Salah satu adegan di Film Bid’ah Cinta (2017), saat mau mulai shalat berjama’ah, ada yang cari-carian kaki. Jadi seperti adegan ‘fighting’, alih-alih adegan ibadah.
Wartapilihan.com, Depok—Setiap akan memulai shalat jama’ah, biasanya Imam mengingatkan jama’ah untuk meluruskan dan merapatkan shaf. Biasanya Imam membacakan hadits: “Luruskanlah shaf kalian karena meluruskan shaf itu bagian dari kesempurnaan shalat”. (HR Bukhari : 690, Muslim : 433).
Perkara merapatkan shaf ini kadang-kadang bisa serius urusannya. Kalau orangnya emosian, begitu kaki sebelah nyari-nyari kakinya, langsung kakinya diangkat dan kaki sebelahnya diinjek. Sadis, bukan?
Kita tentu sering melihat dan mengalami jama’ah yang selalu ‘memburu kaki’ jamaah di sampingnya dengan alasan merapatkan shaf, meski yang dilakukan mereka ternyata lebih sering hanya menyentuhkan ujung jari kelingkingnya ke bagian kaki kita. Mereka berdiri tiap solat dan terus mencari kaki kiri kanannya, sehingga posisinya malah jadi mengangkang. Ini bukan lagi posisi berdiri dalam solat yang dijelaskan dalam riwayat. Mereka merasa itu keharusan.
Bagaimana sesungguhnya memaknai seruan merapatkan shaf dalam solat jamaah? Seorang Ustadz menjelaskan sebagai berikut:
Tata cara merapatkan shaf dalam shalat berjama’ah disebutkan di dalam riwayat Nu’man bin Basyir berikut ini :
رأيت الرَّجُلَ مِنَّا يُلْزِقُ كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ
“Aku melihat lelaki di kalangan kami menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya ”. (HR Bukhari).
Anas bin Malik ra, juga berkata sambil mengomentari sabda Nabi saw:
” أقيموا صفوفكم ، فإني أراكم من وراء ظهري ”. قال أنس : وكان أحدنا يلزق منكبه بمنكب صاحبه ، وقَدَمه بقدمه.
“Dari Nabi saw beliau bersabda : ‘Luruskan shaf-shaf kalian sesungguhnya aku melihat kalian dari balik punggungku ”. Anas bin Malik lantas bekata ; ” Dan masing-masing dari kami menempelkan pundaknya ke pundak temannya dan menempelkan telapak kakinya ke telapak kaki temannya ”. (HR Bukhari).
Adapun patokan lurusnya shaf ialah pundak bagian atas badan dan mata kaki di bagian bawah badan. Dengan kata lain, lurusnya pundak-pundak karena ia ada di atas tiangnya badan. Dan mata kaki ada di bawah betis, dan betis merupakan pondasi badan, maka inilah yang dijadikan patokan. Adapun ujung-ujung kaki tidak menjadi patokan, karena ujung-ujung kaki seseorang berbeda satu sama lain. Sebagian manusia ukuran kakinya panjang sebagian lagi pendek, maka dari itu yang dijadikan patokan adalah mata kaki.
Adapun maksud dari menempelkan pundak ke pundak, dan menempelkan telapak kaki ke telapak kaki, apakah disyaratkan harus benar-benar menempel atau tidak ?
Hal ini diperselisihkan oleh para ulama. Ada yang mengatakan maknanya benar-benar menempel sebagaimana pendapat syeikh Nadjiruddin Al-Albani, sebagian lagi mengatakan maksudnya hanya meluruskan dan mengurutkan dengan tanpa harus menempel dan ini adalah pendapat Al Hafizh Ibnu Hajar.
قال الحافظ في ( الفتح ) : المراد بذلك المبالغة في تسوية الصفوف و تقاربها
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani berkomentar di Fathul Bari: Maksudnya adalah bersungguh-sungguh dalam meluruskan shaf bukan menempelkan betulan.
Adalah wajar jika seseorang menempelkan pundaknya ke pundak orang lain, adapun telapak kaki dan lutut tidak diharuskan menempel. jika ditempalkan sampai menyutuhkan ujung jari kelingkingnya ke bagian kaki orang lain, maka para jama’ah lainnta akan merasa terganggu karena tempelan dan desakan yang sangat ini. Apalagi jika menyimpang dari ketetapan Nabi saw, kareba maksud Nabi tidak lain ialah merapatkan shaf dan mengisi celah diantara shaf hingga setan tidak bisa masuk dan mengoda jama’ah yang sedang shalat.
Wallahu a’lam