Saat kampanye pilkada Jakarta berlangsung, pasangan calon gubernur DKI Jakarta Anies-Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahudin Uno membuat 23 janji jika terpilih memimpin Ibu Kota.
Wartapilihan.com, Jakarta –Keberhasilan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Bawesdan memenangakan pilkada DKI Jakarta merupakan hasil dari proses demokrasi pemilu pilkada langsung, umum bebas rahasia, jujur dan adil. Semua itu tidak lepas dari kerja keras dan perjuangan panjang serta janji-janji kampanye Anies-Sandi.
Ketua Umum Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar) Sugiyanto kepada Warta Pilihan (wartapilihan.com) mengatakan, implementasi janji itu sangat tergantung pada penyelesaian kasus-kasus besar yang terjadi pada pemprov DKI Jakarta. Satu diantara kasus-kasus besar itu adalah pembelian tanah rumah sakit sumber waras (RSSW) 36.410 m2 (3,6 Ha) senilai Rp. 755.689.550.000 (Tujuh ratus lima puluh lima milyar enam ratus delapan puluh sembilan juta lima ratus lima puluh ribu rupiah).
“Sampai saat ini, proses penanganannya pada KPK masih belum tuntas dan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Meskipun KPK telah menerima hasil audit investigasi BPK-RI, tetapi masih belum menetapkan tersangka pelaku dugaan korupsi kasus ini. Bahkan KPK menyatakan bahwa tidak ada niat jahat pada pembelian tanah RSSW seluas 36,410 M2 (3,6 Ha),” ujar Sugiyanto.
Sementara itu, lanjutnya, hasil audit investigasi BPK-RI menguatkan temuan hasil LHP BPK-RI Perwakilan DKI Jakarta. Pada rapat konsultasi antara Komisi III DPR RI dan BPK yang diadakan pada 19 April 2016, terungkap bahwa indikasi kerugian keuangan daerah yang semula sebesar Rp. 191.334.550.000 (Seratus sembilan puluh satu milyar tiga ratus tiga puluh empat juta lima ratus lima puluh ribu rupiah), berubah menjadi ada dugaan kerugian negara sebesar Rp. 173 milyar.
“Artinya, hasil audit investigasi yang dilakukan oleh BPK-RI tetap membenarkan hasil LPH BPK DKI Jakarta. Terlebih BPK-RI menegaskan bahwa terjadi penyimpangan yang begitu sempurna dalam proses pembelian tanah Sumber Waras,” jelasnya.
Terkait dengan temuan kasus RSSW, kata Sugiyanto, BPK-RI Perwakilan DKI Jakarta mengeluarkan rekomendasi kepada gubernur yang wajib untuk dilaksanakan. Isi rekomendasi tersebut dapat dilihat pada hasil LHP, Buku III hal 198 s/d hal 213, khususnya tentang point rekomendasi hal 213 huruf a angka 1 dan 2 yang menyebutkan BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar melakukan upaya pembatalan pembelian tanah RSSW seluas 36.410 m2 dengan pihak YKSW.
“Jika upaya pembatalan tersebut tidak dapat dilakukan, Gubernur Anies dapat memulihkan indikasi kerugian daerah minimal senilaiRp. 191.334.550.000,- atas selisih harga tanah dengan PT. CKU, kemudian meminta pertanggungjawaban pihak YKSW untuk menyerahkan lokasi fisik tanah di Jl. Kyai Tapa sesuai dengan yang ditawarkan kepada pemprov DKI, bukan fisik tanah yang berada di Jl. Tomang Utara,” papar Sugiyanto
“Juga dapat menagih tunggakan PBB sejak Tahun 1994 s.d 2014 yang belum dibayar oleh YKSW senilai Rp. 3.085.864.488,” imbuhnya.
Sugianto menjelaskan, atas rekomendasi BPK tersebut, Gubernur DKI Jakarta saat itu Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok wajib memberikan jawaban atas tindak lanjut rekomendasi BPK paling lambat enam puluh hari setelah laporan pemeriksaan diterima. Akan tetapi, sampai batas waktu itu terlewati Ahok tidak menjalankannya.
“Ahok berdalih tidak ada yang salah atas pembelian tanah RSSW. Alih-alih melaksanakan rekomendasi BPK, Ahok justru malah menyalahkan dengan mengatakan bahwa hasil LHP BPK DKI Jakarta itu tendensius dan Ngaco,” sesal Sugiyanto.
Terlebih, kata dia, Ahok menyatakan secara terbuka tidak akan melaksanakan rekomendasi BPK. Berdasarkan hal itu, Ahok dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Aktivis dengan pasal dugaan tindak pidana tidak menindak lanjuti rekomendasi LHP BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta. Ketentuan tentang aturan tersebut dapat dilihat dalam UU No 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara pada Pasal 20 dan pada Pasal 26 ayat ( 2) sebagai berikut:
Pasal20 :
Pejabat wajib menindak lanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Jawaban atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya enam puluh hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima.
BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang kepegawaian.
BPK memberitahukan hasil pemantauan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada lembaga perwakilan dalam hasil pemeriksaan semester. Pasal 26 ayat (2): Setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindak lanjuti rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan sebagiamana dimaksud dalamPasal 20 dipidana penjara paling lama 1 (satu ) tahun 6 (enam) bulandan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Satya Wira