Menimbang Kenaikan Tarif Ruas Tol

by
foto:http://cdn1-a.production.liputan6.static6.com

Rencana kenaikan tarif jalan tol bisa berdampak luas ke kondisi ekonomi masyarakat. Perlu ada kajian ketat dan adil agar kenaikan tarif lebih berdampak positif.
Wartapilihan.com, Jakarta –Pemerintah berencana memberlakukan kenaikan tarif beberapa ruas jalan tol akhir tahun ini. Setelah sebelumnya empat ruas tol mengalami penyesuaian tarif pada September hingga November.

Sembilan ruas itu yakni Tol Semarang-Salatiga, Tol Palimanan-Plumbon-Kanci, Tol Surabaya-Gempol, dan Tol Cawang-Tomang-Grogol-Pluit. Kemudian , Tol Cawang-Tanjung Priok-Ancol-Pluit, Tol Serpong-Pondok Aren, Tol Ujung Pandang Tahap I dan II, serta Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa.

Adapun empat ruas yang telah naik sebelumnya yakni Tol Tangerang-Merak, Tol Cikampek-Palimanan, Tol Gempol-Pandaan, serta Tol Makassar Seksi IV. Kenaikan tarif masing-masing ruas berkisar antara 6-12 persen tergantung laju inflasi dua tahun terakhir.

Rencana penyesuaian tarif itu menyusul evaluasi pemenuhan standar pelayanan minimum (SPM) jalan tol oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengklaim kenaikan tarif sembilan ruas tol menjelang akhir 2017 sudah memperhatikan daya beli masyarakat.

Budi meyakini penetapan tarif baru sudah melalui pertimbangan yang sistematis. Penetapan tarif untuk sembilan ruas tol tersebut masih menunggu keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Namun, banyak pihak menilai kenaikan ruas tol ini punya dampak yang kurang baik bagi perekonomian masyarakat. Karenanya, salah satu yang perlu diperhatikan otoritas pengatur jalan tol adalah agar pengelola atau operator jalan tol memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM) jalan tol.

Adanya peningkatan SPM merupakan hak yang pantas diterima masyarakat sebagai pengguna jalan tol. SPM tersebut misalnya lamanya antrean, rest area, hingga kualitas infrastruktur demi kenyamanan konsumen.

Di sisi lain, perlu juga dipertimbangkan soal kapasitas jalan tol di jam-jam sibuk yang cenderung mengalami kemacetan. Karena itu ada wacana otoritas juga memberlakukan congestion charge, dimana dengan pemberlakuan format ini maka tarif tol akan berlipat saat jam jam sibuk, di mana kegiatan distribusi barang bersamaan dengan masuk atau pulang karyawan.

Ini terkait efektivitas kegiatan logistik, yang seharunya menjadi salah satu tujuan kerja pemerintah saat ini, menekan biaya logistik. Selama ini, kenaikan biaya angkutan terutama di tol, tidak dapat diimbangi lagi dengan produktivitas angkutan barang, karena kemacetan yang terjadi.

Sementara semua kegiatan pendukung aktivitas logistik seperti pelabuhan, depo kontainer dan pabrikan atau trading perlu disesuaikan dengan jam kerja agar lebih efisien dan produktif sehingga menekan biaya logistik.

Jadi, kenaikan tarif sejumlah ruas tol akan punya dampak negatif, yakni melonjaknya biaya transportasi. Ujungnya bisa memberatkan masyarakat, khususnya kelas bawah seperti buruh pabrik yang mengeluarkan ongkos tol lebih mahal.

Jika biaya transportasi naik, dampak ke konsumsi masyarakat akan berpengaruh. Jadi, seharusnya penetapan kenaikan ini bukan berdasarkan kekuatan daya beli saat ini, namun berdasarkan dampak penurunan daya beli yang bisa ditimbulkan di masa depan, ketika tarif sudah dinaikkan.

Secara umum, jika kebijakan ini dipaksakan maka multiplier effect-nya akan berimbas kepada naiknya biaya angkutan umum, angkut bahan baku kebutuhan pokok. Sehingga, menimbulkan semua harga bahan baku termasuk sembako akan naik.

Kalau sudah begini masyarakat kecil yang paling merasakan dampaknya di tengah kondisi sulit. Dan dampaknya akan disusul dengan tuntutan kenaikan UMP atau UMK yang akan memberatkan pelaku usaha, khususnya pelaku UMKM

Selama ini, kenaikan atau penyesuaian tarif tol merujuk kepada Undang-undang nomor 38 tahun 2004 dimana para pengelola jalan tol di Indonesia berhak mengajukan penyesuaian tarif tiap dua tahun sekali yang dihitung berdasarkan besaran inflasi masing-masing daerah atau lokasi beroperasinya jalan tol.

Namun, kenaikan tarif berdasar inflasi, belum tentu linier dengan kenaikan tingkat pendapatan masyarakat kecil khususnya. Kenaikan atau penyesuaian tarif jalan tol tidak bisa dilihat dari kacamata pengguna jalan tol, tapi harus dikaji secara detail dan matang dampak dari kenaikan komoditi bahan baku.

Rizky Serati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *