Lewat Lembaga Bantuan Hukum DPP Partai Persatuan Pembangunan, Romahurmuziy melaporkan mantan wartawan senior BBC kenamaan, Asyari Usman ke polisi. Romi ‘melaporkan’ Asyari ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Mengapa Romi enggan membalas tulisan dengan tulisan?
Wartapilihan.com, Jakarta –Ketika Asyari Usman dijadikan tersangka Jumat lalu (9/2) oleh Bareskrim Polri, ramai di grup whatsapp wartawan Islam mendukung Asyari. Mereka kebanyakan menyesalkan tindakan Romi yang melaporkan Asyari ke polisi.
Begitu pula di media sosial. Twitter GNPF Ulama Sumut memberikan komentar,” Parahnya rezim. Hari Pers Nasional jadi ajang membantai jurnalis muslim. Umat Islam harus siaga satu. Benamkan, Partai yang jadi dalang penangkapan Asyari Usman.”
Sedangkan Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyatakan, “Tepat di Hari Pers Nasional penulis senior, Asyari Usman, dijemput paksa kerna tulisan. Slmt datang otoritarianisme,” kata Fadli lewat twitternya. Politisi Demokrat Ferdinand Hutahean memberikan komentar,“Asyari ini menulis cukup kritis dan tajam. Tulisannya pun selalu di share ke nomor HP saya. Ketika kritik dianggap pencemaran nama baik, maka demokrasi akan binasa.” Fachri Hamzah menulis tweet,” Cie..cie…partai berkuasa nih yeeee…”.
Adapun pengacara Asyari Usman, Mahendradatta dalam twitternya menyatakan,”Alhamdulillah setelah ditangkap di Medan & dibawa keJkt, Asyari Usman seorg mantan Wartawan Senior & Tsk (tersangka) atas tulisannya tdk dilakukan penahanan.Semoga kasusnya dpt selesai dgn baik tanpa hrs rame2. Ia juga menambahkan,” Kelihatannya Pasal “Penghinaan” perlu memperoleh batasan hukum yang jelas, bukan sekedar perasaan. Krn sensitivitas org berbeda2 dan utamanya jgn sampai Kritik dibrangus dgn alasan menghina.”
Tulisan Asyari Usman
Tulisan Asyari Usman tentang Romahurmuziy memang cukup keras. Sebagai orang Sumatra Utara dan jurnalis Muslim kawakan, Asyari tergerak untuk mengkritik keras ulah Romi yang keblabasan. Asyari kecewa berat dengan langkah Romi yang merupakan Ketua PPP, Partai Islam. Karena dalam sejarahnya PPP berjuang menggolkan aspirasi umat Islam Indonesia. Berikut salah satu tulisan yang dijadikan Romi untuk melaporkan Asyari :
“Dukung Djarot-Sitorus: Ketum PPP Menjadi “Politisex Vendor”
Salah seorang kader senior PPP di Sumatera Utara mengekspresikan kekesalannya terhadap perlakuan diktator DPP PPP yang dipimpin oleh Muhammad Romahurmuziy (Romi) yang “membebekkan” diri kepada pasangan Djarot SH dan Sihar Sitorus dalam pilgub. Yuni Piliang ingin membakar baju hijau PPP karena jengkel terhadap Romi.
Mungkin Yuni tidak begitu paham dengan perubahan drastis yang berlangsung di PPP pusat. Dia, barangkali, masih menganggap Romi seperti dia yang masih “waras” ideologi. Yuni rupanya masih polos. Dia menyangka Romi belum berubah menjadi oportunis yang siap mempermalukan warga Ka’bah.
Yuni tidak tahu bahwa Romi sudah menjadi “politisex vendor”, sudah menjadi “penjaja seks politik”. Dia baru tahu profesi baru Romi di “power market” (pasar kekuasaan) Jakarta. Yuni mungkin tak begitu paham bahwa semenjak krisis moral yang melanda seluruh elemen bangsa, Romi pun ikut tertular epidemi itu.
Ketua Umum PPP kini menjadi langganan “Om-om Politik” yang menjanjikan macam-macam kepada “Dik Romi”.
Yuni tidak paham bahwa “Mbak Romi” mengalami kesulitan hidup yang luar biasa di Jakarta. Beliau harus pandai-pandai mencari nafkah di tengah gemerlap kekuasaan yang sangat menggoda. Mbak Romi harus membayar sewa rumah dan berbagai tagihan lainnya. Dia tak mampu lagi menolak tawaran dari Om-om Politik yang duitnya tak bernomor seri.
Mbak Romi kini bisa bergaya lenggak-lenggok dengan pakaian serba mahal, keluar masuk “Plaza Pilitik” tingkat tinggi, sambil disenggal-senggol Om-om Politik dengan hadiah serba mewah. Saat ini, Mbak Romi semakin tinggi harganya.
Apalagi di musim pilkada seperti sekarang. Sekali “main” di pilkada bisa sangat mantap. Warung Mbak Romi ada di semua provinsi dan kabupaten.
Di provinsi-provinsi penting, Om-om Politik menjanjikan hadiah yang sangat atraktif. Pokoknya, kehidupan Mbak Romi sudah berubah menjadi “jetset politik”. Gemerlapan politik menjadi panggung Mbak Romi.
Kasihan Yuni Piliang yang jauh tertinggal di belakang kemajuan drastis Mbak Romi. Disangka Yuni, Mbak Romi masih akan menghormati lambang Ka’bah ketika menjatuhkan pilihan di pilgub Sumut. Kasihan sekali!
Tapi, Yuni, rajinlah berdoa semoga perilaku Mbak Romi bisa berubah. Siapa tahu dia terpanggil untuk keluar dari dunia hitam politik dan tidak lagi menjadi “politisex vendor”.”
000
Tulisan Asyari Usman di atas menyebar di facebook dan dikutip berbagai media online. Atas laporan Romi lewat LBH DPP PPP, Asyari akhirnya dengan segera pada Jumat lalu (9/2) dijadikan tersangka. “Penetapan tersangka karena telah cukup bukti yang bersangkutan benar telah melakukan perbuatannya didukung dengan bukti-bukti digital,” kata Kasubdit II Direktorat Siber Bareskrim Polri Kombes Asep Safrudin kepada wartawan.
Penyidik tidak menahan Asyari Usman, menurut Asep, karena pasal yang dikenakan ancaman hukuman pidananya di bawah 5 tahun. Asyari disangkakan melanggar pidana pada Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 (3) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau pasal 310 / 311 KUHP tentang Penghinaan/Pencemaran Nama Baik.
“LBH DPP PPP memang melaporkan penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap PPP dan Ketum PPP kepada Bareskrim Mabes Polri,” kata Sekjen PPP Arsul Sani (9/2). Menurut Arsul ada tiga link tulisan yang isinya ditulis langsung Asyari, memuat tentang gaya berpolitik Romi. Salah satu tulisan berjudul “Dukung Djarot Sitorus: Ketum PPP Menjadi ‘Politisex Vendor’.
Selama ini Asyari Usman memang rutin menuliskan artikel-artikel politiknya ke akun Facebooknya. Tapi, sejak kasus Jumat lalu (9/2), artikelnya di FB sudah tidak muncul kembali. Redaksi Warta Pilihan mencoba mencari akun Facebooknya tidak ketemu.
Kemarahan Asyari Usman terhadap Romi sebenarnya hal yang wajar. Kepada wartawan, Asyari mengungkapkan,” “Sebagai seorang simpatisan PPP, saya merasa bahwa apa yang saya sampaikan itu adalah bentuk dari keinginan saya untuk ikut memperbaiki dan menurut pikiran saya telah jauh menyimpang apa yang dilakukan pimpinan PPP dalam mempraktikkan politik sehari-hari mereka.” Lebih lanjut ia menyatakan,” Jadi saya tidak melihat itu sebagai pencemaran nama baik tapi sindiran seperti itu perlu disampaikan, perlu dikemukakan kepada masyarakat bahwa kenyataannya seperti itu. Kalau saya mengatakan kalau saya pakai istilah politisi seks vendor ya memang terjadi. Menurut pendapat saya memang terjadi pelacuran politik yang dilakukan oleh pimpinan PPP. Artinya, menjual partai ini dengan murah kepada orang yang membutuhkannya.”
Pada Januari 2018 lalu, Ketua Umum Romahurmuziy menerbitkan surat keputusan penggantian Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP Sumatera Utara, Yulizar Parlagutan Lubis. Surat keputusan itu terbit karena Yulizar dianggap membangkang dan tak mau mendukung keputusan DPP PPP terkait pengusungan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara, Djarot Syaiful Hidayat dan Sihar Sitorus.
Dalam surat keputusan No1559/KPTS/DPP-I/2018 itu disebutkan, posisi Yulizar digantikan oleh Ketua DPP PPP, M Ihsan Nahrowi. Yulizar dianggap tidak menjalankan perintah partai untuk ikut mendaftarkan Djarot-Sihar ke KPUD Sumatera Utara.
Jadi langkah Romi mendukung calon pasangan gubernur/wakil gubernur Muslim dan non Muslim itu yang menimbulkan kemarahan banyak warga Muslim Sumut. Yulizar mengatakan bahwa PPP tidak mempermasalahkan siapapun yang akan diusung menjadi cagub/cawagub Sumut selama beragama Islam. Ia mengatakan bahwa itu adalah aspirasi umat Islam Sumut yang disampaikan melalui PPP. “Kami bertahan bahwa calon kepada daerah Sumatera Utara yang diusung PPP adalah muslim-muslim. Siapapun calonnya, siapapun orangnya kami tidak perduli yang penting muslim-muslim,” kata Yulizar (10/1). Hal itu menurutnya sudah disampaikan langsung pada DPP PPP. Namun Ketua Umum PPP (Romi) tetap mengusung pasangan Djarot-Sihar bersama PDIP. Langkah Romi persis seperti yang dilakukannya 2017 lalu ketika mendukung Ahok-Djarot dalam Pilkada DKI.
Walhasil, langkah Romi atau PPP memperkarakan Asyari ke polisi ini banyak yang mempertanyakan. Sebagai anak muda Ketua ‘Partai Islam’, Romi harusnya membantah tulisan dengan tulisan. Bila ia merasa kurang mampu, toh ia bisa memerintahkan staf ahlinya untuk menulis. Bukan dengan mengadukan penulis yang mengkritiknya ke polisi.
Apakah kepercayaan diri Romi mengadukan ke Asyari ke polisi ini karena beberapa hari sebelumnya ia ‘bermesraan dengan Jokowi’ di mobil? Wallahu a’lam.
Yang jelas, kini publik khususnya pendukung partai Islam, kini tersendat menikmati tulisan-tulisan bernas mantan wartawan BBC yang menyibak politik di negeri ini di media daring. Laptop dan handhpone yang dimiliki Asyari, telah disita polisi. Tapi ‘jiwa wartawan Muslim never die’ dalam menyuarakan kebenaran. Wallahu azizun hakim. II
Izzadina