Adalah Rahmat Abdullah bin Zahir dan Zuhra binti Saturi Zain yang kondisi rumah keluarganya telah rata dengan tanah akibat gempa berkuatan M 7,0 yang menggoyang kota Lombok dan sekitarnya sebulan lalu.
Wartapilihan.com, Jakarta —Hidup di tenda pengungsian bersama para korban lainnya selama beberapa pekan, tak menyurutkan niat dua hamba Allah ini untuk tetap melangsungkan pernikahan merealisasikan rencana yang telah disepakati sebelum terjadinya gempa.
Ahad (2/9/2018) pkl.10.00 WITA di mushola darurat yang beratap tenda yang ber-AC alam alias angin gunung yang relatif kencang, kedua mempelai duduk berdampingan menghadap wali nikah yang dihadiri ratusan pengungsi dalam satu tenda. Tak ada bedak, lukis alis dan lipstik di wajah pengantin wanita, tapi tetap tampil ayu manis memancarkan rasa keharuan bercampur kebahagiaan.
Alhamdulillah, tim relawan Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) Pusat tahap I yang memasuki hari kedua terjun langsung ke wilayah Dusun Telaga Wareng Desa Pemenang Barat Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara berkesempatan hadir menyaksikan akad nikahnya Rahmat dan Zuhro.
Selesai akad nikah dan doa oleh pengurus mushala darurat, perwakilan relawan didaulat untuk menyampaikan sepatah dua patah kata nasihat bagi kedua mempelai.
Sebuah kepercayaan warga dan keluarga kedua mempelai terhadap kehadiran relawan yang disambut akrab dengan penuh rasa persaudaraan hingga mendaulat perwakilan relawan untuk menyampaikan pesan-pesan kepada kedua mempelai tentu sangat sulit untuk menolaknya.
Tibalah waktunya aku sebagai yang dituakan dalam tim relawan maju duduk di hadapan kedua mempelai.
Setelah menyampaikan salam pembuka, Assalamu’alaikum, kepada kedua mempelai dan para pengungsi yang hadir, lisanku seolah terkunci untuk mengeluarkan kata-kata karena aku harus menahan jangan sampai air mataku keluar mengalir membasahi pipiku. Untuk menahan air mataku keluar, aku beberapa saat berupaya menatap kedua mempelai dan memandang wajah-wajah sayu para pengungsi.
Setelah suasana hatiku agak nyaman barulah aku bisa mulai menyampaikanpesan-pesanku kepada kedua mempelai. Di tengah-tengah mendengarkan pesan-pesanku, kembali aku harus menahan air mataku karena kedua mempelai dihadapanku tak henti-hentinya mengusap air matanya dengan tisue.
Selesai menyampaikan pesan-pesanku, aku bertanya kepada kedua mempelai tentang perasaan keduanya setelah proses akad nikah selesai. Keduanya nyaris berbarengan menjawab: “Kami haru bercampur bahagia”. Subhanallah.
Jelang shalat asar aku mewakili relawan mengantarkan bingkisan ke rumah kedua mempelai diantar Kepala Dusun (Kadus), Septian sampailah ke rumahnya. Setelah Kadus menunjukkan rumah pengantin yang berada di bawah tenda kuning, nyaris aku tak tahan menahan air mata melihat tenda berwarna kuning berdiri di atas puing-puing reruntuhan rumah orangtua mempelai yang rata dengan tanah sebagaimana kondisi rumah tetangganya yang tak terlihat berdiri kecuali semua rata dengan tanah.
Baarakallahu laka wa baaraka ‘alaika wa jama’a bainakumaa fi khairin (Semoga Allah memberkahimu, baik ketika senang maupun susah, dan selalu mengumpulkan kamu berdua pada kebaikan) (HR. Abu Daud. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Kesan-kesan dalam suasana keharuan oleh Abu Muas Tardjono di camp pengungsian korban gempa Lombok.