Oleh: Dariani, Guru SMPN 3 Asera, Sulawesi Tenggara.
Umat muslim di seluruh dunia telah membuka lembaran baru yakni tahun baru Islam, 1440 hijriyah. Di Bumi Pertiwi sendiri, tahun baru Islam disambut dengan berbagai pawai dan tablig akbar.
Wartapilihan.com, Jakarta –-Para agamawan lebih cenderung memberikan nasihat tentang makna hijrah kali ini untuk umat muslim. Seperti dilansir dalam Republika.co.id, Wakil Sekretaris Majelis Ulama (MUI) Amirsyah Tambunan menilai Tahun Baru 1440 H adalah momen untuk hijrah. Bagi setiap umat yang beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah akan memberikan balasan berupa kemenangan.
Definisi Hijrah
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, secara teologi, Muharram merupakan bulan yang suci. Pada bulan ini diharamkan untuk berperang. Pada bulan ini juga Allah menyelamatkan para nabi dari serangan musuh. Sedangkan secara historis, Muharram merupakan awal kebangkitan Islam. Karena itu, kata Mu’ti, umat Islam menyambut bulan tersebut dengan beragam tradisi. Sebagian dari tradisi tersebut bentuk pengamalan ajaran Islam. Contohnya berzikir dan bershalawat.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud mengatakan, para kiai NU menganggap Muharram sebagai bulan Hijriyah yang ditandai dengan hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah. Hal tersebut mempunyai makna bahwa manusia harus berubah dari sesuatu yang tidak baik ke yang baik.
Pendapat lainnya dikemukakan oleh Munawar Khalil, seorang pakar hadis dan penulis biografi Rasulullah SAW, beliau membagi pengertian hijrah dalam 3 pengertian, antara lain, pertama, pindah dari negeri orang kafir atau musyrik ke negeri orang Islam, seperti terjadi pada diri Rasulullah dan para muhajirin yang meninggalkan Mekkah menuju Madinah, tempat kaum Anshar yang telah menyatakan keislamannya.
Kedua, mengasingkan diri dari bergaul dengan orang kafir atau musyrik yang berlaku kejam dan suka menyebarkan fitnah ke tempat yang aman, seperti yang diperintahkan Rasululullah kepada para sahabat untuk berhijrah dari Mekkah ke Habasyah (Etiopia).
Ketiga, pindah dari kebiasaan mengerjakan perbuatan mungkar (buruk) kepada kebiasaan mengerjakan perbuatan makruf (baik)
Sudahkah Berhijrah Kaffah?
Sebagaimana yang diungkapkan oleh ketiga agamawan di atas. Itulah yang selalu menjadi polemik di benak bahwa setiap tahunnya kita selalu mengungkapkan kata hijrah, namun belum ada yang terinternalisasikan dalam kehidupan kita, khususnya dalam bernegara sebagaimana makna hijrah yang sesungguhnya.
Pada hakikatnya, negara ini masih banyak mengadopsi hukum- hukum KUHP yang dicanangkan oleh negara penjajah yakni Belanda. Di tambah lagi, negara masih bergantung pada negara-negara barat dalam hal politik, ekonomi, dan budaya.
Dilihat dari sisi politik, negara ini mengadopsi sistem demokrasi. Sistem demokrasi ini pun digunakan sebagai alat yang digunakan oleh elit politik untuk mencapai kekuasaan semata. Sehingga hasil dari sistem demokrasi ini telah menyuburkan koruptor kelas kakap dan hotel prodeo, layaknya akhir pengabdian mereka terhadap negeri ini.
Sementara itu dari sisi ekonomi, bangsa ini mengandalkan sistem ekonomi kapitalisme – neoliberalisme sehingga membuat negara semakin terpuruk. Apalagi ketika rupiah terkapar dari dolar bahkan menembus angka Rp. 15.000 per dolar. Tentu saja, dampak dari terkaparnya rupiah melahirkan utang negara yang semakin melonjak.
Namun, di tengah-tengah rupiah terkapar, pemerintah justru menyumbangkan dana ke IMF dan Bank Dunia untuk acara tahunan yang akan diadakan bulan Oktober nanti.
Neoliberilisme telah menganak tirikan kepentingan rakyat dimana kebijakan pemerintah yang lebih memilih untuk mengimpor beras, gula dan garam padahal semua itu telah banyak di hasilkan oleh rakyat. Kebijakan ini hanya menguntungkan importir dan memiskinkan petani dan pengrajin gula serta garam lokal.
Begitu halnya dari sisi budaya, negara yang mayoritas muslim ini telah terpisah dari budayanya hanya karena paham dari kebebasan bertingkah laku yang diadopsi dari demokrasi. Bahkan mereka amnesia dengan ajaran agama Islam dan berusaha menjauhkan diri dari prinsip agamanya, hanya karena popularitas semata.
Seorang muslimah rela menanggalkan sebagian pakaiannya hanya karena ingin mengharumkan nama negeri ini di mata dunia. Sungguh menyakitkan ketika penguasa hanya diam, bahkan mendukung acara-acara yang mempertontonkan hasil serapan budaya barat yang bertentangan dengan budaya ketimuran. Seperti perhelatan, Miss World yang melibatkan putri Indonesia untuk ikut serta dalam acara tersebut. Yang mana dalam acara tersebut diisi dengan penampilan yang menggunakan underware dan bra. Astagfirullah.
Islam Memandang
Islam memahami hijrah adalah berpindah dari satu keadaan menuju ke keadaan lain. Seperti hijrah Rasulullah SAW dari makkah ke madinah, sehingga di madinah menjadi awal kebangkitan Islam.
Hijrah harus di lakukan dengan sebenar-benarnya, tidak boleh setengah-tengah. Hijrah juga dapat memberikan jalan kepada kita untuk lebih dekat dengan Allah SWT, namun kemudian dekat saja belum tentu menjamin kita sudah hijrah yang benar.
Hijrah yang benar ketika kita menerapkan semua perintah dan larangan Allah. Baik dari diri kita, masyarakat, maupun negara. Sehingga hijrah seperti inilah yang dikatakan hijrah Islam Kaffah.
Apa itu Islam kaffah? Islam kaffah bermakna Islam secara menyeluruh. Secara paripurna. Secara sempurna. Layaknya Allah perintahkan dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 208. Perintah kepada kaum mu`minin seluruhnya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kalian mengikuti jejak-jejak syaithan karena sesungguhnya syaithan adalah musuh besar bagi kalian.” (Al-Baqarah : 208)
Memeluk dan mengamalkan Islam secara kaffah adalah perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang harus dilaksanakan oleh setiap mukmin, siapapun dia, di manapun dia, apapun profesinya, di mana pun dia tinggal, di zaman kapan pun dia hidup, baik dalam sekup besar ataupun kecil, baik pribadi atau pun masyarakat, semua masuk dalam perintah ini. “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh).”
Pada ayat yang sama, kita dilarang mengikuti jejak langkah syaithan, karena sikap mengikuti jejak-jejak syaithan bertolak belakang dengan Islam yang kaffah.
Barangsiapa yang berbuat seperti itu, maka sungguh balasannya adalah kehinaan di dunia dan adzab di akhirat nanti lebih keras lagi.
Apakah sudah pernah ada penerapan Islam secara kaffah? Apakah pernah agama Islam ini, sejak awal diturunkan oleh Allah SWT hingga hari ini, pernahkah diterapkan secara kaffah ataukah belum? Islam sudah pernah diterapkan secara kaffah. Islam secara kaffah sudah pernah dipahami dan diamalkan oleh generasi terbaik umat ini, yaitu generasi para shahabat Nabi ridwanallahi ‘alahi jami’an baik secara zhahir maupun secara bathin.
Sehingga, dapat kita simpulkan, bahwa Islam kaffah, yang telah bersifat menyeluruh dari seluruh aspeknya, adalah Islam yang telah diterima oleh para shahabat secara langsung dari Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam dan mereka amalkan di bawah pengawasan Rasulullah SAW, bahkan pangawasan Ilahi secara langsung.
Jika ada sesuatu yang tidak benar atau salah, maka turun ayat mengingatkan tentang suatu peristiwa, atau turun ayat lagi merinci permasalahan tersebut. Pengawasan langsung dari langit yang ke tujuh, yakni pengawasan langsung dari Allah SWT yang menurunkan syari’at ini. Wallahu a’lam bisshawab.