Kekeliruan Jokowi : Indonesia Lebih Membutuhkan Pembangunan, Bukan Pemerataan Kemiskinan

by
Doc.wp

Wartapilihan.com – Selalu muncul kekhawatiran bila penguasa, atau pemimpin dari sebuah negara diduga mekakukan  kesalalahan, seperti Presiden Jokowi dari Indonesia. Jokowi mengatakan bahwa negara membutuhkan distribusi kekayaan yang lebih merata yang saat itu sama sekali bukan masalah. Namun, kenyataanya tidak cukup banyak kekayaan untuk didistribusikan. Dengan demikian, perhatian harus diberikan pada penciptaan lebih banyak kekayaan daripada mendistribusikan jumlah yang tidak memadai yang ada saat ini. Sangat mungkin bahwa, pada titik tertentu, ketidaksetaraan menjadi masalah yang lebih besar, tetapi saya sangat meragukan hal ini di Indonesia:

“Presiden Indonesia pada hari Rabu (16/8) bersumpah untuk melakukan distribusi kekayaan negara yang lebih adil dan menguatkan komitmen baru untuk melindungi keragaman setelah bulan-bulan sebelumnya reputasi negara untuk toleransi dirusak oleh ketegangan agama dan serangan terhadap kaum minoritas.”

Masalahnya adalah bahwa distribusi kekayaan yang ada, terlepas dari apa yang akan diklaim, memberikan efek negatif pada penciptaan kekayaan yang lebih banyak. Dengan demikian, kita perlu memutuskan apakah masalah sebenarnya adalah ketidaksetaraan atau kemiskinan. Jika itu kemiskinan secara keseluruhan, kita harus menyusun peraturan untuk menghasilkan lebih banyak kekayaan dengan mengorbankan ketidaksetaraan itu. Jika ketidaksetaraan adalah masalah yang lebih besar, tentu saja sebaliknya. Yang menurut Anda adalah masalah yang lebih besar adalah masalah “selera” tentu saja. Namun, dengan PDB per kapita di PPP sekitar 11.000 dollar, saya masih memilih kemiskinan sebagai masalah yang lebih besar.

“Dalam pidato kedua, dalam sebuah pidato kenegaraan, Jokowi mengatakan bahwa fokus pemerintahannya tahun ini adalah memastikan bahwa manfaat dari pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 persen dalam beberapa tahun terakhir harus dirasakan oleh semua orang.”

Akan tetapi, kita tahu dua hal tentang interaksi ketidaksetaraan dan pertumbuhan ekonomi. Yang pertama adalah bahwa beberapa ketidaksetaraan meningkatkan pertumbuhan—tidak ada gunanya berjuang untuk maju jika ganjarannya sama dengan tidak berjuang—dan selanjutnya pertumbuhan itu sendiri menciptakan ketidaksetaraan. Sekali lagi, keseimbangan itu, mana yang lebih kita pedulikan, ketidaksetaraan atau kemiskinan yang sedang tumbuh? Menurut hemat saya, seperti dikemukakan di atas, kemiskinan harus diatasi terlebih dahulu daripada ketidaksetaraannya. Di benak saya, hal itu membutuhkan konsentrasi pada pertumbuhan sampai nanti berlanjut pada tahap selanjutnya. Saat ini, Indonesia berada ketika Amerika Serikat berada di tahun 1930-an atau 1940-an, saya cenderung berpikir bahwa orang miskin Amerika telah melakukan yang lebih baik dengan pertumbuhan ekonomi secara umum sejak saat itu daripada apa pun yang telah dilakukan untuk mengurangi ketidaksetaraan. Yang pasti, orang Amerika saat ini hidup lebih baik daripada kelas menengah Indonesia saat ini.

Semua hal ini, seperti yang saya katakan, adalah masalah selera. Namun, ini keliru:

“Presiden Jokowi juga menyoroti kesungguhan pemerintah untuk memastikan bahwa orang-orang Papua yang tinggal di pegunungan dapat memanfaatkan harga bahan bakar dan barang pokok yang sama dengan warga di wilayah lain di Indonesia.”

Jika bahan bakar dan bahan pokok lainnya harganya lebih mahal untuk naik ke pegunungan, bahan bakar dan bahan pokok lainnya harganya harus lebih mahal di pegunungan.

Ada ketegangan antara menginginkan persamaan yang lebih besar dan “biaya gung ho” untuk pertumbuhan PDB dan dengan demikian penghapusan kemiskinan. Soal rasa, iya, tetapi saya katakan bahwa  Indonesia masih harus berjuang untuk pertumbuhan, bukan redistribusi untuk menciptakan persamaan. I
Tim Worstall di forbes.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *