Oleh karena permasalahan bangsa yang kian kompleks, para ulama dan tokoh politik berkumpul untuk bermusyawarah dalam merumuskan arah perjuangan bangsa dan Negara.
Wartapilihan.com, Jakarta – Hal tersebut disampaikan Ustadz Yusuf Muhammad Martak, Ketua GNPF Ulama. Yusuf mengungkapkan, tujuan acara Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional bertemakan ‘Kepemimpinan Ulama Bagi Kemaslahatan Bangsa dan Kejayaan NKRI’ ini adalah untuk mengingatkan kita semua dalam mengelola kehidupan bangsa dan Negara, bermasyarakat maupun tuntutan perilaku hidup setiap individu kita sehari-hari, selaku umat Islam, kita telah memiliki pedoman dan way of life bahkan life style.
“Namun sayangnya, pedoman hidup dan petunjuk kehidupan yang bila kita umpamakan ibarat lentera di tengah kegelapan, seringkali kita sendiri yang menutupi cahaya lentera tersebut, sehingga kita sendiri tidak mampu melihat cahaya yag akan menuntun kepada jalan yang haq,” kata Yusuf, Jum’at, (27/7/2018), di Jakarta.
Ia melihat, permasalahan bangsa dewasa ini semakin kompleks. Ia membaca, para ekonom mengatakan, ketimpangan kemakmuran semakin tinggi. Pada Januari lalu, World Economic Forum (WEF) melihat terjadi peningkatan ketimpangan pendapatan dan polarisasi masyarakat; laporan ini juga menyebutkan, semakin lebar kesenjangan antara orang kaya dan miskin menjadi salah satuu penentu kemenangan pemilihan presiden Donald Trump.
“Indonesia berada di posisi keempat negara dengan tingkat kesenjangan tertinggi di dunia, berada di bawah Rusia, India dan Thailand. Padahal, kekeyaan orang meningkat 6 kali lipat selama periode 2000-2016. Namun menurut standar internasional, kekayaan rata-rata orang Indonesia masih rendah,” terang Yusuf.
Belum lagi soal defisit infrastruktur yang masih sangat besar. Bank Dunia memperkirakan, ada deficit insfrastruktur senilai 1,5 triliun US Dolar, Indonesia dalam beberapa tahun ke depan tetap perlu pinjaman dari luar negeri senilai 500 miliar US Dolar per tahun.
Demikian juga denan sistem sekulerisme memaksakan pemisahan antara peran ulama dan peran politikus. Ulama dikatakan, seharusnya mengurus umat saja, tidak perlu mengurus politik. Kegiatan politik seyogyanya diurus politikus dan sebaliknya.
“Islam dipahami bukan saja mengurus agama, tetapi juga peradaban yang luas karena Islam mengajarkan tata kehidupan dengan menyeluruh. Pemimpin Islam pun bukan hanya sebatas seseorang yang bersorban, berjubah, memimpin zikir atau mengimami shalat,” tegas dia.
Dengan demikian, inilah bentuk keprihatinan sehingga ulama perlu berkumpul, bermusyawarah untuk merumuskan arah perjuangan bangsa dan Negara. Ijtima ini adalah bukti kecintaan para ulama dan umat Islam terhadap perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara, baik dalam bidang ekonomi, politik, lembaga dan bidang dakwah.
Di acara yang diselenggarakan GNPF Ulama ini, ia mengimbau kepada tokoh-tokoh politik dari parta PKS, PAN, PBB, Partai Berkarya untuk memberikan komitmennya secara terbuka di hadapan para ulama, para tuan-tuan Guru dan tokoh yang berasal dari seluruh pelosok tanah air untuk mendirikan koalisi keumatan dan kebangsaan agar para ulama dan tokoh nasional dapat mengonsolidasikan kekuatan.
Habib Rizieq Berikan Petuahnya dari Mekah
Dalam kesempatan tersebut, Habib berterimakasih kepada para ulama dan tokoh nasional yang telah datang pada pertemuan.
