Dalam Konferensi Internasional Al-Azhar untuk Bela Al-Quds, 17 Januari 2018 lalu, Grand Syaikh al Azhar berpidato menarik tentang Al Quds. Prof Ahmad Tayyeb menyatakan bahwa setiap penjajahan pasti akan hancur, meskipun pada saat ini seakan-akan mustahil terjadi. “Bahwasanya kebinasaan adalah nasib akhir dari orang-orang yang berlaku jahat, dan setiap kekuatan yang digunakan untuk menguasai orang lain —sebagaimana yang dikatakan Ibnu Khaldun— pastilah akan melemah, ” jelasnya.
Wartapilihan.com, Kairo –-Ia juga menyatakan bahwa pemimpin-pemimpin umat harus mewaspadai bahwa umat ini sedang diincar —dengan segala tipu daya— dalam agamanya, identitasnya, kurikulum pendidikannya, kesatuan bangsanya dan koeksistensinya.
Berikut teks lengkap pidatonya :
“Bismillâhirrahmânirrahîm
Segala Puji bagi Allah, Shalawat serta Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah Saw., keluarga, sahabat dan semua orang yang meniti jalan beliau.
Yang mulia Presiden Mahmud Abbas, Presiden Palestina.
Yang mulia tokoh-tokoh yang berada di panggung.
Yang mulia tamu-tamu kehormatan.
Hadirin sekalian yang terhormat.
Assalâmu’alaikum wa Rahmatullâhi wa Barakâtuh.
Selamat datang di negara —kedua— anda, Mesir, dan di pangkuan Al-Azhar Al-Syarif. Kami sampaikan terima kasih atas kehadiran dan partisipasi anda dalam Konferensi Internasional ini untuk “Membela Al-Quds Al-Syarif” dan Masjid Al-Aqsha, kiblat pertama, Masjid Al-Haram ketiga, dan tempat Isra` Rasulullah Muhammad Saw. Konferensi ini terlaksana atas dukungan penuh dari Presiden Abdul Fatah Al-Sisi, Presiden Republik Arab Mesir, yang senantiasa memberi perhatian —bersama dengan Mesir dan rakyatnya— terhadap masalah Palestina tercinta, terlebih apa yang terjadi —akhir-akhir ini— dari berbagai kompleksitas kebijakan yang zalim dan keputusan-keputusan tak bertanggung jawab. Kami berdoa untuk Presiden, seluruh pimpinan Arab-Muslim, tokoh-tokoh dunia yang menaruh perhatian terhadap Palestina, bangsa, kesucian dan tanahnya, dengan sebaik-baik doa agar diberi pertolongan, ketepatan, kekuatan, tekad dan keteguhan yang tidak akan tunduk kecuali kepada kebenaran dan keadilan kepada orang-orang yang tertindas. Salam kehormatan kami sampaikan kepada Presiden Mahmud Abbas, Presiden Palestina; kami menyambutnya, menguatkannya dan mendoakannya agar mendapatkan tambahan keteguhan dan kemantapan.
Hadirin sekalian!
Semenjak April tahun 1948 M. abad lalu, Al-Azhar Al-Syarif telah menggelar berbagai konferensi tentang Palestina, Masjid Al-Aqsha dan tempat-tempat suci Kristen di Al-Quds. Rangkaian konferensi tersebut telah dilaksanakan secara berkesinambungan hingga 11 kali konferensi, yang terselenggara antara tahun 1948 M. hingga 1988 M. dan dihadiri oleh ulama-ulama besar serta para pemikir Muslim dan Kristen dari Afrika, Asia dan Eropa, di mana berbagai riset yang akurat, mendalam dan detail telah dibahas di dalamnya, dengan helaan nafas orang berduka yang tidak tersisa darinya kecuali hembusan kecil yang menyerupai hembusan penderita sesak napas saat kehilangan obat sedangkan penyakitnya tak kunjung sembuh.
Konferensi-konferensi tersebut setiap kalinya telah mengungkapkan penolakan serangan Zionis terhadap tempat-tempat suci umat Islam dan Kristen, penjajahan dan pembakaran rumah Masjid Al-Aqsha, pelanggaran atas kehormatannya dengan penggalian, pembuatan terowongan, pembantaian di halaman Masjid Al-Aqsha, perampasan dan perusakan terhadap warisan-warisan Kristen, dari gereja, tempat ibadah, tempat tinggal dan pemakaman di Al-Quds, Tiberias, Jaffa dan tempat-tempat lainnya.
