Delapan puluh persen janda baru di Bekasi Dipicu WhatsApp dan Medsos” (www.detik.com 03/10/2017). Setahun sebelumnya, di 2016, ada dua berita ini: “Medsos Penyebab Perceraian Terbesar di Batam” (www.warakepri.com, akses 05/10/2017) dan “Media Sosial Jadi Faktor Utama Perceraian di Balikpapan” (www.tempo.co 30/09/2016). Berita-berita itu merupakan alarm (tanda bahaya) bagi kita.
Wartapilihan.com, Jakarta –Di berita yang pertama di atas, disebutkan bahwa media sosial (medsos) menjadi faktor penyumbang tertinggi angka perceraian di Kota Bekasi. Pihak yang menginginkan perceraian didominasi perempuan.
Memang, berdasarkan data Pengadilan Agama (PA) Kota Bekasi, sebanyak 2.231 pasangan bercerai sepanjang Januari-September 2017. Faktor pemicu perceraian terbanyak adalah perselingkuhan, yaitu sebanyak 1.862 kasus, disusul faktor ekonomi sebanyak 111 kasus dan faktor poligami 121 kasus. Dari banyaknya perceraian itu, pemicu utama dimulai dari maraknya media sosial yang dipakai para suami-istri. “Betul, memang fakta (akibat medsos) seperti pengaruh SMS, WhatsApp, dan jejaring sosial lainnya. Hampir 80 persen dari kasus perselingkuhan,” ujar Jazilin, pejabat Humas PA Kota Bekasi.
Pada berita kedua, disebutkan bahwa di Kota Batam perselingkuhan di media sosial menjadi penyebab perceraian dengan jumlah terbesar. Berdasarkan data bulan Juli 2016, terdapat 1.104 kasus perceraian, 816 kasus di antaranya diajukan oleh isteri akibat perselingkuhan di media sosial. “Dari 1.104 kasus, ada 816 kasus gugat cerai akibat perselingkuhan di medsos,” jelas Badrianus, Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Kota Batam.
Dia mengatakan angka perceraian didominasi oleh perkenalan di media sosial dari salah satu pasangan suami-istri. “Media sosial ini mempengaruhi munculnya pihak ketiga, itu alasan yang sering disampaikan mereka di persidangan. Tak hanya lelaki saja tapi perempuan juga,” terang Badrianus.
Pada berita ketiga, dikabarkan bahwa media sosial disebut menjadi salah satu faktor utama penyebab perceraian di Pengadilan Agama Balikpapan. Percekcokan suami-istri terkadang disebabkan hal sepele yang terdapat di media sosial. “Ada beberapa perkara karena pasangannya cemburu saat mendapati ada hubungan lain di media sosial,” kata Rusinah – Hakim Pengadilan Agama Kota Balikpapan.
Rusinah mengatakan penggunaan media sosial kemudian memicu pertengkaran tidak berkesudahan yang berakhir di perceraian. Masing-masing sudah tidak saling percaya pada pasangannya.
Sementara itu, dalam Islam, menikah adalah salah satu sunnah Rasulullah Saw yang utama. Hal ini sangat bisa kita mengerti, sebab dari lembaga pernikahan inilah diharapkan tumbuh-kembang Keluarga Muslim yang banyak dan sekaligus kuat. Himpunan dari banyak Keluarga Muslim yang kuat itu akan membentuk konfigurasi umat Islam yang bisa mengangkat kemuliaan Islam dan Kaum Muslimin seluruhnya.
Maka, terkait hal di atas, siapapun harus berusaha membina keluarganya masing-masing agar selalu dalam naungan sakinah, mawaddah dan rahmah. Hindarilah sejauh mungkin hal-hal yang bisa mendekatkan diri kita kepada perceraian. Jaga, jangan sampai biduk Rumah Tangga kita karam.
Perceraian adalah pemutusan hubungan suami-istri dari hubungan pernikahan atau perkawinan yang sah menurut syariah Islam dan/atau sah menurut syariah dan negara. Perceraian adalah hal yang menyedihkan dan memiliki implikasi sosial yang tidak kecil terutama bagi pasangan yang sudah memiliki keturunan. Oleh karena itu, sekali lagi, sebisa mungkin perceraian harus kita hindari.
Di sisi lain, memang, kehadiran media sosial sebagai salah satu buah dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) memiliki dua akibat yaitu manfaat dan mudharat.
Di soal manfaat media sosial bisa, pertama, menjadi alat komunikasi yang sangat efektif. Kita bisa menjalin komunikasi dengan orang lain secara pribadi dengan cepat dan murah. Kita pun dapat berkabar tentang banyak hal kepada berbagai grup yang kita tergabung di dalamnya.
Lalu, manfaat kedua. Media sosial bisa merekatkan persaudaraan atau pertemanan. Di grup WA, misalnya, bisa bergabung berbagai anggota yang domisilinya tersebar di berbagai kota, di dalam dan atau di luar negeri. Di titik ini, istilah yang populer adalah, media sosial “Mendekatkan yang jauh”.
Dengan medsos, kita mudah mencari teman lama yang sebelumnya sudah terputus kontak. Di titik ini, antara lain, memori lama (dalam artian postitif atau negatif) bisa terbangun kembali.
Di medsos, ada sisi mudharat jika tak hati-hati. Misal, aneka pembicaaan negatif bisa muncul. Jika di grup misalnya, banyak kita dapati teman sesekolah atau sesekelas yang menyapa lawan jenisnya dengan panggilan “Say …”. Hemat saya, meski diniati bercanda, sikap itu kurang elok dan bukan tidak mungkin bisa menjadi pemicu awal munculnya hubungan khusus antar-mereka.
Intinya, kita harus berhati-hati di saat menggunakan medsos. Berbicara itu enteng, tapi pertanggungjawabannya berat. Oleh karena itu, hendaklah kita berpikir dulu sebelum melepas kata-kata, sebab jika ‘tergelincir’ kita bisa terlempar ke neraka. “Barang-siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah” (HR Bukhari dan Muslim).
Jangan anggap enteng berbagai kata yang keluar dari lisan atau HP kita, sebab di sisi Allah itu perkara besar. “Kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar” (QS An-Nuur [24]: 15).
Jaga, Jaga!
Dengan demikian, pertama, mari jaga baik-baik etika kita dalam berkomunikasi di media sosial. Jangan beri peluang munculnya hubungan khusus yang tidak haq antara wanita dan laki-laki karena pola komunikasi yang ‘menyeleweng’. Kedua, perbaiki pola komunikasi di masing-masing keluarga kita. Hal itu, sangat penting di dalam sebuah lembaga pernikahan. Komunikasi harus jujur, terbuka, dan penuh pengertian.
Mari berusaha agar keluarga kita tak tergelincir dalam sebuah mala petaka yang menyakitkan. Untuk itu, doa dan usaha kita, semoga Allah menjaga keluarga kita dari berbagai ancaman yang mungkin muncul, termasuk dari aspek sisi negatif penggunaan media sosial. []
M. Anwar Djaelani