Tuntutan itu disampaikan puluhan ulama keturunan pendiri NU karena melihat polah dan selebrasi yang dilakukan pimpinan PBNU yang sangat berbahaya dan dianggap keluar dari Khittah NU.
Wartapilihan.com, Jakarta — Merespon peristiwa pembakaran bendera tauhid oleh oknum Banser di Garut beberapa waktu lalu, sejumlah ulama keturunan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) mengadakan Halaqah Nahdliyah Khitthah di Jombang beberapa waktu lalu.
Pertemuan tersebut dimotori oleh KH. Sholahuddin Wahid (Gus Sholah), KH. Hasib Wahab (Gus Hasib Tambak Beras) Jombang, dan dihadiri sekitar 50 orang dari tokoh-tokoh NU struktural maupun kultural.
Ketua Komunitas NU Garis Lurus Luthfi Bashori menyampaikan, pihaknya merasa prihatin bahwa sudah banyak pengikut aliran, paham dan perilaku sesat yang ternyata dilindungi oleh PBNU, seperti kasus Ahok penghina Almaidah-51, saat ia mendapat perlawanan dari umat Islam, ternyata dibela oleh PBNU.
“Seperti juga keberadaan aliran sesat liberalisme yang tumbuh subur di kalangan pengurus NU karena mendapat back-up dari PBNU,” ujar Luthfi.
“Keberadaan Syiah Indonesia juga mendapat dukungan dari PBNU,” imbuhnya.
Padahal, lanjutnya, di jaman Kyai Hasyim Asy’ari, visi dan misi PBNU adalah memberantas aliran sesat, sedangkan saat ini terkesan menjadi pelindung aliran sesat.
“Kami mengharap kepada pihak PP. Tebuireng, atau Gerakan NU Khitthah, untuk menerbitkan ulang secara resmi, tulisan Qonun Asasi NU (Arab & terjemahan), serta Risalah Aswaja karya Mbah Hasyim (Arab & terjemahan) untuk menghindari banyaknya upaya pemalsuan yang dilakukan oleh tangan-tangan Liberal, yang mana mereka sengaja dan berambisi ingin membelokkan dari makna yang sesungguhnya, hingga warga NU menjadi jauh dari ajaran asli para pendiri NU,” papar Luthfi.
Karena itu, ia mengajak warga NU agar kembali ke Khitthah Aqidah Aswaja sesuai ajaran para ulama Salaf dan tidak tergiur dengan pemikiran-pemikiran baru yang bertentangan dengan ajaran para pendiri NU, di samping berupaya mengembalikan visi dan misi keorganisasian NU kepada Khitthat 1926.
“Kami mohon agar para ulama sesepuh NU bersedia menata ulang eksistensi Banom NU, seperti aktifitas Banser yang sering jaga gereja, karena bukan seperti itu Banser didirikan, termasuk kasus yang terbaru dan menjadi sorotan dunia Islam, ada anggota Banser telah membakar bendera Tauhid,” katanya.
Pasalnya, tak hanya umat Islam Indonesia yang marah, warga negara Siriya, Presiden Turki Erdogan, dan lain-lain ikut mengecam aksi pembakaran tersebut. Sayangnya, pimpinan Ansor serta beberapa tokoh Struktur NU malah mencari pembenaran atas ulahnya.
“Masyarakat awam pun bertanya-tanya, Apakah tidak ada sesepuh NU yg berani mengingatkan mereka?,” tanyanya.
Luthfi dan sejumlah mayoritas pendiri NU merasa prihatin terhadap gerakan PKPNU (Pendidikan Kader Pergerakan NU) yang kini dijadikan sebagai alat liberalisasi dan politisasi pemikiran tokoh/kader muda NU.
“Kami berharap NU juga memfasilitasi dan merangkul mayoritas para alumni Timur Tengah (Makkah, Madinah, Yaman, Mesir, Maroko, dan lain-lain) yang beraqidah dan berpaham masih lurus sesuai ajaran Mbah Hasyim Asy’ari, karena Mbah Hasyim Asy’ari juga alumni Timur Tengah yang beraqidah lurus,” tandasnya.
Mereka itu, simpul Luthfi, hakikatnya adalah aset NU, namun jika tidak diwadahi oleh pengurus NU secara baik dan benar, maka mereka akan bergerak sendiri-sendiri. “Sekalipun mereka itu berasal dari keturunan tokoh-tokoh NU,” tandasnya.
Juru Bicara Halaqah Nahdliyah Khitthah Khoirul Anam menambahkan, mayoritas ulama dalam pertemuan tersebut sepakat organisasi NU kembali kepada ketentuan Khitthah 1926.
Dalam konteks Pilpres 2019, kata dia, NU tidak berafiliasi kepada Capres mana pun dalam pilpres 2019. “Warga NU dipersilakan untuk memilih Capres sesuai hati nurani masing-masing,” ujar Cak Anam, sapaan akrabnya.
Adi Prawira