Oleh: Abdullah Murtadho, Kepala Madrasah Diniyah Pesantren Ilmu Alquran, Singosari.
Di tengah-tengah musim perburuan. Semua beringas mencari popularitas. Tuk ditukar dengan sejumput keuntungan. Entah harta entah jabatan.
Wartapilihan.com, Jakarta –Diantara yang buas beringas meranggas, ada seekor serigala yang mengincar seekor kijang yang kurus sekali badannya. Karena sudah lama kelaparan. Lalu serigala menerawang, “aah, alangkah baiknya jika aku membuatnya gemuk dulu sebelum aku memakannya”. Lalu dia pun melancarkan niat jahatnya.
Dengan penuh simpatik serigala ini mendatangi kijang kurus itu lantas menghaturkan salam hangat muslihatnya. Lalu ia berkata, “wahai kawan, apa yang terjadi denganmu? betapa kurusnya engkau?”
Rupanya si kijang termakan rayu manis itu. Ia akhirnya menumpahkan keluhannya seraya berkata, “duhai serigala, engkau sungguh mulia dan penuh perhatian. Memang aku dilanda kelaparan sejak lama, sampai-sampai aku hampir terbunuh olehnya.”
Mengetahui kijang terpancing, serigala semakin menampakkan rasa kasih dan sayangnya. Ia bahkan menangis dihadapan kijang, seolah simpati dengan hal yang menimpanya.
Lalu ia berkata “wahai kijang, sebetulnya golongan kamu ini adalah musuhku, bahkan mangsa bagi kami. Tapi aku tidak sampai hati memangsamu. Aku bersumpah tidak akan memakanmu. Aku benci dengan kekejian. Aku bosan dengan kedzaliman dan penghancuran.”
Bahkan ia melantunkan syair guna menghipnotis lawannya ini. Guna menguatkan muslihat agar tampak betapa bijaksana dan inteleknya dia.
Dengan anggun dan mempesona ia berdendang
وقد علمت واللبيب يعلم # بالطبع لا يرحم من لا يرحم
“sungguh diriku telah tahu dan seorang yang cerdas pun akan mengerti, siapapun yang tidak mengasihi maka ia pun tidak akan dikasihi”
Oooh, rupanya si kijang tertipu. Ia mengharap dan menanti sang serigala itu hingga ia dibawakan rerumputan. Dilahaplah semua rerumputan pemberian musuh itu. Dengan penuh rasa syukur, hatinya ia serahkan kepada lawan. Al Hayawan Abdul Ihsan. Ia rela terus berkumpul, bercampur, bergaul, melekat hidup dibawah naungan lawan meninggalkan kawan dan handai taulan. Gemuk dari pemberian si penusuk abai dengan kijang lain yang khawatir ia terciduk. Hingga akhirnya menjemput jua tragedi tersebut. Sekali terkam, jatuhlah harga dirinya. Ia sakit atas pengkhianatan lawan. Di tengah gigitan srigala, teringatlah ia siapakah kawan dan siapakah lawan. Siapakah handai taulan dan siapakah penyebar kepicikan.
Sebagai buah dari pergaulannya dengan lawan dan ketertipuan atas perbuatan serta ucapan setan berkulit jabatan.