Wartapilihan.com – Transformasi ekonomi individual semakin kentara. Hal ini dibuktikan dengan semangat sekaligus pengaplikasian dari ekonomi gotong royong yang semakin lama semakin ditinggalkan. Dalam konteks ekonomi Indonesia yang kental dengan asas kekeluargaan dan semangat gotong royong, koperasi merupakan ruh sekaligus model bagi ekonomi gotong royong tersebut. Namun secara fakta dewasa ini, model ekonomi tersebut masih memprihatinkan.
Berdasarkan data dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mencatat kontribusi koperasi dalam produk domestik bruto (PDB) dua tahun lalu 1,7 persen dan kini menjadi 3 persen. Angka ini sangat kecil dan timpang dibandingkan peran badan usaha lainnya, yaitu swasta dan BUMN.
Selain itu peran koperasi pada PDB di Indonesia juga masih kecil dibandingkan dengan peran koperasi terhadap PDB di negara lain, seperti Kenya sebesar 23 persen dan Norwegia 22 persen. Situasi ini menunjukkan ekonomi gotong royong nyaris terlupakan jika tidak ada upaya serius membangkitkan koperasi atau badan usaha gotong royong lainnya. (Kompas, 10/7/17)
Jika bersandar pada legalitas hukum di negeri ini, yaitu UUD 1945 pasal 33 khususnya Ayat 1 menyebutkan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Dari sini bisa dikatakan bahwa koperasi merupakan soko guru (pilar) perekonomian Indonesia. (Hafidz Abdurahman & Yahya Abdurahman, 2015)
Jelas pada saat ini telah terjadi jurang yang cukup menganga dimana koperasi dianggap sebagai soko guru perekonomian negara, namun implikasi dari penerapan tersebut belumlah maksimal terhadap PDB negara.
Dari jejak pendapat yang dilakukan Kompas (10/7/17) mengenai persepsi publik tentang koperasi terhadap 541 responden, sekitar 2,8 persen menjawab koperasi adalah penipuan, 2,2 persen menjawab koperasi adalah investasi rugi, 5,4 persen menjawab tidak tahu tentang koperasi. Ini artinya ada sebagian dari masyarakat yang (1) benar-benar tidak mengetahui tentang koperasi, (2) memiliki opini/citra buruk tentang koperasi. Hal ini menjadi satu pemantik dari munculnya kelemahan pada pelaksanaan koperasi di tengah-tengah masyarakat.
Koperasi Syariah Mengambil Peran
Fakta tentang berbagai macam koperasi yang melakukan aksi penipuan, investasi bodong, dsb memang tidak terbantahkan. Itu semua merupakan nota hitam dari pelaksanaan koperasi yang lepas dari pengawasan pihak-pihak berwenang. Namun nampaknya semua masih bisa bernafas lega akan masa depan koperasi. Bukan koperasi yang berbasis ribawi yang selama ini menjadi motor penggerak, melainkan koperasi yang dijalankan berlandaskan prinsip-prinsip syariah.
Koperasi syariah yang akhir-akhir ini menjadi trand baru, sangat diharapkan kemunculannya. Setidaknya bagi para pelaku ekonomi dan seorang muslim, selain keuntungan yang diharapkan tentulah falah oriented (orientasi akhirat) yang tidak bisa dikesampingkan.
Mengingat saat ini ekonomi syariah menjadi satu buah solusi alternatif bagi ekonomi negara, kita bisa berharap Koperasi Syariah 212 yang dibentuk pasca aksi akbar yang dilakukan umat muslim pada Desember tahun lalu mampu menjadi lokomotif bagi koperasi syariah yang lain.
Menurut Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Puspayoga mengatakan ada sekitar 43.000 koperasi yang tidak aktif, dan kemudian dibubarkan, serta 150.000 koperasi aktif. Bisa dibayangkan jika koperasi-koperasi yang sudah non-aktif berdasarkan data Kementrian Koperasi dan UKM tadi bisa diambil alih oleh koperasi syariah, tentunya bisa menjadi satu keuntungan yang luar biasa.
Yang pasti semua itu bisa diwujudkan apabila pada akar rumput setidaknya mengetahui tentang koperasi syariah. Sebab ada perbedaan mendasar diantara keduanya yakni pada aspek pengelolaan dan aspek pengawasan. Semuanya diatur lebih spesifik berdasarkan Alquran dan Assunnah. Dan itu merupakan satu hal yang tidak pernah dilakukan oleh koperasi konvensional.
Selain pada akar rumput, tentunya regulasi atau kebijakan dari kementrian terkait sangat mendukung kemajuan koperasi syariah. Rasanya akan sulit jika masyarakat harus berdiri sendiri melawan arus konvensional yang sudah dilegitimasi. Tentunya akan lebih apik dan adil jika koperasi syariah pun diberi regulasi yang sama sehingga umat muslim bisa terakomodasi dari aspek ekonomi dan ruhiyah. Hingga pada akhirnya puncak dari penerapan itu khususnya bagi koperasi syariah menjadi soko guru bagi perekonomian negara. II
Budi Santoso (Mahasiswa Ekonomi Syariah UIKA Bogor)