Hari ini, Al-Azhar kembali menggelar konferensi ke-12 setelah 30 tahun semenjak konferensi terakhir yang digelar untuk membahas permasalahan Palestina, serta tempat-tempat suci Islam dan Kristen. Konferensi kita hari ini, meski dipenuhi dengan kehadiran akal-akal cerdas dan hati nurani yang sadar baik dari Timur maupun Barat, bisa jadi tidak disangka akan memberikan sesuatu yang baru terhadap apa yang telah dikatakan dan ditulis sebelumnya dalam “permasalahan kita” ini, dan yang terkait dengan dimensi ilmu, sejarah serta politiknya. Namun cukup sekiranya bagi Konferensi ini untuk dapat kembali mendentangkan lonceng tanda bahaya dan menyalakan apa yang mungkin telah hilang dan padam dari api kekuatan dan tekad kesepakatan Arab, umat Islam, Kristen dan para cendekia dunia yang menegaskan akan pentingnya keteguhan menghadapi kesewenang-wenangan Zionis pada abad ke-21, yang telah didukung oleh politik-politik internasional, yang membuat gemetar mangsa-mangsanya jika berpikir untuk keluar sedikit saja dari ikatan yang telah digariskan oleh entitas Zionis dan politik Zionisme.
Satu hal yang saya yakini secara pasti adalah, bahwa setiap penjajahan itu niscaya akan musnah, cepat atau lambat, meskipun pada hari ini hal itu terlihat seperti mustahil terjadi, namun waktu akan terus bergulir, akhir dari penjajah sudah diketahui dan pasti, dan nasib orang yang zalim —meski lama penantiannya— sudah dapat dipastikan. Tanyakan tentang sejarah Roma di Timur, tanyakan kepada Persia tentang sejarah mereka di Timur Jazirah Arab, tanyakan tentang serangan-serangan Eropa (yang disebut Barat dengan Perang Salib) yang berada di Palestina selama kurun waktu 200 tahun, tanyakan tentang negara-negara yang membanggakan dirinya bahwa matahari tidak akan terbenam di tempat-tempat jajahannya, tanyakan tentang imperialisme Eropa yang dengan kekalahan, akhirnya pergi dari Maroko, Aljazair, Tunisia, Mesir, Syam, Iraq, India, Indonesia dan Somalia; tanyakan pada Afrika Selatan dan nasib dari politik apartheid, tanyakan pada mereka semua agar anda mengetahui —kembali— bahwasanya kebinasaan adalah nasib akhir dari orang-orang yang berlaku jahat, dan setiap kekuatan yang digunakan untuk menguasai orang lain —sebagaimana yang dikatakan Ibnu Khaldun— pastilah akan melemah. Benar apa yang diungkapkan seorang penyair Arab dalam bait syairnya:
والليالي –كما عهدت-حُبالى * مُثقلاتٌ يلدن كل عجيب
Malam-malam itu —seperti biasanya— ibarat perempuan hamil
Suatu saat akan melahirkan peristiwa-peristiwa yang menakjubkan
Inilah hakikat alam semesta dan Ketentuan Allah, adapun meragukan kebenaran hal ini adalah “Penistaan terhadap ilmu, akal dan amanah berpikir”.
Akan tetapi fakta ini harus disertai dengan sebuah hakikat lain yang mendahuluinya dan merupakan awal dari kelahirannya, yang saya maksud “hakikat lain” tersebut adalah memiliki kekuatan yang dapat membuat gentar musuh, menghancurkan kepongahannya dan memaksanya untuk kembali berpikir seribu kali sebelum melakukan kezaliman dan kesewenang-wenangannya. Allah Swt. Mengetahui bahwa kita adalah pembawa misi perdamaian, akan tetapi perdamaian yang didasarkan pada keadilan, penghormatan, pemenuhan atas hak-hak yang tidak dapat diperjual-belikan, tidak bisa ditawar, tidak mengenal kehinaan, kerendahan dan tidak mempermainkan sejengkal pun tanah negara atau tempat-tempat sucinya, perdamaian yang didukung oleh kekuatan ilmu, pendidikan, ekonomi, penguasaan dalam pasar dan persenjataan yang memungkinkannya untuk membalas dua kali lipat dan memutus setiap kekuatan yang mencoba mempermainkan bangsa dan tanahnya.
Jika pada masa ini telah ditakdirkan bahwa di tengah-tengah kita telah hidup musuh penyusup yang tidak memahami apapun kecuali bahasa kekerasan, maka kita tidak punya alasan di hadapan Allah dan sejarah, untuk tetap hidup di sekitarnya dalam keadaan lemah, pasrah dan tunduk sementara di tangan kita —jika kita berkehendak— terdapat seluruh faktor dan sumber kekuatan materil dan SDM.
Saya termasuk orang yang percaya bahwa entitas Zionis itu bukanlah entitas yang mengalahkan kita pada tahun 1948, 1967 atau pada perang dan pertikaian lainnya, akan tetapi kita sendirilah yang membuat kekalahan itu dengan kesalahan perhitungan, lemahnya pandangan dalam menilai bahaya, dan ketidak-seriusan kita dalam menghadapi situasi yang serius. Apa yang dapat diperbuat oleh umat yang afiliasinya terpecah-belah, tercabik-cabik identitas dan kecenderungannya untuk menghadapi sebuah entitas yang berperang demi akidah yang kuat di bawah satu bendera? Alih-alih dapat menjatuhkan panjinya dan menghancurkan kekuatannya. Sungguh benar apa yang difirmankan Allah Swt.:
﴿… وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ…﴾ (الأنفال [8]: 46).
“…dan janganlah kalian berbantah-bantahan, yang menyebabkan kalian menjadi gentar dan hilang kekuatan kalian …” (QS. Al-Anfal [8]: 46).
Hadirin sekalian!
Saya benar-benar menyadari bahwa pidato saya ini barangkali tidak menelurkan sesuatu yang baru, pidato ini masih memancar dari Rahim penderitaan dan kesengsaraan, pengaruhnya juga tidak melebihi pengaruh apa yang telah didengar oleh telinga kita selama 70 tahun dari berbagai pidato tokoh-tokoh politik, cendekiawan dan pemikir, tanpa sedikitpun dapat mengubah realita atau menghentikan nafsu yang membara untuk terus menggerogoti dan menelan —kehormatan—, atau mengungkapkan kesedihan dari darah yang ditumpahkan, pengorbanan dan penderitaan di dalam penjara-penjara dan tempat-tempat tahanan yang telah dialami oleh bangsa Palestina, dari pemuda, perempuan dan anak-anaknya dalam perlawanan teguh yang tidak akan melunak, kesabaran yang tiada berujung, serta tekad yang tidak lemah dan tidak rapuh.
Benar, barangkali hal semacam itu dikatakan dalam pidato saya ini atau tentang Konferensi kita ini, akan tetapi saya kira anda sekalian tidak berselisih dengan saya dalam satu hal, yaitu bahwa Konferensi hari ini jauh berbeda dari konferensi-konferensi sebelumnya, karena ia digelar pada kondisi dan situasi genting laksana awan mendung yang memperingatkan akan datangnya banjir bandang. Sesungguhnya hitungan mundur telah dimulai untuk membagi dan memecah-mecah kawasan dan memuluskan jalan entitas Zionis untuk menguasai kawasan secara menyeluruh, di mana kawasan ini akan tunduk pada perintahnya, mengikuti apa yang diinginkannya dan memperlihatkan apa yang diinginkannya, tidak ada yang bisa dilakukan oleh kawasan ini kecuali hanya tunduk dan patuh. Sesungguhnya pandangan terhadap rencana yang akan diterapkan pada negara ini di pesisir Samudra Atlantik, jalur masuk Laut Merah, pesisir Timur-Tengah dan perpanjangannya di Yaman, Irak dan Syria, sangat layak untuk memberikan peringatan bahwa ini adalah perkara yang sangat besar, dan mengulang-ulang orasi serta meneriakkan slogan-slogan tidak lagi relevan dengan besarnya makar yang telah direncanakan kepada kita, jika kita masih menghadapi perkara ini dengan kebiasaan cara kita dalam menghadapinya semenjak 7 dekade terakhir, niscaya generasi mendatang akan melaknat kita, anak-cucu kita akan malu mengakui bahwa kita adalah ayah dan kakek mereka.
