Tahun 2017 lalu, saya berbincang dengan wartawan senior yang lama di luar negeri tentang siapa yang pas jadi capres untuk mengalahkan Jokowi. Dari perbincangan berjam-jam itu akhirnya kita sepakat, Anies Baswedan gubernur DKI, orangnya.
Wartapilihan.com, Depok– Kita berdua pun merumuskan langkah-langkah untuk agar Anies bisa terangkat luas di masyarakat dan diterima partai. Hingga akhirnya kita membuat sebuah website sederhana untuk mempromosikan Anies.
Waktu terus berjalan. Ternyata partai-partai tidak ada yang melirik Anies. Gerindra tetap bersikukuh mencalonkan Prabowo. PKS sempat menyebut-nyebut Anies, tapi tidak bergaung.
Hingga tibalah Ijtima Ulama II, September 2018. Di pertemuan ratusan ulama itu, disepakati bahwa Prabowo calon yang pas untuk presiden 2019-2024. Untuk cawapres, disepakati saat itu untuk mencari ulama. Tapi sayang, dari hasil lobi-lobi ternyata beberapa ustadz yang digadang-gadang ulama, menolak untuk dicalonkan, seperti Ustadz Abdus Somad, Ustadz Arifin Ilham dan lain-lain.
Akhirnya Prabowo memilih Sandiaga Uno. Sempat terjadi ‘keramaian’ kenapa 08 tidak mencalonkan ulama sebagai pendampingnya tapi memilih Sandi. Setelah Prabowo menjelaskan alasannya, koalisi partai pendukung akhirnya menyepakatinya. Dan kini mereka menyadari bahwa Sandi memang sangat tepat mendampingi Prabowo. Muda, kaya, lincah, relijius, cerdas dan kreatif menjadi daya tarik Sandi, sehingga makin mendekati 17 April, angka dukungan ke Prabowo terus menaik. Hingga kini beberapa lembaga survei memprediksi angka perolehan 02 di atas 01.
Cerita lain tentang cawapres, datang dari fihak Jokowi. Di menit-menit terakhir, pendaftaran ke KPU, Jokowi dan timnya telah menunjuk ke Prof Mahfud MD. Bahkan Mahfud mengaku telah menyiapkan baju, skenarionya akan berboncengan dengan Jokowi ke KPU dan lain-lain.
Tapi Jokowi dan timnya berubah total, setelah PBNU mengeluarkan ‘ancamannya’, apabila Mahfud dijadikan cawapres. Dalam pengakuannya di ILC (14/8/2018), Mahfud menyatakan,””Kiai Ma’ruf menyatakan ‘kalau begitu kita tidak bertanggung jawab secara moral atas pemerintahan ini kalau bukan kader NU yang diambil’. Ini kata Muhaimin,“Robikin (pengurus PBNU –pen), bilang begitu ke pers nanti’. Datanglah Robikin, terus didikte kalimatnya sama Kiai Ma’ruf. Didikte memang,” kata Mahfud yang menunjukkan muka kecewanya malam itu di ILC.
000
Begitulah cerita ringkas dua cawapres. Dan kini dari berbagai survei menyebutkan bahwa Sandiaga berperan besar mengerek angka dukungan kepada Prabowo. Sedangkan KH Ma’ruf Amin, mungkin karena usianya, kurang berperan dalam menambah angka dukungan untuk Jokowi.
Prabowo memang tipe pemimpin yang lugas dan ‘nekat’. Ia tidak butuh pencitraan seperti Jokowi yang suka berfoto selfie seperti anak ABG di kampanye-kampanyenya. Prabowo tidak pernah selfie berfoto ria di tiap kampanyenya. Bahkan saking lugasnya Prabowo tidak segan untuk menyebut kata bajingan atau menggebrak-nggebrak meja untuk menunjukkan penentangannya yang keras kepada kezaliman yang terjadi di negeri ini.
Bila kita dari jauh merasakan bermainnya kelompok asing dan antek-anteknya di negeri ini, maka Prabowo merasakannya dari dekat. Anak begawan ekonomi Indonesia ini merasakan bagaimana tahun 1998 ia dituduh sebagai dalang kerusuhan di tanah air dan lain-lain, sehingga ia harus ‘dicopot jabatannya sebagai Pangkostrad’. Ia terpaksa berhijrah berbulan-bulan ke Yordania, menyambangi Pangeran Abdullah (kini menjadi Raja) yang merupakan sahabat lamanya di luar negeri. Prabowo yang bersama adiknya pernah terjun ke bisnis, juga merasakan dari dekat bagaimana bisnis/ekonomi di tanah air mayoritas tidak dikuasai pribumi (umat Islam).
Di Yordania inilah kesaksian dari tokoh MUI/DDII, tokoh PII, KH Kholil Ridwan menarik. Kiyai Kholil menyatakan bahwa sekitar 15 hari ia mendampingi Prabowo di Yordan. Di sana, ia shalat subuh bersama Prabowo dan berbincang tentang berbagai masalah di tanah air.
Prabowo memang nekat. Bayangkan, ketika ceramah di markas Kopassus, Januari 1998 di depan puluhan tokoh-tokoh Islam dan ribuan umat Islam, ia bercerita tentang para pahlawan kemerdekaan yang merebut Indonesia dari tangan penjajah Belanda. “Allahu Akbar-Allahu Akbar-Allahu Akbar,”ucap Prabowo dengan bersemangat saat itu. Tentu hal ini kejadian luar biasa. Karena ‘belum pernah’ dalam sejarah militer Indonesia setelah kemerdekaan, ucapan Allahu Akbar diucapkan di markas elit militer. Meski sebelum kemerdekaan 17 Agustus 1945, para pejuang Islam biasa meneriakkan kata ini untuk mengobarkan semangat dalam berjuang.
Kini Prabowo juga nekat berjanji untuk memulangkan Habib Rizieq, Imam Besar FPI, ke tanah air. Ia tidak peduli banyak tokoh, kelompok non Muslim atau abangan yang benci kepada Habib Rizieq, yang tegas dalam menjalankan amar makruf nahi mungkar di tanah air. Ia merasa bahwa Habib Rizieq adalah tokoh Islam yang harus dibela, karena Habib banyak difitnah, dibully dan dituduh berbagai hal yang ia tidak lakukan.
Sekilas Prabowo-Benny Moerdani
Dalam beberapa kesempatan bertemu dengan tokoh Islam, Ahmad Soemargono (alm), Prabowo menceritakan bahwa di masa Benny berkuasa, anggota-anggota ABRI sulit untuk sholat atau beribadah. Bila ketahuan ada anggota ABRI rajin shalat atau tersandar sajadah di kursinya, maka ia sulit naik pangkat.
Permusuhan Prabowo dan Benny ternyata telah berlangsung lama. Ade Ma’ruf dalam bukunya ‘Prabowo Subianto, Jalan Terjang Seorang Jenderal menulis, “Menurut Kivlan Zen, pertemuan itu mulai terjadi saat Prabowo menjadi staf khusus Menhankam /Pangab Jenderal LB Moerdani (1982-1985). Urusannya kerkaitan dengan ideologi dan agama. “Sebagai staf khusus, Mayor Prabowo Subianto mendapat penjelasan rencana menghancurkan gerakan-gerakan Islam secara sistematis. Prabowo memperoleh informasi ini karena Benny melihat latar belakang bapaknya Soemitro Djojohadikusumo, seorang sosialis dan ibunya seorang penganut Kristen dari Manado. Namun Prabowo merasa tidak cocok dan melaporkan langkah-langkah Benny kepada mertuanya Presiden Soeharto,”tutur Kivlan.
Mengetahui rencananya dibocorkan kepada Soeharto, Benny marah besar. Prabowo, yang telah menjadi Wakil Komandan Detasemen 81 Kopassus, kesatuan elite anti teror, dimutasi menjadi Kepala Staf Kodim. “Ini menimbulkan kebencian dan ketidakberdayaan sangat mendalam Prabowo terhadap Benny,”kata Kivlan.
“Prabowo juga melakukan pendekatan terhadap Komandan Seskoad Mayjen Feisal Tanjung dan Pangdam Brawijaya Mayjen R Hartono. Bersamaan dengan hal itu, Benny menyiapkan penggantinya, mulai dari Letjen Sahala Radjagukguk, Mayjen Sintong Panjaitan, Brigjen Theo Syafei, Kolonel Luhut Pandjaitan, dan Letkol RR Simbolon.”
KIvlan juga menceritakan bahwa pada 1988 muncul kabar Benny ingin menjadi Presiden. Isu panas ini lalu dibahas oleh Kivlan, Prabowo dan kawan-kawan di Restoran Rindu Alam, 12 Februari 1988.”Saya bilang, Wo kamu hadap Pak Harto (minta) copot Benny jadi Pangab sebelum SU MPR tanggal 1 November 1988,”kata Kivlan kepada Prabowo saat itu.
“Wah bahaya, nanti dia kudeta,”ujar Prabowo.
“Kalau dia kudeta kita balas dengan kudeta. Saya pegang satu batalion, si Ismet satu batalion, Sjafrie satu battalion, kau satu batalion. Kalau dia kudeta, kita kontra kudeta. Kita rebut semua ini,”kata Kivlan saat itu.
Tidak berapa lama kemudian, terbuktilah semua ini. Isu keinginan Benny menjadi presiden didengar Soeharto. “Setelah pulang dari Yugoslavia. Pak Harto bilang biar menteri, biar jenderal, kalau dia inkonstitusional akan saya gebuk. Itu laporan saya, karena Benny mau melakukan kudeta. Tahun 1989, Benny pun diberhentikan,”ungkap Kivlan.
Redupnya Benny diikuti tersingkirnya para perwira yang dinilai sebagai “orangnya Pak Benny” seperti Luhut Pandjaitan dan Sintong Pandjaitan.” (lihat buku Ade Ma’ruf).
000
Prabowo memang nekat. Belum pernah ada presiden atau capres yang secara terbuka mengucapkan Allahu Akbar di hadapan umum, tapi 08 melakukannya. Ia seolah-olah kini ingin menegaskan bahwa umat Islam di tanah air layak menjadi tuan di tanahnya sendiri.
Anak Soemitro ini menginginkan demokrasi proporsional di tanah air. Ia menghayati benar perjuangan pahlawan-pahlawan di tanah air dalam mengusir penjajah. Maka tidak heran bila ia memasang lukisan besar Panglima Jenderal Soedirman di kantor/kediamannya di Hambalang. Di situ ia seolah ingin mengatakan bahwa ini lho pahlawan yang perlu diteladani bangsa Indonesia.
Memang Jenderal Soedirman adalah seorang pahlawan besar di tanah air. Di tengah-tengah paru-parunya yang sakit, ia terus bergerilya, berperang melawan penjajah Belanda. Soedirman –mantan guru Muhammadiyah ini- juga sering mengucapkan kalimat Allahu Akbar dalam peperangan. Sehingga tidak heran dalam kampanye-kampanyenya Prabowo sering mengucapkan Allahu Akbar. Prabowo tidak peduli surat dari mantan presiden SBY yang memintanya agar meninggalkan kampanye eksklusif/politik identitas.
Waktu pilpres tinggal enam hari lagi. Lembaga Survei banyak yang menjagokan Jokowi akan menjadi presiden kembali. LSI Denny JA besok (12/4) akan kembali mengumumkan survei nasionalnya. Ia pamer bahwa surveinya selalu tepat memprediksi siapa pemenang pilpres. Mulai dari 2004,2009 dan 2014. Akankah pilpres 2019 anomali?
Ternyata LSI Denny JA –dan banyak lembaga survei lain- pernah melakukan survei yang fatal keliru. Yaitu misalnya pada pada Pilgub DKI. Pada 17 Januari 2017, LSI Denny JA menyatakan bahwa pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno akan tersingkir di putaran pertama Pilgub. Meski kemudian melihat perkembangan, akhirnya LSI Denny JA pada putaran dua Pilgub akhirnya menjagokan Anies-Sandiaga mengalahkan Ahok (13/4/2017).
