Mahalnya Empati di Rumput Hijau

by
http://www.tobasatu.com

Negeri yang dikenal dengan ramah-tamahnya, kini hilang memudar seiring bertambahnya usia. Hal itu terjadi pasca suporter Persib Bandung melakukan koreografi bertuliskan Save Rohingya.

Wartapilihan.com, Jakarta –Aksi yang dilakukan sebagai bentuk kemanusiaan terhadap apa yang terjadi di Rakhine Myanmar dicap sebagai aksi politik diluar unsur sepakbola. Walhasil Komdis (Komisi Disiplin) PSSI memberikan sanksi dana yang harus dibayarkan oleh suporter Persib Bandung senilai Rp 50 juta.

Rohingnya sebagai etnis minoritas muslim yang ada di Rakhine Myanmar menjadi etnis pesakitan dan tertindas. Pasca penyerangan kelompok militian Rohingya -Tentara Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA)- terhadap pos polisi dan tentara Myanmar, pemerintah dengan militernya membumihanguskan etnis muslim Rohingya dengan alasan “Pembersihan Terorime”. Sesuatu yang sangat aneh mengingat yang diserang oleh militer adalah warga sipil.

Indonesia sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia, tentu tidak bisa dan tidak boleh diam melihat apa yang tengah terjadi di Rakhine Myanmar. Tidak hanya pemerintah saja yang diberikan hak untuk menyuarakan sisi kemanusiaannya, masyarakat sipil pun harus diberikan hak yang sama. Tak terkecuali adalah suporter sepakbola.

Maka jika dilihat dari perspektif kemanusiaan tentu adanya koreografi tersebut merupakan hal yang sangat wajar. Sulit rasanya menerima aksi tersebut bermuatan politis. Betapa kejamnya jika sesama muslim yang tengah mengalami kesulitan, kemudian diambil manfaat untuk menguntungkan salah satu pihak. Dan yang menjadi pertanyaannya adalah pihak mana yang diuntungkan dengan adanya aksi dari koreografi tersebut?

Berbicara mengenai koreografi bermuatan dukungan terhadap suatu negara atau etnis yang tengah terjadi konflik, tentu bukan hanya Rohingya saja. Sebelumnya pun terdapat koreografi yang menggambarkan bendera Palestina. Sudah diketahui bahwa negara Palestina merupakan negara yang tengah berkonflik dengan Israel. Artinya kalaupun ingin fair terhadap sanksi atas adanya koreografi dengan alasan diluar unsur sepakbola, koreografi terhadap Palestina pun harus diberikan. Yang menjadi pertanyaan adalah hanya terkait Rohingya saja yang dicap sebagai politisasi. Ini merupakan hal yang sangat disayangkan tatkala dilakukan oleh wakil rakyat yang semestinya memaklumi atas apa yang dirasakan masyarakatnya.

Hal-hal ini semestinya dihindari. Mengingat isu agama merupakan isu yang sangat sensitif di kalangan masyarakat Indonesia. Biarkanlah suporter sepakbola yang beragama Islam menunjukkan rasa empati dan simpatinya terhadap peristiwa yang tengah terjadi. Jangan jadikan rasa empati dan simpati menjadi amat mahal di negeri yang katanya sebagai negeri yang beradab.

Indonesia patut bersyukur dengan masih adanya suporter yang tidak hanya mementingkan klubnya, namun juga mementingkan saudaranya walau bukan di negerinya sendiri. Dengan sikap individualistis yang tengah menggerogoti masyarakat, rasanya suporter Persib Bandung patut diberikan apresiasi yang tinggi.

Tentu tidak baik juga jika sepakbola dijadikan ajang politik kotor untuk mementingkan salah satu pihak. Namun tidak baik juga melihat suatu adegan selalu dikatakan sebagai politisasi. Biarkanlah rasa kemanusiaan disikapi dengan rasa kemanusiaan. Jangan sedikit-sedikit selalu dituduh politis, apalagi dituduh makar dan sebagainya. Sangatlah tidak pantas jika politisi berbuat demikian. Jika hal ini selalu berkelanjutan maka bicara soal pendewasaan negeri hanya sebatas angan semata.II

Budi Santoso, Mahasiswa Universitas Ibn Khaldun, Bogor.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *