Pionir mubaligh besar Islam yang pertama mendarat di Jawa Barat adalah Syeikh Hasanudih dari Mekah. Ia membangun Pengguron/Perguruan Islamiyah di Krawang pada tahun 1418 M. Yang seterusnya disebut Syeikh Kuro, makamnya hingga sekarang masih ada di Krawang.
Wartapilihan.com, Cirebon –-Beliau adalah Rama Walangsungsang/Pangeran Cakrabuana dan adiknya, Nay Rarasantang (ibunda Sunan Gunung Jati Cirebon), putra-putri mahkota dari negara Pajajaran. Selain itu, Syeikh ldhofi/Syekh Datuk Kahfi dari Bagdad berasai dari Mekah membangun Pengguron Islamiyah di gunung Jati Cirebon pada tahun 1420 M yang seterusnya disebut Syeikh Nurjati, makamnya hingga sekarang masih ada di gunung Jati Cirebon bersama makam seorang muridnya bernama Syeikh Datuk Chafid. Ia adalah Rama guru dari pangeran Cakrabuana Nay Indanggeulis (istri pangeran Cakrabuana), Nay Rara Santang dan Sunan Gunung Jati.
Berikut kisah Prabu Indrawijaya/Arya Wiralodra memeluk agama Islam sambil menyerahkan daerahnya Indramayu, kepada Cirebon (kepada Sunan Jati Cirebon) pada tahun 1528 Masehi yang ditulis kembali oleh PS. Sulendaningrat pada tahun 1984:
Pada suatu hari Sinuhun Jati sedang berada di gunung Jati. Berkata Jeng Sinuhun sambii senyum, “Dipati Kuningan, kepalanya orang Rajagaluh sudah dibawa atau beium? Mana beiengguannya Sang Prabu Rajagaluh?“ Berkata Pangeran Kuningan, “Duhai Rama berkah Daiem sambil semuanya malu, kalau tidal: ada Eyang Kuwu pasti sang putra menemui sengsara besar tetapi putra Dalem masih sanggup jadi Senapati, karena negara Dermayu belum menakluk sekarang putra Daiem mohon idzin. “Lalu berkata Jeng Sunan, “Walaupun orang Dermayu itu jelek rupanya namun baik itikadnya.” Pangeran Kuningan tidak mematuhi, segera mohon pamit meninggalkan tempat itu. Berkata Sunan kali. “Orang Kuningan tanah tinggi. tidak mau merendah, tidak patuh kepada orang tua.” Pangeran Kuningan sudah berada di luar mengumumkan kepada seluruh wadyabala Kuningan maju jalan ke Dermayu dengan berkendaraan kuda si Winduhaji.
Sunan Kali laIu mempersiapkan hidangan menanak nasi di perikuk besi asapnya memasuki gua. Jeng Sunan Jati menamengkan tangannya dari asap itu Sambil menoleh. Berkah Sunan Kali, ‘”Bagaimana sampeyan Dalem berlaku demikian, apakah tidak sedang kepada baunya nasi, nasi ini adalah untuk menjamu tamu Dalem. pasti periuk ini hanya sering diisi”. Ternyata periuk itu nasinya habis. Lalu periuk itu kosong berkelontangan. Berkata Ki Kuwu, “Ya nantinya harus banyak berasnya cuma piring panjang berkaki harus kangan diisi lagi, kalau diisi pasti selamanya harus diisi”.
Diceritakan Sang Prabu Dermayu bernama Prabu lndrawiiaya sedang diseba/mengadakan sidang, seluruh para pembesar dan Patih Danujaya sudah berada di hadapannya. Berkata Sang Prabu, “Menurut kabar negara lndramayu akan diserbu oieh musuh, ialah Dipati Kuningan dengan barisannya akan datang sekarang, siap siagakanlah penjaga keamanan praja Indramaayu, aku akan mencoba Pangeran Kuningan, akan tetapi itu sudah condong/ berhasrat untuk menakluk pada Sunan Cirebon.”
Segera Sang Prabu sendirian bertolak menuiu kali Kamal memasang jimat Oyod Mingmang dan memasang jimat Lembu Tirta di dalam kali/sungai. Sang Prabu lalu merupa diri jadi kidang/rusa kuning, kemudian datanglah Pangeran Kuningan berkendaraan kuda si Winduhaji diiring kleh seluruh pada wadyabala Kuningan datang sudah di kali Kamal.
Tidak lama lalu ada datangnya seekor kidang kuning di hadapan Sang Dipati. Lalu kidang hendak ditangkapnya tetapi menghindar. orang Kuningan ramai-ramai mengepungnya, kidang lalu mencebur ke dalam sungai. Segera Pangeran Kuningan terjun ke dalam sungai, sekonyong-konyong kidang lenyap. Jeng Pangeran ditimpa oleh banjir besar hanyut terbawa air banjir hingga ke laut lepas datang di pulau Menyawak. Tak lama, lalu ada seorang kakek tua menolong Jeng Pangeran sudah didaratkan di pulau Menyawak. Berkata kakek tua, “Hai engkau siapa dan apa maksud engkau hingga timbul tenggelam di iaut. Bersama Pangeran Kuningan, “Dipati Awangga namanya putra Nata/Raja Cirebon, bermaksud menaklukkan orang lndramayu agar memeiuk agama lslam, maka daripada itu mohon sih pertolongannya Kyai. ”Berkata kakek tua, “‘Terimalah jimat cupu yang berisi Tirta Bata, kalau ada karya usapkanlah dengan minyak cupu ini kepada merang atau kerikil pasti iadi wadyabala berjuta-juta, Iekaslah engkau pulang, pakailah ini jukung/perahu kecii datanglah lagi tampat engkau semula”.
Negara sang Pangeran mohon pamit meneruskan perjalanan mengendarai jukung datang sudah di kali Kamal. Orang Kuningan pada bingung mereka mau pulang putar-putar balik lagi di tempat semula lalu jeng Pangeran datang. Barisan Kuningan lekas dipanggil siap untuk terus maju jalan menuju Praja Indramayu, wadyabala Kuningan mematuhi Jang pangeran sudah merasa telah datang di alun-alun Indramayu, berkat wataknya jimat Oyod Mingmang mereka tidak datang di alun-alun Indramayu, akan tetapi sebetulnya mereka telah datang di alun-alun Cirebon karenanya jangan pangeran Kuningan jadi terheran-heran, lalu masuk ke dalam Keraton Pakungwati.
Diceritakan Yang Sinuhun Cirebon sedang bersidang di Sitinggil. Para Wali dan Sultan Demak dan para pangeran, para pembesar dan Dalem Indramayu sudah di hadapannya sedang menyatakan memeluk agama Islam dan menyerahkan Praja Indramayu kepada Sunan Jati Purba Cirebon. Tidak lama lalu Dipati Kuningan datang. Berkata Jeng Sunan Jati sambil senyum, Dipati Kuningan mana tawanan orang Indramayu dan mana Belengguannya?”.
Jeng Pangeran Kuningan semuanya malu, segera harus bertahu. “Berkah dalam selamat sehat, kalau tidak ada kakek tua di Pulau menyawak pasti putra Dalem mati di dalam laut. Berkata Jeng Sunan Jati, Dalem Indramayu sudah berada di hadapan engkau takluknya tanpa perang Dale, sekarang ia sudah memeluk agama Islam sebaiknya engkau bertobatlah”.
Dipati Awangga sangat malu sekali, karena sudah dua kali tidak berhasil mendapat karya. Berkata pangeran Kuningan, Akan tetapi putra DaIem masih sanggup jadi Senapati, mohon idzin untuk menaklukkan para Raja di lain pulau atau para Dipati dan para pembesar yang belum Islam. Berkata Jeng Sunan Jati, ”Tidak usah ditaklukkan Iagi, para Dipati dan para pembesar insya Allah di kawasan tanah Pasundan akan pada takluk sendiri dan engkau apakah yang untuk menjadi kadiran/andalan hendak menaklukkan para Raja, aku masih khawatir. Menjawab Pangeran Kuningan sambil menyembah, ”Hamba mempunyai jimat cupu tirta bala dari piIau Menyawak, wataknya kalau diteteskan kepada kerikil atau merang sekonyong-konyong akan menjadi wadyabala berpuluh ribu berjuta-juta, kalau sampeyan Dalem kurang percaya marilah melihatnya abdi Dalem mencobanya.
Segera Pangeran Kuningan mengumpulkan sebanyak-banyaknya kerikil dan merang lalu merang dipotong-potong lalu ditetesinya dengan jimat cupu tirta bala itu, ternyata sekonyong-konyong ada kejadian berupa wadyabala berpuluh-puluh ribu berjuta-juta hingga penuh berjejal di alun-alun dan di Kota Cirebon.
Hal itu menjadikan Geger orang Cirebon ada wadiabala datangnya sekonyong-konyong. Jeng Sunan Jati lalu membaca doa tolak bala karenanya sekonyong-konyong wadiabala ciptaan itu lenyap, kembali kepada asalnya. Berkata Jeng Sunan Cirebon, “Dipati Awangga, telah aku bacakan doa tolak bala karenanya wadiabala ciptaan itu lenya, jadi tidak ada gunanya yang demikian itu bagi prajurit Awliya”. Dipati awangga Dipati Kuningan bungkam seribu bahasa semuanya sedih. Tidak lama kemudian datanglah para pembesar dan para Dipati dari tanah Pasundan Sukapura dan Krawang bermaksud menaklukan dan memeluk agama Islam. Lalu Kikuwu dipersilahkan setelah mereka membaca sahadat memberi wejangan agama Islam sarengat sang Rasulullah SAW segera mereka diberi wejangan sudah.
Ahmad Zuhdi