Baru-baru ini beredar video, seorang ternama memberi hadiah kepada seorang Kyai. Atas rekaman pemberian hadiah itu, beredar komentar silang-sengkarut di medsos maupun dunia nyata.
Bagaimana menurut syariat Islam?
Mari mengacu kepada firman Allah SWT:
Surah al-Naml: 35-37, terkait dikembalikannya hadiah Ratu Bilqis oleh Nabi Sulaiman as. Kemudian Surah Al-Baqarah:105, tentang kepalsuan niat orang kafir dan orang musyrik.
Ayat-ayat tersebut diperkuat hadits Nabi SAW:
Nu’man bin Basyir ra sambil menunjukkan dua jarinya ke arah telinga, mengabarkan:
“Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata. ‘Sesungguhnya yang halal telah nyata (jelas) dan yang haram telah nyata. Dan di antara keduanya ada perkara yang tidak jelas (syubhat), yang tidak diketahui kebanyakan orang, maka barangsiapa menjaga dirinya dari melakukan perkara yang meragukan, maka selamatlah agama dan harga dirinya, tetapi siapa yang terjatuh dalam perkara syubhat, maka dia terjatuh kepada keharaman. Tak ubahnya seperti gembala yang menggembala di tepi pekarangan, dikhawatirkan ternaknya akan masuk ke dalamnya.” (Shahih Muslim, Kitab al-Musaqat, Bab Mengambil yang halal dan tinggalkan yang syubhat, no 1599).
Kita juga mengacu pada kaedah agama yang berbunyi: “Keluar/melepaskan diri dari fitnah lebih utama dan selamat.”
Demikian juga Qaul (perkataan) Ahlul-‘ilmi:
Imam Al-Khattabi rahimahullah (wafat 449 H/1057 M), mengatakan:
“Jangan berdekatan kecuali dengan orang yang jelas agamanya dan kejujurannya. Karena jika engkau berdekatan dengannya, lama-lama ia menyeretmu pada agamanya dan kelompoknya. Janganlah godaannya memperdayakan agamamu dan jangan ambil risiko sendiri, sehingga membuatmu berteman pada orang yang tidak jelas agama dan kelompoknya” (Kitab al-‘Uzlah hal 141).
Maka berdasarkan referensi di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Dari sudut substansial, pemberian murni (hadiah), sepanjang tidak diminta, hukumnya mubah/halal, dengan syarat: (1) Jika muhtadi-nya (pemberi hadiahnya) khalayak umum atau orang awam, (2) bilaa ‘iwadh: niat pemberinya tanpa embel-embel ini-itu, tanpa berharap balasan melainkan murni pahala (cari ridha Ilahi).
2. Jika pemberian itu datang dari orang tertentu, dalam rangka tertentu, diiringi pesan tertentu, maka hukumnya syubhat. Barang syubhat harus ditinggalkan. Karena syubhat meragukan (syakk), ambigu (iltibas), dan menyerempet pada fitnah.
Kemayoran Serdang, 4/4/2019
Abu Taw Jieh Rabbanie