Peristiwa perang Sawiq (tepung), terjadi beberapa bulan pasca Badar, tepatnya bulan Dzulhijjah tahun 2 H. Ekspedisi 200 serdadu kaum Quraisy di bawah pimpinan Abu Sufyan bin Harb ke Madinah terjadi pada tanggal 5 Dzulhijjah, bertujuan mengembalikan citra kekuatan kaum Quraisy di mata masyarakat Arab.
Wartapilihan.com, Jakarta –Abu Sufyan sebelumnya telah bernadzar tidak mau menyentuh istrinya. Tak cukup dengan itu, ia juga mengharamkan minyak atas dirinya sampai ia mampu membalas dendam kepada Rasulullah ( Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, jld 2, bab “Perang As-Sawiq” dan Maghazi Al-Waqidi bab “Penyerbuan ke Sawiq”).
Tidak tahunya Abu Sufyan dan pasukannya gagal total karena mereka hanya berhasil membunuh dua orang kaum Anshar dan membakar sebuah kebun kurma saja di dekat Madinah. Dalam tahap ini shock dan murka kaum Quraisy sudah bergeser ke arah reaksi, sedangkan individu-individu kaum Muslimin tentu telah menyaksikan hasil reaksi tersebut ketika pasukan Abu Sufyan datang ke sekitar Madinah.
Kendati serangan itu bisa dikatakan serangan gagal. Tiap-tiap individu Muslim merasakan akan timbulnya konflik yang lebih hebat akibat angkara murka Quraisy ini dan itu dibuktikan dengan adanya perang Uhud nanti.
Singkat cerita dalam ekspedisi itu, Abu Sufyan dan pasukannya justru kabur saat dikejar kaum Muslimin.
Ekspedisi yang bertujuan mengangkat ‘elektabilitas’ citra Quraisy ini, akhirnya sia-sia belaka. Citra Quraisy justru tambah merosot, karena ekspedisi pasukan Abu Sufyan itu nampak sekali mental pengecutnya. Itu terlihat dari tepung jelai milik kaum Quraisy dalam jumlah besar berjatuhan di dataran rendah Qarqarat Al-Kudri karena pasukan Abu Sufyan lari terbirit-birit ketakutan dikejar pasukan Rasulullah. Kaum Muslimin justru untung besar karena tepung tersebut bisa menjadi bahan makanan bagi penduduk Madinah meskipun turut berduka atas terbunuhnya dua kaum Anshar akibat serangan mendadak Abu Sufyan.
Tiap ada informasi percikan antara Makkah versus Madinah, bangsa Arab pasti memasang mata dan telinganya, sekali lagi masyarakat Arab melihat Quraisy Makkah sebagai pengecut dan melihat Islam sebagai kekuatan baru yang menonjol. Tentu saja ini adalah perang opini dan urat-syaraf sekaligus. Penekanannya di sini adalah rasa malu Quraisy yang merasa kalah telak di Badar, sehingga ekspedisi Abu Sufyan ini bertujuan mengangkat citra Quraisy sekalipun berakhir dengan kegagalan. Rasa malu inipun menjadi unsur utama angkara murka Quraisy.
Meskipun begitu, ekspedisi Abu Sufyan bukan sama sekali tanpa hasil, ia dan pasukannya berhasil membakar kebun kurma di Al-Uraidh, membunuh dua kaum Anshar yang sedang bekerja di sawah dengan serangan mendadak, dan mendapat informasi dari sekutunya di Madinah, Sallam bin Misykam, penjaga asset kaum Yahudi Bani Nadhir. Sallam banyak memberikan informasi kepada Abu Sufyan terkait kaum Muslimin Madinah. “Pesan” dari Abu Sufyan itu menunjukkan bahwa Quraisy masih sedikit bertaji pasca kekalahan memalukan di Badar.
Tetapi dalam benak masyarakat seantero jazirah Arab, citra positif tetap berpihak kepada kaum Muslimin dan citra negatif tetap melekat di Quraisy, malahan orang-orang Arab semakin memandang Abu Sufyan dan Quraisy Makkah sebagai pengecut. Keuntungan terbesar ekspedisi Abu Sufyan ada pada pembicaraannya dengan Sallam bin Misykam, sehingga pihak Makkah mendapatkan informasi-informasi seputar Madinah.
Ilham Martasyabana, pegiat sejarah Islam