Maka tidak heran, kini banyak tokoh tidak percaya pada lembaga survai. Bila melihat hasil pilpres 2014, Jokowi meraih 53,15% dan Prabowo 46,85%, maka sebenarnya selisih suara kedua suara capres itu tidak terlalu besar. Kurang 7%. Apakah 2019 ini akan berubah? Mungkin. Mereka yang menyeberang ke Jokowi, mungkin karena tawaran jabatan dan uang. Sedangkan yang menyeberang ke Prabowo, mungkin karena kecewa kebijakan-kebijakan Jokowi selama ini.
Secara akal sehat, biasanya orang tidak akan melakukan perubahan pilihan dalam pilpres kalau tidak ada sesuatu yang ‘sangat mengecewakan’ atau ‘sangat menjanjikan’ dalam dirinya. Para tokoh, memang banyak yang menyeberang je Jokowi, tapi massa rakyat –melihat massa dalam berbagai kampanye pemilu- nampaknya banyak yang pro Prabowo. Lihat misalnya perpindahan pimpinan PPP, Golkar, PBB, mantan Gubernur NTB dan lain-lain, yang ‘mayoritas tidak diikuti pengikutnya’. Maka melihat reaksi masyarakat terhadap Jokowi dan hasil Pilpres 2014, maka diduga, peluang untuk Prabowo atau Jokowi menjadi presiden adalah 50 : 50.
000
Dalam berbagai kampanyenya, tim Jokowi menyatakan bahwa Jokowi ‘lebih shalih dari Prabowo’. Padahal kalau dilihat dari sejarahnya, dua-duanya abangan. Katakanlah Jokowi lebih shalih, apakah Jokowi lantas lebih layak dipilih umat? Menarik membaca buku Siyasah Syariyyah karya ulama besar Ibnu Taimiyah tentang memilih pemimpin. Dalam buku itu dijelaskan mengapa Rasulullah mengangkat panglima perang Khalid bin Walid, padahal banyak sahabat yang lebih shalih dari Khalid. Ibnu Taimiyah mengutip perkataan Imam Ahmad yang menyatakan,”Perihal komandan yang kuat namun pendosa, maka kekuatannya itu untuk (menguntungkan) kaum Muslimin, sedangkan kesukaannya untuk berbuat dosa hanyalah berdampak bagi dirinya sendiri. Sementara komandan yang saleh namun lemah, maka kesalehannya itu hanya berindikasi bagi diri sendiri, sedangkan kelemahannya akan berdampak luas bagi kaum Muslimin. Karenanya, hendaklah berperang bersama komandan yang kuat meskipun dia pendosa.”
Kini, banyak umat Islam kecewa kepada Jokowi, karena memenjarakan aktivis-aktivis Islam yang tidak jelas kesalahannya, seperti : Ustadz Muhammad al Khathath, Ustadz Alfian Tanjung, Jonru, Asma Dewi, Buni Yani, dan Ahmad Dhani. Sedangkan pihak yang pro Jokowi meski sudah dilaporkan ke polisi, tidak ada yang ditindak, kecuali Ahok. Menarik untuk dicatat, tim Prabowo bila menang, berjanji akan mencabut UU ITE, khususnya ‘pasal karet’ yang berkenaan dengan ujaran kebencian.
Di samping juga karena kedekatan Jokowi yang terlalu erat dengan pemerintah Cina (dengan berhutang trilyunan rupiah), mendatangkan ‘ribuan warga Cina’ untuk bekerja di tanah air, menaikkan semena-mena tarif listrik, membubarkan ormas Islam/HTI dan tidak membubarkan ormas non Islam/Gerakan Bersenjata Papua Merdeka, mengampanyekan anti radikalisme dan intoleran (yang nampaknya ditujukan kepada umat Islam), dan lain-lain.
Semoga Allah memberi Indonesia pemimpin terbaik pada 17 April 2019 ini. Dan semoga Indonesia bisa menjadi teladan sebagai negeri Islam dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Amiin. Wallahu azizun hakim. (Izzadina)
Penulis
Nuim Hidayat
Jurnalis Senior