Jilbab dan Nalar Rina Nose

by
foto:https://paluekspres.fajar.co.id

Rina Nose adalah pribadi yang tengah mencari hakikat kebenaran. Tanpa dia tahu apa hakikat kebenaran yang dicarinya.

Wartapilihan.com, Jakarta –Apa yang salah dari Rina Nose yang menanggalkan jilbabnya, setelah sekira setahun dikenakannya? Pertanyaan ini perlu disampaikan pada diri sendiri, terutama, agar tidak ada penghakiman atas haknya memilih melepas jilbabnya.
Itulah pilihan yang dipilihnya, seperti pilihan yang dipilihnya saat setahun yang lalu mengenakan jilbab.

Pilihan memakai dan menanggalkan jilbab adalah hal biasa. Tidak ada paksaan saat memakainya juga saat menanggalkannya. Itu hak pribadinya, yang tidak perlu menjadi bahan perdebatan.

Pilihan ada pada dirinya, yang tentu saat memakai maupun menanggalkannya punya konsekuensi-konsekuensi tertentu.

Saat memutuskan memakai, tentu Rina Nose tahu konsekuensinya, yaitu dia ingin memilih menjadi lebih baik. Meski lebih baik itu juga bisa diperdebatkan …

Dan saat menanggalkannya, dia pun tahu konsekuensi yang akan didapatnya. Hidup, saat memutuskan apa pun itu, mestinya dengan pertimbangan yang matang.
Adalah konsekuensi yang selalu mengiringi perbuatan, apa pun bentuk dan pilihannya. Jadi, ada yang tidak sepakat bahkan mencibir saat Rina Nose memakai atau saat menanggalkan jilbabnya.

Memakai dan menanggalkan jilbab itu harusnya disikapi biasa-biasa saja. Janganlah hal itu ditafsir dengan tafsiran macam-macam, apalagi sampai bentuk penghakiman segala. Itu tidak baik.

Jilbab itu perintah agama bagi setiap wanita muslim (muslimah) yang ingin menjalankan perintah Tuhannya. Maka saat memakainya muslimah sadar bahwa kewajiban itu bagian dari taat pada agamanya. Saat menanggalkannya, muslimah pun mesti sadar bahwa dia telah melawan perintah Tuhannya.

Konsekuensi dari itu semua telah diambil Rina Nose, tentu dengan pertimbangan yang matang. Biarkan semuanya itu jadi risiko yang mesti ditanggungnya.
Pencarian yang Salah
Saat Rina Nose memutuskan memakai jilbab, banyak muslimah hijabers di mana pun meresponsnya dengan sukacita. Namun saat pada suatu acara ajang kontes musik dangdut, dia tiba-tiba, selaku host acara itu, tampil dengan tanpa menggunakan jilbab. Sontak yang melihat perubahannya, terkejut bagai ledakan petir menggelegar yang tanpa disertai hujan.
Rasa kecewa dan bahkan marah bergemuruh di kalangan fansnya. Itu wajar. Kekecewaan dan mungkin kemarahan, harusnya pun disikapi dengan wajar pula. Itu bagian dari penyikapan, itulah konsekuensi serius yang mesti diterimanya.

Mesti dipahami, bisa jadi ada perasaan bergejolak yang menjadikannya memilih memutuskan menanggalkan jilbab itu. Katanya, lebih kurang demikian, “Saat memakainya (jilbab) aku tidak menjadi lebih baik …”

Memang benar, dengan memakai jilbab tidak menjamin muslimah akan lebih baik. Tapi setidaknya ingin memilih lebih baik. Dengan memakainya, maka akan muncul konsekuensi-konsekuensi untuk menjaga aurat dan pergaulannya lebih baik lagi.

Memakai jilbab, itu mesti dimaknai menjaga kecenderungan akan keburukan-keburukan yang muncul. Itu menyangkut syar’i, mana yang boleh dan tidak boleh. Jilbab itu mestinya jadi “pintu masuk” muslimah untuk memulai melakukan perbuatan-perbuatan terpuji.
Rina Nose adalah pribadi yang tengah mencari hakikat kebenaran. Tanpa dia tahu apa hakikat kebenaran yang dicarinya.

Tentu tidaklah perlu menghakimi haknya mencari kebenaran. Meski kebenaran yang dicarinya belum tentu ditemukannya.
Rina Nose tengah berproses, dan itu pilihannya. Bisa jadi dia tidak menyadarinya. Berproses itu semacam bandul jam yang bergerak ke kanan dan ke kiri.
Maka memakai jilbab dan saat menanggalkannya adalah bentuk proses dari bandul nalarnya yang terus coba digerakkan ke kanan dan ke kiri.

Pencarian kebenaran itu tidak mesti didapatnya, semacam melepas burung di genggaman tangan tapi seraya mencoba menangkap burung di udara. Tidak makin mendekat pada kebenaran tapi justru menjauhinya.

Jika itu yang terjadi maka pencarian kebenaran itu cuma isapan jempol, cuma lip service, untuk meneguhkan seolah diri ini sedang berproses mencari hakikat kebenaran.
Saya tak hendak menghakimi Rina Nose karena dia menanggalkan jilbabnya. Sekali lagi itu pilihannya yang mesti ditanggungnya sebagai muslimah. Pilihan sudah dipilihnya …

Hanya saja ada pernyataannya yang menggelitik nalar banyak orang, disayangkan banyak orang, bahwa pikirannya itu menuju pada bentuk “protes” pada agamanya, dan berakhir pada sikap, seolah, untuk apa beragama.

Konon perjalanannya ke Jepang yang cuma beberapa hari dapat menyimpulkan kebaikan-kebaikan negara modern itu yang tanpa mempertentangkan Tuhan, dan tentu tanpa meributkan agama. Dan berakhir dengan pernyataannya, “Kalau hidupmu sudah sebaik ini tanpa agama, lalu kenapa kamu ingin mencari Tuhan?”
Bisa jadi pergumulan batinnya yang sumpek itu, tanpa dia sadari dia telah melawan “institusi” agama, dia melawan Tuhannya, bahwa untuk apa Dia hadirkan agama, jika pemeluknya tidak menjalankan agamanya. Semacam sikap ateisme, bisa jadi tanpa dia sadari.

Jepang menjadi “model” nilai-nilai kebaikan buat Rina Nose. Perjalanan beberapa harinya itu bisa menyimpulkan bahwa negara yang “tidak beragama” itu bisa ramah, tertib, bersih, dan seonggok pujian lainnya. Rina Nose, maaf, yang pendidikannya tidak seberapa, ini memang tidak biasa memotret sesuatu dengan pendekatan yang lebih luas. Dan, itu untuk mendapatkan kesimpulan data yang lebih tepat.

Jepang adalah salah satu negara di dunia yang tingkat depresi penduduknya memuncaki deretan negara-negara maju di dunia. Karenanya, mereka yang depresi berat memilih mati dengan cara yang tidak biasa, yaitu bunuh diri. Angka bunuh diri di Jepang tiap tahun berkisar 30 ribu orang, dan penyebabnya adalah mereka dalam hidupnya tengah kehilangan Tuhan dalam kesehariannya.

Tentu semua tidak berharap pergumulan-pergumulan nalar Rina Nose tidak diterus-teruskannya, jika dia tidak ingin kehilangan Tuhan dalam dirinya. Istighfar menjadi jalan terbaik untuknya. Kita ngemani Rina Nose …*

Ady Amar
Pemerhati Sosial dan Keagamaan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *