Diniatkan untuk membangun perbankan bebas riba, didirikan oleh para ulama. Menyelamatkan BMI adalah kewajiban umat Islam Indonesia.
Wartapilihan.com, Jakarta —“Bank Muamalat boleh sakit, sebagaimana bank-bank yang lain, tapi ia tidak boleh mati,” begitu tutur KH Ma’ruf Amin, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga Ketua Dewan Pengawas Syariah Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan suara pelan tertahan. Kepalanya menunduk. Air matanya menetes. Pak Kiai terharu.
Keterharuan Kiai Ma’ruf Amin tidak lain karena melihat hadirnya ratusan orang di lantai 20 Gedung Muamalat Tower, Kuningan, Jakarta, Rabu (28/2). Ratusan orang ini mewakili jamaah ustadz Yusuf Mansur yang tergabung dalam komunitas PayTren dan Daarul Quran, dari berbagai daerah, untuk membuka rekening di Bank Muamalat.
Jika ditengok dari sejarah berdirinya, BMI diprakarsai dan didirikan oleh para ulama. Bermula dari sebuah lokakarya yang diinisiasi oleh MUI dengan tema “Masalah Bunga Bank dan Perbankan”, paruh Agustus 1990, di Cisarua, Bogor, Jawa Barat.
Ketua Umum MUI waktu itu, KH Hasan Basri, membawa hasil lokakarya tersebut pada Munas MUI, akhir Agustus 1991. Lalu Munas memutuskan agar MUI memprakarsai didirikannya bank tanpa bunga. Langkah berikutnya dibentuklah kelompok kerja yang diketuai oleh HS Prodjokusumo yang juga Sekjen MUI. Melalui lobi-lobi lewat BJ Habibie, akhirnya Presiden Soeharto menyetujui berdirinya BMI.
Pada 1 Mei 1992, BMI secara resmi beroperasi. MUI, ICMI, para pengusaha dan semua lapisan masyarakat Muslim mendukung penuh berdirinya bank pertama tanpa riba tersebut. Niatnya sejak awal memang untuk membangun bank tanpa riba dan membangun perekonomian secara syariah.
Saat ini, BMI melayani lebih dari 2,5 juta nasabah. Mayoritas saham dikuasai asing, antara lain Islamic Development Bank (IDB) sebesar 32,74 persen, Boubyan Bank, Kuwait, sebesar 22,0 persen, Atwill Holdings Limited, Saudi Arabia, sebesar 17,91 persen, dan National Bank of Kuwait sebesar 8,45 persen.
Beberapa waktu lalu, tersiar kabar bahwa Minna Padi akan meng-akuisisi BMI. Umat Islam Indonesia sempat heboh, dan menyelidik siapa di belakang Minna Padi tersebut. Tapi, pada pertengahan Februari, niat Minna Padi itu diurungkan.
Ustadz Yusuf Mansur adalah salah satu ustadz yang pengusaha dan sangat peduli akan masa depan BMI. Itu sebabnya, ia terpanggil untuk ikut menyelamatkan bank syariah pertama itu. Salah satu caranya, mengajak jamaahnya membuka rekening tabungan di BMI.
Langkah yang dilakukan oleh Yusuf Mansur perlu juga ditindaklanjuti oleh para ustadz dan kiai yang punya kepedulian terhadap masa depan perekonomian syariah. Juga menggandeng jaringan pondok pesantren yang tersebar di seantero Nusantara.
Dengan cara seperti itu, BMI akan hidup dan dihidupi oleh masyarakat Muslim Indonesia. “Ini langkah konkret kami membantu menanam kebaikan di Bank Muamalat Indonesia untuk membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi syariah secara umum,” tutur Yusuf Mansur.
Mengapa BMI perlu diselamatkan? Karena inilah bank pertama yang diniatkan bebas riba, didirikan oleh para ulama, dan dimiliki oleh umat Islam Indonesia. Bank-bank syariah saat ini memang tumbuh di Indonesia, bahkan bank-bank konvensional yang pemiliknya non-Muslim pun ikut-ikutan mendirikan bank syariah. Pertanyaannya, apakah para bankir yang non-Muslim dan mendirikan bank-bank syariah itu niatnya sama dengan para pendiri BMI? Wallahu A’lam.
Herry M. Joesoef