Jika saya memiliki usulan yang saya harapkan manifestasinya dari pertemuan kita kali ini, yaitu agar Konferensi ini menelurkan hasil-hasil nyata yang tidak konvensional, yang dapat memanfaatkan energi dan mengoptimalkan upaya meski itu kecil atau terlihat tidak berharga sama sekali. Usulan pertama dan yang terpenting adalah: Mengembalikan kesadaran akan permasalahan Palestina secara umum dan Al-Quds secara khusus. Kenyataan pahit adalah ketika kita dapati bahwa diktat-diktat pelajaran dalam kurikulum pendidikan dan pengajaran di berbagai jenjangnya tidak mampu menciptakan kesadaran tentang permasalahan ini di dalam benak milyaran pemuda Arab dan Muslim; tidak ada satupun diktat pelajaran yang mengkhususkan pengenalan tentang bahaya masalah ini, tentang sejarah masa lalu dan masa kininya, serta pengaruhnya terhadap masa depan pemuda kita yang kelak akan menerima panji pembelaan Palestina, sementara dia sama sekali tidak mengetahui masalah ini. Hal itu berbeda drastis jika dibandingkan dengan pemuda para penjajah (Zionis) yang semenjak kecil telah dididik dengan kurikulum pendidikan, diktat-diktat sekolah, lagu-lagu dan doa yang membentuk karakter permusuhan, menyemainya dengan fanatisme rasis dan kebencian terhadap segala sesuatu yang bernuansa Arab dan Muslim. Apa yang hilang dari kurikulum pendidikan semacam ini, juga telah hilang dari berbagai media massa di dunia Arab dan Islam, sehingga pembicaraan mengenai Palestina dan Al-Quds tidak lebih dari sekedar sebuah berita atau laporan rutinan dari koresponden semata, di mana efeknya akan hilang dengan berakhirnya berita dan beralihnya penyiar kepada berita lain.
Usulan kedua adalah: Bahwa keputusan zalim dari Presiden Amerika yang telah ditolak oleh lebih dari 128 negara dan diingkari semua masyarakat dunia yang mencintai perdamaian, haruslah dilawan dengan pemikiran baru Arab-Islam yang beporos pada penegasan ke-arab-an Al-Quds, kehormatan tempat-tempat suci Islam dan Kristen, serta ketundukannya pada pemiliknya. Hendaklah penegasan ini berubah menjadi budaya lokal dan internasional yang diusung oleh seluruh energi media Arab dan Islam —betapa banyaknya energi itu— dan inilah medan yang mana kita telah kalah di dalamnya dan musuh kita berhasil memanfaatkannya demi kepentingannya.
Kita tidak boleh ragu dalam menyikapi masalah Al-Quds dari perspektif agama, baik Islam maupun Kristen.
Sangat-sangat mengherankan bila dimensi agama disisihkan dalam pendekatan masalah Palestina, sementara semua pertimbangan entitas Zionis adalah murni pertimbangan agama, di mana mereka tidak melihat hal itu sebagai keburukan yang harus ditutup-tutupi. Alasan-alasan yang dimiliki oleh entitas ini dalam merampas tanah yang sama sekali tidak mengenalnya, bahkan diingkari pula oleh nenek-moyang mereka, tidak lain adalah bentuk kegilaan dan mempermainkan teks-teks dan mitos agama untuk membenarkan permusuhan, menghalalkan darah, kehormatan dan harta manusia! Bahkan apa yang dimiliki oleh Zionisme Kristen Modern yang senantiasa mendukung entitas Zionis dan mengamini setiap hal yang diinginkannya, tidak lain hanyalah penafsiran-penafsiran agama palsu yang sangat ditolak dan diingkari oleh para cendekiawan gereja, pendeta Kristen dan rahib-rahibnya.
Usulan yang saya ajukan kepada anda sekalian untuk dijadikan bahan pertimbangan adalah, menjadikan tahun 2018 M. ini sebagai tahun khusus untuk Al-Quds Al-Syarif, mulai dari pengenalan tentangnya, dukungan secara materil dan moril kepada penduduk Al-Quds, aktifitas budaya dan media massa yang dilakukan secara terus-menerus yang akan diampu oleh organisasi-organisasi resmi seperti Liga Arab, Organisasi Kerjasama Islam, instansi-instansi keagamaan, Universitas-universitas Arab dan Islam, lembaga-lembaga masyarakat sipil dan lain sebagainya.
Dan sebagai penutup pidato saya kali ini adalah, seruan agar para elit umat waspada bahwasanya umat ini adalah umat yang tengah diincar —dengan segala tipu daya— dalam agama, identitas, kurikulum pengajaran dan pendidikan, kesatuan bangsa dan koeksistensinya. Wajib bagi umat untuk bersandar pada kekuatannya sendiri, mengembalikan kepercayaan kepada Allah Swt. dalam diri dan kemampuan mereka, serta tidak mengandalkan janji-janji palsu yang tersembunyi di balik samudra orang-orang yang membelakangi kita dengan tipuannya dan telah melewati seluruh garis merah.
﴿وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ﴾ (هود [11]: 113).
“Dan janganlah kalian cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kalian disentuh api neraka, dan sekali-kali kalian tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kalian tidak akan diberi pertolongan.” (Hud [11]: 113).
Maha Suci Allah Yang Maha Agung dengan segala Firman-Nya.
Wassalâmu ‘Alaikum wa Rahmatullâhi wa Barakâtuh. II Sumber : Pusat Terjemah Al Azhar.
Izzadina