Polemik Tarif Pengisian Kartu Non Tunai

by
http://kanalsatu.com

Rencana otoritas keuangan untuk melakukan pengenaan tarif untuk setiap isi ulang kartu elektronik, diprotes konsumen. Diperlukan jalan tengah yang bisa membuat semua pihak diuntungkan.

Wartapilihan.com, Jakarta –Langkah Pemerintah untuk bisa mewujudkan komunitas masyarakat non tuna, atau cashless society, mendapatkan sandungan. Ini terkait rencana Bank Indonesia mengenakan tarif dalam pengisian uang elektronik atau e-money.

Rencananya aturan yang akan tertuang dalam  Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) tersebut segera dikeluarkan akhir September, dan kini masih dalam tahap finalisasi. Dan bila memang aturan ini benar-benar diterapkan, maka pihak perbankan akan mengenakan beban pembayaran kepada konsumen setiap kali isi ulang kartu e-money.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memberikan alasan terkait perlunya ketentuan dalam pengisian kartu elektronik ini. Yaitu agar uang elektronik tersebut banyak tersedia, dan fasilitas-fasilitas pengisian ulang mudah didapatkan di setiap lingkungan.

Menurut Agus, bila kebijakan ini tidak dikeluarkan oleh Bank Indonesia, akan membuat ketersediaan fasilitas top up uang elektronik tersebut terbatas. Karenanya ia mohon supaya masyarakat memahami.

Aturan soal tarif pengisian uang elektronik ini juga disiapkan untuk mengejar batas pelaksanaan pembayaran non tunai di jalan tol. Seperti diketahui, akhir Oktober nanti, ditargetkan  jalan tol di Indonesia hanya menerima pembayaran melalui uang elektronik.

Karena itulah, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi juga mendukung perlunya biaya untuk pengisian kartu elektronik ini. Karena dengan begitu bisa meningkatkan rasa peduli konsumen terhadap sistem uang elektronik.

Ia juga menekankan bahwa biaya administrasi ini akan digunakan untuk biaya untuk pengembangan sistem tersebut. Seperti penyediaan kartu hingga mesin pengisian. Sementara masyarakat sebagai pengguna akan lebih aware, tidak bisa lagi, sekali pakai terus buang.

Namun, argumen pihak otoritas ini banyak mendapat kritikan. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi lewat keterangan tertulisnya  menyebut rencana penetapan biaya isi ulang saldo uang elektronik atau top up e-money bertentangan dengan upaya pemerintah mewujudkan transaksi non cash, atau cashless society.

YLKI pun mendesak BI membatalkan regulasi yang akan keluar akhir September itu. Ini karena Cashless society sejalan dengan fenomena ekonomi digital. Namun, menjadi kontra produktif jika BI justru mengeluarkan peraturan bahwa konsumen dikenakan biaya top up.

Penolakan juga diungkapkan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI). Menurut Ketua Umum ALFI, Yukki Nugrahawan Hanafi, rencana tersebut merugikan pengusaha logistik yang mengandalkan truk untuk mengirim barang.

Karena dengan biaya tambahan dalam pengisian kartu, akan berdampak pada biaya logistik khususnya moda transportasi darat yang melalui jalan tol.
Karenanya, bank penerbit mestinya tidak mencari keuntungan dari kebijakan yang mewajibkan pembayaran tol secara elektronik. Yukki menyarankan pihak bank untuk mengutamakan pelayanan terlebih dahulu. Apalagi, belum semua bank yang uang elektroniknya bisa dipakai untuk membayar tol.

Bagaimana pun, pemerintah memang tak akan bisa memaksa masyarakat membayar jasa pengisian kartu ini. Dan sudah seharusnya pula, pemerintah yang punya kewajiban melakukan penyediaan infrastruktur pengisian kartu elektronik.

Namun, yang harus disadari, agar kebijakan ini berdampak lebih luas, penyediaan kartu elektronik juga perlu dilakukan oleh bank swasta. Sementara bank swasta harus secara mandiri melakukan penyediaan infrastruktur buat usahanya sendiri.

Di sini diperlukan kearifan pemerintah, agar semua pihak bisa mendapat keuntungan dan pelayanan yang baik.  Perbankan bisa tetap memberikan layanan baik, namun juga mendapat keuntungan untuk bisa memelihara infrastruktur layanannya.

Sementara masyarakat mendapat kemudahan dalam setiap transaksi, tanpa terbebani oleh tarif yang tinggi. Apalagi, untuk bisa memiliki kartu elektronik, sebenarnya sudah dipungut biaya. Jadi seharusnya konsumen tidak boleh diberi beban dua kali.

Karenanya BI sudah seharusnya mempertimbangkan masak-masak, soal pungutan pengisian ini tidak boleh lagi menambah beban konsumen.

Jalan tengah memang sudah dilakukan perbankan pelat merah, yang menyatakan tidak akan memungut biaya bila pengisian kartu dilakukan melalui ATM mereka.

Hal ini dipastikan Deputi bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Kementerian BUMN, Gatot Trihargo. Menurutnya isi kartu e-money di ATM milik perbankan anggota Himbara (Himpunan Perbankkan Milik Negara) tidak dikenai beban, karena pemeliharaan mesin ATM menjadi beban perbankan.

Nah, kemudahan bagi konsumen seperti ini yang juga perlu disosialisasikan. Di sisi lain, integrasi layanan bank milik negara juga swasta, juga perlu dilakukan. Ini semua berujung pada layanan yang nyaman, hingga cita-cita mengurangi transaksi tunai bisa dicapai lebih cepat.

Rizky Serati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *