowo. Orang yang pertama keluar adalah Siti Hutami Endang Adiningsih atau Mamiek, putrid bungsu Prabowo. “Mamiek melihat saya dan menudingkan telunjuknya kira-kira beberapa sentimeter dari hidung saya, sambil berkata,”Jangan injakkan kakimu di rumah saya lagi. Jadi saya keluar. Saya menunggu. Saya ingin masuk. Saya katakan saya perlu penjelasan. Istri saya menangis pula.”
Anak Soemitro ini mengatakan pula,”Situasinya sangat tegang antara saya dan anak-anak Pak Harto lainnya. Kemudian istri saya mengatakan kepada saya bahwa ada laporan-laporan yang mengatakan kepada saya bahwa ada laporan-laporan yang mengatakan saya mengadakan pertemuan-pertemuan dengan Habibie setiap malam. Saya juga bertemu dengan Gus Dur, Amien Rais, Buyung Nasution.”
“Tetapi kami tidak mengkoordinir kejatuhan Soeharto. Kami membicarakan cara terbaik untuk meredakan kekerasan,”kata Prabowo kepada istrinya Titiek Soeharto.

Prabowo putus asa, istrinya pun ‘tak mempercayai dirinya’. Ia pulang ke rumah antara kecewa dan marah. Wiranto yang ingin Prabowo ‘jatuh’, tidak hanya melobi anak-anak Soeharto, ia juga melobi sang presiden. Panglima ABRI ini mengeluh tentang pergerakan Prabowo. Itu sebabnya Soeharto menyuruh agar Prabowo dicopot dari jabatannya Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad). “Copot saja Prabowo dari Kostrad.”

Prabowo akhirnya mengadu kepada ayahnya, Soemitro Djojohadikoesoemo. “Saya dikhianati. Papi nggak percaya kalau saya bilang saya dikhianati oleh mertua. Dia bilang kepada Wiranto, singkirkan saja Prabowo dari pasukan.”

Permusuhan sengit Wiranto Prabowo ini mendapat reaksi yang keras dari Mayjen Muchdi PR, pengikut Prabowo saat itu. “Kita apakan Wiranto ini,”kata Muchdi suatu ketika di CPDS (Center for Policy and Development Studies).

Prabowo memang mempunyai jasa besar ketika ia mengusir para mahasiswa di gedung DPR dengan damai. Saat itu berkumpul di CPDS tokoh-tokoh Islam membicarakan tentang bagaimana mengusir mahasiswa-mahasiswa yang digerakkan tokoh-tokoh kiri dan non Islam. Di pertemuan itu ada Ahmad Soemargono (alm), Cholil Badawi (alm) dan lain-lain. Akhirnya dengan mengerahkan massa Islam ke gedung DPR, mahasiswa-mahasiswa yang berhasil menurunkan Soeharto itu bisa diusir, digantikan dengan massa Islam. Bila tidak diusir, bukan tidak mungkin mereka berhasil menuntut juga Habibie untuk mundur. Karena target mereka pasangan Soeharto-Habibie mundur segera. Karena itu jangan heran mereka akhirnya berhasil memojokkan Habibie agar segera melaksanakan Pemilu. Dan ujungnya mereka –khususnya politisi-politisi yang berada di PDIP- berhasil menolak Sidang Pertanggungjawaban Habibie di depan MPR. Dan akhirnya berhasil menduetkan pasangan mereka, Gus Dur dan Megawati ke tampuk pimpinan pemerintahan Indonesia.

Yang menarik adalah sikap Presiden Soeharto ketika memutuskan mundur pada 21 Mei 1998. Ade Ma’ruf menceritakan : “Dalam pertemuan sepulang dari Istana Merdeka itu Soeharto terlihat rileks. ‘Ini adalah sejarah. Saya memutuskan mundur supaya tak jatuh korban lagi,’ujarnya membuka percakapan.

Menurutnya, jika ia tetap berkukuh, situasinya semakin keruh dan akan jatuh korban. ‘Jelek-jelek saya dulu naik karena didukung mahasiswa,’katanya. ‘Sekarang sudah jatuh korban mahasiswa. Saya nggak mau korban lagi.’”.
Prabowo makin terpojok dengan dibentuknya TPGF (Tim Gabungan Pencari Fakta) yang bertugas menginvestigasi kerusuhan Mei 1998. Dalam laporannya TPGF menyimpulkan bahwa peristiwa penculikan aktivis berhubungan erat dengan kerusuhan Mei 1998. Yang menarik, Munir, aktivis LSM menolak laporan ini. Ia menyatakan bahwa antara perbedaan mendasar antara peristiwa penculikan aktivis dengan Kerusuhan Mei.

Menurutnya kerusuhan Mei merupakan gerakan dari elit untuk perubahan politik. Sedangkan peristiwa penculikan aktivis merupakan konspirasi untuk mempertahankan kekuasaan Orde Baru. (Karena terlalu banyak tahu politik di dalam negeri, mungkin saja Munir dibunuh elit politik saat melakukan perjalanan dengan pesawat untuk melanjutkan kuliahnya di Belanda).

Merasa mendapat ‘teror’ terus di dalam negeri, baik di media dalam negeri dan luar negeri, akhirnya Prabowo pergi ke Yordania menemui sahabat lamanya Pangeran Abdullah. Di sana ia mengajak tokoh-tokoh Islam diantaranya Hartono Mardjono, KH Cholil Ridwan dan lain-lain. Cholil bercerita bahwa ia pernah dua minggu bersama Prabowo di hotel. Meski kamar beda, Cholil ‘selalu’ mengajak Prabowo shalat shubuh berjamaah. Selama di luar negeri, Prabowo juga pernah mengajak Amien Rais dan Syafii Maarif untuk umroh dan menemui beberapa kepala Negara di Timur Tengah.

Prabowo-Benny Moerdani

Dalam beberapa kesempatan bertemu dengan Ahmad Soemargono (alm), Prabowo menceritakan bahwa di masa Benny berkuasa, anggota-anggota ABRI sulit untuk sholat atau beribadah. Bila ketahuan ada anggota ABRI rajin shalat atau tersandar sajadah di kursinya, maka ia sulit naik pangkat.

Permusuhan Prabowo dan Benny ternyata telah berlangsung lama. Ade Ma’ruf menulis, “Menurut Kivlan Zen, pertemuan itu mulai terjadi saat Prabowo menjadi staf khusus Menhankam /Pangab Jenderal LB Moerdani (1982-1985). Urusannya kerkaitan dengan ideologi dan agama. ‘Sebagai staf khusus Mayor Prabowo Subianto mendapat penjelasan rencana menghancurkan gerakan-gerakan Islam secara sistematis. Prabowo memperoleh informasi ini karena Benny melihat latar belakang bapaknya Soemitro Djojohadikusumo, seorang sosialis dan ibunya seorang penganut Kristen dari Manado. Namun Prabowo merasa tidak cocok dan melaporkan langkah-langkah Benny kepada mertuanya Presiden Soeharto,”tutur Kivlan.

Mengetahui rencananya dibocorkan kepada Soeharto, Benny marah besar. Prabowo, yang telah menjadi Wakil Komandan Detasemen 81 Kopassus, kesatuan elite anti terror, dimutasi menjadi Kepala Staf Kodim. “Ini menimbulkan kebencian dan ketidakberdayaan sangat mendalam Prabowo terhadap Benny,”kata Kivlan.

“Prabowo juga melakukan pendekatan terhadap Komandan Seskoad Mayjen Feisal Tanjung dan Pangdam Brawijaya Mayjen R Hartono. Bersamaan dengan hal itu, Benny menyiapkan penggantinya, mulai dari Letjen Sahala Radjagukguk, Mayjen Sintong Panjaitan, Brigjen Theo Syafei, Kolonel Luhut Pandjaitan, dan Letkol RR Simbolon.”

KIvlan juga menceritakan bahwa pada 1988 muncul kabar Benny ingin menjadi Presiden. Isu panas ini lalu dibahas oleh Kivlan, Prabowo dan kawan-kawan di Restoran Rindu Alam, 12 Februari 1988.”Saya bilang, Wo kamu hadap Pak Harto (minta) copot Benny jadi Pangab sebelum SU MPR tanggal 1 November 1988,”kata Kivlan kepada Prabowo saat itu.
“Wah bahaya, nanti dia kudeta,”ujar Prabowo.
“Kalau dia kudeta kita balas dengan kudeta. Saya pegang satu battalion, si Ismet satu batalion, Sjafrie satu battalion, kau satu battalion. Kalau dia kudeta, kita kontra kudeta. Kita rebut semua ini,”kata Kivlan saat itu.

Tidak berapa lama kemudian, terbuktilah semua ini. Isu keinginan Benny menjadi presiden didengar Soeharto. “Setelah pulang dari Yugoslavia. Pak Harto bilang biar menteri, biar jenderal, kalau dia inkonstitusional akan saya gebuk. Itu laporan saya, karena Benny mau melakukan kudeta. Tahun 1989, Benny pun diberhentikan,”ungkap Kivlan.

Redupnya Benny diikuti tersingkirnya para perwira yang dinilai sebagai ‘orangnya Pak Benny” seperti Luhut Pandjaitan dan Sintong Pandjaitan.”

Walhasil, meski Prabowo lahir dan dibesarkan dalam suasana ‘sekuler’, tapi pribadinya menunjukkan ia orang yang ‘hanif’. Mungkin dari kebiasaannya membaca buku dan keturunan orang terpelajar, Prabowo bisa membedakan mana orang yang adil dan zalim. Karena itu ia merasa nyaman berdampingan dengan tokoh-tokoh Islam sejak 1997an. Wallahu azizun hakim. (Izzadina)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *