Baru-baru ini, Mahkamah Konstitusi menetapkan pengakuan terhadap aliran kepercayaan (AK) masuk kolom agama di KTP. Keputusan ini kemungkinan membawa rentetan dampak negatif bagi masyarakat beragama.*
Wartapilihan.com, Jakarta — “Aliran Kepercayaan itu beragam macam, diantaranya ada yang difatwa sesat oleh MUI karena melecehkan ajaran Islam, ada juga aliran yang ritualnya menghina sahabat Nabi, mengaku sebagai Nabi palsu, shalat 5 waktu tidak wajib karena belum ketemu Allah, malaikat itu bodoh karena tugasnya beda-beda dan lain-lain,” terang Dr Henri Shalahuddin kepada Warta Pilihan hari ini (11/10).
Peneliti Senior di Lembaga Penelitian Insists ini mencontohkan dalam kitab aliran Darmogandhul yang menyebutkan : “Yen nyebut nabi Muhammad, Rasulullah panunggal para nabi, Muhammad makaman kubur, rasa kang salah, mila ewah bengok-bengok enjing surup, nekem dada celumikan, jungkir-jungkir ngaras siti. (Adapun orang yang menyebut nama Muhammad, Rasulullah, nabi terakhir, ia sesungguhnya melakukan zikir salah. Muhammad artinya makam atau kubur. Ra-su-lu-lah, artinya rasa yang salah. Oleh karena itu ia itu orang gila, pagi sore berteriak-teriak, dadanya ditekan dengan tangannya, berbisik-bisik, kepala ditaruh di tanah berkali-kali.” (Prof. HM Rasjidi, Islam dan Kebatinan, Bulan Bintang, 1977)
Sedangkan dalam kitab aliran Gatholoco dikatakan : “Allah, artinya olo yakni jelek, karena kemaluan lelaki atau perempuan itu jelek rupanya. Kalimat syahadat: ‘’Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah artinya “Aku menyaksikan bahwa hidupku dan cahaya Tuhan serta Rasa Nabi adalah karena bersetubuhnya bapa dan ibu. Karena itu saya juga ingin melakukan (bersetubuh) itu. Mekah artinya bersetubuh, yakni perempuan yang memegang kemaluan lelaki, kemudian ia mekakah berposisi untuk bersetubuh.” (Terjemah Prof. Rasjidi)
Selain itu, menurut Dr Henri, pengakuan terhdap AK ini tidak saja memberikan kebebasan mencantumkan jenis AK dalam kolom agama di KTP, tapi juga bisa berdampak pada masalah pendidikan agama, di mana sekolah-sekolah dan kampus juga harus menyediakan pelajaran agama untuk penganut aliran kepercayaan.
“Juga UU perkawinan juga harus dirombak. Sebab mengakui keberadaan AK berarti mengakui model kawin mereka yang bisa jadi gaya bebas, misalnya: kawin kontrak, kawin tanpa batasan jumlah dan tanpa kaedah siapa yang boleh-tidak untuk dikawini,” terang Ketua Majelis Riset dan Pengembangan MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia).
Henri juga khawatir pengesahan Aliran Kepercayaan itu akan dapat meluaskan provokasi dan terancamnya kerukunan antar umat beragama, karena AK sering mencatut ajaran agama dan melecehkannya.
“Keputusan MK ini cenderung melukai perasaan umat beragama dan melecehkan institusi / ormas keagamaan seperti MUI, Muhammadiyah, NU dan sebagainya. Dengan keputusan MK ini, berarti negara, MUI, dan lembaga keagamaan harus meminta maaf kepada aliran Ahmadiyah, Salamullah/Lia Eden, Qiyadah Islamiyah pimpinan Musaddeq, Darul Arqom, dll karena telah memfatwa sesat, telah menghukum penjara mereka,” terangnya. II
Izzadina