Para pelaku LGBT bersorak. Seolah-olah dengan ditolaknya Judicial Review pasal kesusilaan KUHP, mereka bebas berhubungan seks sesama jenis. Mereka lupa bahwa Undang-Undang yang ada sebelumnya tetap bisa menjerat pidana mereka.
Wartapilihan.com, Jakarta –Oktober 2017 lalu, sebanyak 51 pria yang diduga gay diamankan polisi dari tempat sauna di Gambir, Jakarta Pusat. Penangkapan itu dilakukan karena diduga ada kegiatan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono memaparkan bahwa penangkapan itu berawal dari informasi masyarakat bahwa ada tempat yang diduga menyediakan jasa prostitusi sesama jenis (LGBT).
Sebelumnya, Mei 2017, kepolisian juga telah menangkap 141 orang yang terlibat dalam pesta seks kaum gay di ruko Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Mengapa LGBT bisa diproses hukum? Karena berdasar pada UU Pornografi No 44/2008 LGBT termasuk kriminal. Dalam pasal 4 ayat (1) UU 44/2008 diatur larangan perbuatan memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b. kekerasan seksual;
c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
e. alat kelamin; atau
f. pornografi anak
Selain LGBT, dalam sistem hukum kita, hubungan perzinahan juga bisa dikenakan pidana. Dalam situs hukumonline diterangkan bahwa hukum positif kita mengatur dan memberikan sanksi pidana bagi pelaku hubungan seks di luar nikah (perzinahan) terhadap:
1. Apabila salah satu pelaku perzinahan terikat pernikahan (Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/KUHP)
2. Melakukan perzinahan dengan seorang wanita, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum 15 tahun, atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa belum masanya untuk kawin (Pasal 287 jo. Pasal 290 KUHP).
3. Melakukan perzinahan dengan ancaman kekerasan atau melakukan perkosaan (Pasal 285 KUHP).
4. Melakukan perzinahan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau dalam keadaan tidak berdaya (Pasal 286 KUHP).
Hubungan seks dengan pacar atas dasar suka sama suka, bila dilakukan di mana salah satu atau keduanya masih anak–anak (belum mencapai usia 18 tahun), maka pelakunya dapat diancam pidana karena pencabulan anak sebagaimana diatur dalam Pasal 82 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”
Pekerja seks komersial, meski tidak jelas hukumannya dalam KUHP (germo yang jelas kena pidana), tapi berdasar pada pasal 42 ayat (2) Perda DKI 8/2007, maka ‘Setiap orang dilarang:
a. menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial;
b. menjadi penjaja seks komersial;
c. memakai jasa penjaja seks komersial.’
Orang yang melanggar ketentuan ini dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 20 hari dan paling lama 90 hari atau denda paling sedikit Rp. 500.000 dan paling banyak Rp. 30 juta (Pasal 61 ayat [2] Perda DKI 8/2007).
Contoh lainnya yatu Pasal 2 ayat (2) Perda Kota Tangerang No. 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran (“Perda Kota Tangerang 8/2005”) yang melarang siapapun di dalam wilayah Kota Tangerang untuk melakukan perbuatan pelacuran. Pengertian pelacuran dalam Perda ini dijelaskan di dalam Pasal 1 angka 4 Perda Kota Tangerang 8/2005 yaitu hubungan seksual di luar pernikahan yang dilakukan oleh pria atau wanita, baik di tempat berupa Hotel, Restoran, tempat hiburan atau lokasi pelacuran ataupun tempat-tempat lain di Daerah (Kota Tangerang) dengan tujuan mendapatkan imbalan jasa.
Orang yang melakukan perbuatan pelacuran di wilayah Kota Tangerang diancam kurungan paling lama 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp15.000.000 (Pasal 9 ayat [1] Perda 8/2005).
Jadi meski Mahkamah Konstitusi menolak Judicial Review (Uji Materi) KUHP Pasal 284,285, dan 292 tentang perzinahan, perkosaan, dan pencabulan, tapi pelaku LGBT dan perzinahan tetap dapat dipidana. Undang-undang yang ada sebelumnya, telah diterapkan polisi kepada mereka.
Jadi jangan bersorak para pelaku LGBT dan perzinahan di Jakarta dan sekitarnya. Wallahu azizun hakim. II
Izzadina