“Alhamdulilah pada saat ini dalam keadaan sehat walafiat tidak kurang suatu apapun. Semoga para ikhwan peserta ijtima’ semoga senantiasa dalam limpahan rahmat barokah Alloh SWT. Melalui sambutan ini kita menyampaikan apresiasi yg sangat tinggi kepada yang amat kita cintai, para habib dan alim ulama serta tokoh islam dari berbagai daerah,ponpes, majelis taklim, ormas islam dan lembaga daerah,” kata dia.
Menurut Habib Rizieq, Ijtima ini digelar untuk memusyawarahkan persoalan-persoalan bangsa yg urgen dan krusial di bidang dakwah sosial, politik ekonomi. “Musyawarah adalah perintah Allah swt. Ajaklah mereka bermusyawarah dalam mengatasi urusan mereka. Urusan yang penting termasuk bangsa dan negara. Musyawarah juga identitas orang beriman. Selain itu, musyawah mufakat merupakan ciri dan karakter bangsa sejak dulu kala,”kata Ketua Dewan Pembina GNPF ini.
Ia menyerukan, agar ijtima dapat menyatukan partai politik yang selama ini berjuang bersama umat melawan tirain kezaliman.
“Yaitu sadar kita dari Gerindra, PKS pan PBB, sebagai lokomotif perjuangan keadilan. Kita wajib merangkul erat partai baru seperti Idaman yg bergabung PAN dan Berkarya yang kreatif dan potensial. Kitapun harus terbuka untuk partai lain yang ingin bergabung,” pesannya.
Dia juga berharap, penyatuan ini dapat dilakukan sebagai gerakan perjuangan melawan komunisme, liberalism dan Islam Phobia. Lebih lanjut dia berharap, semoga dari ijtima ulama ini akan muncul koalisi tegak dan tangguh yang siap robohkan tembok keangkuhan dan tirani kezaliman.
“Koalisi yang lahir dari rahim ijtima ini akan didukung oleh gerbang umat yg besar yang selama ini silent majority yg termajinalkan,”katanya.
Sementara itu, Ustadz Zaitun Rasmin sebagai salah satu tokoh yang berada dalam acara ini, dengan adanya ijtima diharapkan bisa tersusun kriteria dan mendesak koalisi keumatan agar segera dibangun.
“(Kami hendak membuat) kesepakatan persetujuan bahwa masa depan bangsa, negara, rakyat Indonesia ini harus dipikul bersama oleh para politisi, ulama maupun eksponen bangsa yang lain. Jadi sesi dari ijtima ini mencakup masalah yang luas dari perspektif sosial, ekonomi, dan lain. Semua mengatakan sudah mengkhawatirkan,” tegas dia.
Salah satu politikus Fadli Zon sebagai perwakilan dari Parta Gerindra mengatakan hal senada, yakni soal bagaimana konfigurasi ke depan dalam rangka pemilihan presiden, dan koalisi yang kuat seperti apa.
“Saya kira semangat kita adalah ganti presiden karena banyak hal yang dijanjikan tidak terlaksana dalam empat tahun ini, terkait harga yang tinggi, pengangguran, bahkan kelaparan juga di Maluku. Maka itu kita butuh pemimpin yang kuat.
Pendaftaran capres dan cawapres sebentar lagi, kita memang perlu forum untuk mendengar masukan dari ulama dan masyarakat. Masukan ini penting untuk menjadi pertimbangan terutama bagi partai yang belum menentukan sikap,” pungkas dia.
Ditambah oleh Abdullah Hehamahua, Mantan Komisioner KPK yang turut hadir dalam acara tersebut, ia mengungkapkan, penyamaan persepsi dari tokoh ulama dan politik diperlukan untuk membentuk perspektif masyarakat. “Kedua, bagaimana mengantisipasi kondisi bangsa dan negara di ranah internasional supaya tidak terjadi suatu hal yang mengakibatkan tujuan perjuangan para pendahulu kyai dan ulama jadi sirna,”
Menurut dia, jika Indonesia salah urus kemudian menjadi jajahan, generasi saat inilah yang paling bertanggungjawab terhadap nyawa, fisik, harta.
“Organisasi yang haq tidak diurus dengan tidak baik, tapi kalau tidak dikelola bisa dikalahkan,” tukas Abdullah.
Eveline Ramadhini dan Ahmad Zuhdi