Menyikapi Upah Buruh

by
Demo Buruh. Sumber: ekspresifajar.wordpress.com

Penetapan kenaikan upah minimum bagi pekerja selalu membuat gaduh setiap tahun. Dengan kondisi perekonomian saat ini, sudah seharusnya semua pihak, baik buruh maupun pengusaha, menahan diri.

Wartapilihan.com, Jakarta –Kementerian Ketenagakerjaan sudah menetapkan kenaikan Upah minimum provinsi (UMP) menjadi 8,71% tahun depan. Kebijakan ini dituangkan dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan tanggal 13 Oktober 2017, tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2017.

Dalam surat edaran tersebut dijelaskan, kenaikan UMP 2018 sebesar 8,71% dihitung berdasarkan data inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional (pertumbuhan PDB) yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Rinciannya, Inflasi nasional sebesar 3,72% dan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,99%.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kenaikan 8,71% merupakan besaran minimum yang diatur pemerintah pusat. Nantinya, pemerintah daerah seperti gubernur dan bupati/walikota bisa memodifikasi kembali asalkan tidak di bawah 8,71%.

Setelah gubernur mengumumkan UMP, para bupati/wali Kota juga akan menyiapkan kenaikan upah minimum kota/kabupaten (UMK), dan diumumkan paling lambat 21 November 2017. Kebijakan upah tersebut mulai berlaku 1 Januari 2018

Salah satu provinsi yang sudah menetapkan upah minimum 2018 adalah DKI Jakarta. UMP DKI Jakarta ditetapkan sebesar Rp 3.648.035. UMP DKI 2018 lebih tinggi sebesar Rp 292.285 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 3.355.750.

Kenaikan upah, memang hampir terjadi setiap tahun. Pemerintah sudah membuat acuan untuk memformulasikan kenaikan upah ini. Yaitu mengacu Peraturan Pemerintah (PP) 78/2015 tentang Pengupahan.

Berdasarkan peraturan tersebut, kenaikan upah minimum didasarkan pada laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Formula itu menjadi dasar bagi kepala daerah untuk menetapkan besarnya upah minimum buruh setiap tahun.

Namun, meski ada aturan yang dijadikan standar penetapan upah baru, tidak serta merta membuat penetapan upah minimum menjadi mudah. Sudah menjadi kebiasaan pula, penetapan upah, menjadi perdebatan panjang antara buruh dan pengusaha. Di satu sisi, buruh ingin kenaikan upahnya didasarkan pada indeks kebutuhan hidup layak (KHL).

Akibatnya, terjadi perbedaan upah minimum yang ditetapkan pemerintah, yang rumusannya berdasarkan PP tentang Pengupahan, dengan perhitungan kenaikan upah versi buruh.

Sebagai contoh, UMP DKI Jakarta tahun ini sebesar Rp 3,3 juta per bulan. Jika mengacu perhitungan sesuai Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan, UMP tahun 2018 naik sekitar 8,7 persen menjadi Rp 3,6 juta per bulan. Namun, buruh menghendaki UMP 2018 naik menjadi Rp 3,9 juta, yang perhitungannya didasarkan pada 60 item KHL.

Hal yang sama juga terjadi di sejumlah daerah, seperti Surabaya. Buruh menghendaki kenaikan UMP yang lebih tinggi dibandingkan yang diusulkan Dewan Pengupahan setempat.
Sementara bagi pengusaha, kenaikan upah, berapa pun besarannya akan tetap memberatkan. Apalagi di saat ekonomi sedang lesu, dikhawatirkan upah buruh yang terus naik akan menyebab¬kan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.

Saat ini, beberapa sektor industri yang terancam melakukan PHK akibat kenaikan UMP adalah industri ritel dan padat karya, yang tenaga kerjanya kian tergerus perkembangan teknologi internet dan otomatisasi mesin.

Para pelaku industri, memang sudah sejak awal memberikan peringatan bahwa terpaksa harus men¬gurangi tenaga kerjanya. Paling tidak diprediksi akan terdapat 15 persen hingga 20 persen dari jumlah tenaga kerja di industri retail dan pa¬dat karya, yang akan terkena dampak efisiensi akibat adanya kenaikan UMP tersebut.

Hal itu dilakukan karena in¬dustri akan lebih mengandalkan teknologi dari otomatisasi mesin akibat upah tenaga kerja yang dinilai kurang sesuai dengan produktivitas pekerja.

Dengan kenyataan ini, baik pengusaha maupun buruh memang harus memahami kondisi yang sedang terjadi. Buruh perlu perbaikan taraf hidup, sementara pengusaha dihadapkan pada situasi sulit saat ini.

Penetapan upah bagaimana pun harus memperhatikan kondisi perusahaan dan kondisi dunia usaha pada umumnya. Jika pengusaha dituntut memenuhi upah minimum di tengah kondisi berat, tentu mereka tak akan sanggup sehingga lebih memilih menutup usahanya.

Di sisi lain, Indonesia masih menanggung beban pengangguran terbuka sebesar 5,3 persen atau 7 juta orang dari total angkatan kerja 131 juta orang. Diperlukan investasi baru atau ekspansi bisnis untuk membuka lapangan kerja baru. Hal itu tentu menuntut iklim investasi yang kondusif, yang salah satunya terkait dengan kebijakan upah buruh.

Perdebatan penentuan upah harus segera dihentikan. Pemerintah sudah membuat aturan, pengusaha harus menaatinya. Demikian juga para pekerja, ketidakpuasan tidak perlu disikapi dengan demonstrasi dan aksi sweeping ke pabrik-pabrik mengajak buruh yang bekerja untuk ikut demo, sehingga meresahkan dan merugikan dunia usaha.

Formula yang ditetapkan dalam Peraturan Pengupahan harus disepakati semua pihak. Sementara produktivitas dan keahlian buruh harus ditingkatkan. Sebab, dengan cara itu, pengusaha bakal diuntungkan oleh bertambahnya output sebagai dampak produktivitas yang tinggi.

Pada gilirannya, buruh layak diganjar upah lebih besar, karena memiliki keterampilan, keahlian, dan produktivitas yang tinggi. Dengan sendirinya, hal itu akan mengakhiri perdebatan panjang tentang upah minimum buruh.

Rizky Serati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *