Oleh : Asyari Usman
Pasangan Sudrajat-Syaikhu (Asyik) memang belum pasti menang di pilgub Jawa Barat (Jabar). Tetapi, pesan yang terpancar dari pemilihan ini sangat mencemaskan bagi Pak Joko Widodo (Jokowi). Pak Jokowi berkalkulasi bahwa Jabar sangat penting untuk mengantartkan beliau dua periode menjadi presiden.
Wartapilihan.com, Jakarta –Mengapa hasil pilgub yang, secara tergesa-gesa, diklaim oleh Ridwan Kamil itu sangat mencemaskan bagi Jokowi? Karena hampir semua orang, bahkan sebagian pengusung Asyik sendiri, tidak percaya kalau paslon dukungan Gerindra-PKS-PAN ini bisa merebut 30% suara pemilih. Survei-survei elaktabilitas pra-pemungutan suara menunjukkan Asyik bisa “tak dianggap”. Ini dapat dipahami. Tingkat keterpilihan mereka dimulai dari hanya 0.04%.
Dari pekan ke pekan, hasil survei sebagian besar lembaga selalu menunjukkan pasangan Asyik tak akan bisa naik. Meskipun oleh satu-dua surveyor, Asyik pernah diletakkan di atas 30% di sekitar bulan Maret-Mei 2018. Namun, bagi lembaga-lembaga survei “ternama”, Asyik disepelekan di angka 6-8 persen.
Datanglah hari H, 27 Juni 2018. Semua menjadi terperangah. Asyik memperoleh suara 29.58%. Dedi Mizwar-Dedi Mulyadi (DD) yang semula dianggap berpeluang menang karena pernah berada di posisi pertama dalam survei-survei, akhirnya terdegradasi ke posisi ketiga (25.38%). Paslon TB Hasanuddin-Anton Charliyan (Hasanah) yang dianggap bagus dalam debat cagub di UI, akhirnya terlempar ke posisi ke-4 (12.77%).
Ridwak Kamil-Uu Ruzhanul Ulum (Rindu) mengklaim kemenangan berdasarkan hasil hitung cepat atau quick count (QC) KPU Jabar. Mereka disebut mendapatkan suara 32.26%. Klaim ini dipandang terlalu dini karena, waktu itu, data QC yang masuk baru sekitar 71%.
Inilah yang mencemaskan Pak Jokowi. Paslon Asyik yang “dimusuhi” oleh hampir semua pihak yang pro-Jokowi, termasuk media-media besar yang memang sejak awal berlaku tendensius dan melakukan “crimes against impartial journalism” (kejahatan terhadap jurnalistik tak berpihak), akhirnya mengguncang Bumi Pasundan. Juga mengguncang politik nasional. Semua terperangah menyaksikan perolehan suara Asyik.
Ridwan Kamil cepat-cepat menyatakan persekutuan dengan Jokowi. Kata Ridwan, dia akan mendukung Jokowi di pilpres tahun depan. Barangkali tujuannya adalah supaya “kemenangan” beliau bisa terkawal.
Dengan berbagai kasus keteledoran penyelenggaraan pemilu, pihak Asyik tidak serta-merta mengakui kemenangan Rindu. Ini wajar saja mengingat selisih persentase keduanya tidaklah telak. Bahkan Partai Gerindra merilis QC sendiri yang menempatkan Asyik di posisi 30.66% dan Rindu di posisi 30.44%. Asyik menang sangat tipis.
Katakanlah KPU Jabar, dengan “fakta pemilihan” dan “fakta politik” yang ada, akan memutuskan Rindu sebagai pemenang. Bagi para pengusung dan pendukung Asyik, yang sesungguhnya “menang” adalah paslon mereka. Sudrajat dan Ahmad Syaikhu-lah yang hebat. Dari posisi yang sengaja dihinakan dan diperangsyarafkan oleh para pendukung Jokowi, akhirnya perolehan suara Asyik membelalakkan mata semua orang. Dari posisi nol di survei-survei elaktabilitas dan akseptabilitas, mereka sekarang tampil meyakinkan.
Para pengamat dan pelaku survei bahkan menyesalkan Ridwan Kamil yang terlalu cepat mengklaim kemenangan. Asyik sendiri menyatakan mereka akan menunggu hasil hitungan manual KPU.
Begitulah kejadiannya. Tim Jokowi tidak bisa bersikap “take for granted” (merasa pasti) bahwa “kemenangan” Rindu pasti akan meyukseskan presiden petahana di pilpres 2019. Sebaliknya, perolehan suara Asyik yang tak terduga itu mengirimkan pesan yang mencemaskan bagi Jokowi.
Orang bisa melakukan segala macam taktik dan rekayasa untuk menang, tetapi rakyat Jawa Barat sangat paham apa yang harus dilakukan untuk kebaikan mereka. II