Musuh-musuh Islam telah berbulat tekad untuk menghabisi Madinah dalam sekali serangan. Aliansi musuh tersebut dikenal kemudian sebagai Ahzab (jamak dari Hizb), yang bermakna golongan-golongan atau persekutuan. Quraisy, salah satu musuh bebuyutan Daulah Islam Madinah telah gagal dalam melancarkan perang opini pasca perang Uhud.
Wartapilihan.com, Jakarta —Madinah berhasil mengembalikan wibawanya di jazirah Arab dalam kurun 1,5 tahun. Kaum Muslimin telah berhasil melewati masa-masa sulit pasca kekalahan di Perang Uhud. Ada lagi kekuatan lain, yakni Yahudi. Kedudukan Yahudi di Madinah semakin lemah setelah Bani Nadhir diusir dari Madinah, menyusul pula Bani Qainuqa. Kekuatan Madinah tidak lagi mungkin dihadapi oleh musuh-musuhnya secara terpisah, sehingga dibutuhkan sebuah aliansi kuat untuk menyerang Madinah.
Perang Ahzab atau Perang Khandaq yang terjadi bulan Sywal tahun 5 Hijriyah ini menjadi puncak ketahanan ummat Islam. Tahun-tahun awal di Madinah, kaum Muslimin diterpa kondisi krisis pangan, maka ancaman kelaparan, kekurangan makanan dan tidak punya logistik yang memadai menjadi tantangan yang harus diselesaikan Rasulullah pasca hijrah. Namun demikian, beliau berhasil menghindarkan kaum Muslimin dari bencana kelaparan dengan kebijakan-kebijakan briliannya. Ketahanan umat Islam diuji oleh peperangan dan krisis pangan internal, yang itu semua memuncak di perang Ahzab. Dalam peristiwa yang terjadi karena provokasi Yahudi Bani Nadhir ini terlihat begitu kuatnya daya tahan umat Islam. Sekalipun musuh sangat kuat, banyak, memiliki segala sarananya dan posisinya mengepung Madinah.
Kita bisa menyimak, hanya dalam lima tahun, kepemimpinan Rasulullah SAW telah membuat kaum Muslimin di Madinah sanggup bertahan dalam terpaan krisis dan gempuran musuh. Bahkan yang mengepungnya adalah kekuatan-kekuatan terkuat di jazirah Arab, yakni Yahudi, Ghatafan dan Quraisy Makkah. Perang Ahzab melibatkan pasukan Ahzab (sekutu gabungan) yang terdiri dari 4000 tentara Quraisy, Ghathafan dan kabilah-kabilah kecil Arab yang berjumlah 6000 tentara, dan Yahudi Bani Quraizhah yang mempersiapkan logistik dan cadangan tentara.
Pihak Quraisy turut terlibat Perang Ahzab lantaran diprovokasi oleh Yahudi. Padahal Quraisy sendiri sebelumnya sedang mengalami kekalahan opini, karena tahun sebelumnya mereka tidak mampu menghadirkan pasukan di Badar, saat kaum Muslimin sudah tiba di Badar. Quraisy juga sedang menderita karena krisis ekonomi dan keuangan. Wajar saja karena Perang Badar dan Perang Uhud beberapa tahun sebelumnya menguras harta mereka, modal hasil dagang yang selamat dari kepungan kaum Muslimin yang menyebabkan perang Badar serta ditambah modal dari setahun dagang habis saat Perang Uhud. Meskipun awalnya menang, Perang Uhud bisa dikatakan kegagalan kaum Quraisy karena tidak bisa menghabisi kaum Muslimin.
Bukti dari hal itu ialah, pihak Quraisy Makkah menjanjikan ingin mengadakan duel ulang dengan kaum Muslimin Madinah di Badar, setahun setelah perang Uhud. Justru Quraisy sendiri tidak datang di saat kaum Muslimin sudah siap berperang lagi di Badar, kaum Muslimin tinggal selama beberapa hari menunggu kedatangan Quraisy namun hasilnya nihil. Quraisy enggan memenuhi janji peperangannya. Setelah Quraisy tidak datang, otomatis wibawa Quraisy mulai hancur. Wajar saja, Badar itu wilayah tempat transit lintas perdagangan. Maka informasi cepat tersebar di Badar. Dalam hal opini, kaum Muslimin sudah menang telah dari Quraisy jauh sebelum Fathul Makkah.
Kecerdikan dan keunggulan strategi Rasulullah SAW sekali lagi terbukti di peristiwa Perang Ahzab. Semua kelompok yang mencoba mencaplok Madinah termasuk kabilah-kabilah Arab nomaden bisa diatasi sebelum mereka bergerak. Rasulullah cukup mengutus kelompok-kelompok kecil (pasukan kecil) dan kelompok intelejen demi memecah belah kekuatan musuh. Kegagalan menghancurkan Madinah jelas menjadi tamparan telak bagi Quraisy, Yahudi dan Ghathafan.
Itu semua telah menunjukkan kepada dunia, meski kaum Muslimin diserang berbagai kekuatan kafir di Tanah Arab, namun mereka sanggup bertahan dari serangan aliansi utama tersebut. Oleh karena itu, citra kekuatan Islam semakin menonjol. Logikanya, diserang ramai-ramai kekuatan kafir saja kaum Muslimin bisa bertahan dan menang, apalagi hanya satu kekuatan kafir saja.
Setelah perang yang terjadi kurang lebih sebulan itu, masing-masing pihak kafir sudah habis dalam masalah tenaga, logistik dan harta. Kekuatan musuh-musuh Islam pun jauh melemah. Allah ta’ala sendiri menyebut aliansi musuh sebagai Ahzab, yang bermakna sekutu, golongan-golongan di mana hal itu menunjukkan kelemahan mereka: musuh-musuh Islam tersebut sebenarnya tidak pernah bersatu-padu, mereka menjadi bersatu hanya karena punya musuh bersama, kaum Muslimin.
Perang Ahzab menunjukkan kemenangan gemilang pula secara opini. Di peristiwa inilah kekuatan kaum Muslimin bisa mengalahkan kekuatan utama jazirah Arab, suku Quraisy, Ghathafan, Yahudi Bani Nadhir, dan Yahudi Bani Quraizhah (sebagai pengkhianat kaum Muslimin). Tidak berlebihan jika Nabi SAW pasca kemenangan di perang Ahzab ini menegaskan, “Mulai saat ini mereka tidak akan lagi menyerang kita, melainkan kita-lah yang akan menyerang mereka.”
Ilham Martasyabana, penggiat sejarah Islam