Dr Shalah Abdul Fattah al Khalidi menyajikan analisis menarik tentang kisah Ashabul Kahfi. Ia adalah dosen ahli sejarah Al Quran di Saudi Arabia. Ia salah satu pengagum Sayid Qutb. Dalam bukunya Maa Qashashish Shabiqin fil Quran –diterjemahkan penerbit GIP dengan judul Kisah-Kisah Al Quran : Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu- ia menguraikan panjang lebar tentang surat al Kahfi dari Al Quran yang mulia ini.
Wartapilihan.com, Jakarta –Berikut analisisnya : “Surat al Kahfi merupakan surah naratif yang dipenuhi dengan kisah-kisah itu mendominasinya dan merupakan mayoritas ayat-ayat kisahnya. Yaitu terdiri dari 71 ayat yang tergabung dalam keseluruhan ayat-ayatsurah al Kahfi yang jumlahnya mencapai 110 ayat.
Kisah-kisah yang terdapat pada surah ini ada empat kisah : kisah penghuni goa (ashabul kahfi), pemilik dua kebun bersama sahabatnya yang mukmin, Musa as bersama hamba yang shaleh, dan kisah Dzulqarnain. Kami ceritakan kisah tersebut dalam satu pokok bahasan tersendiri.
Kami berikan pengantar untuk kisah-kisah tersebut dengan sebuah pengantar yang mengenalkan tentang surah al Kahfi dengan menyebutkan situasi turunnya ayat dan ujian yang dilakukan oleh kaum musyrikin dengan pengarahan dari kaum Yahudi –terhadap Rasulullah saw.
Sebagaimana kami juga sebutkan dalam penganta itu analisis dan interpretasi Abul Hasan an Nadwi terhadap surah al Kahfi serta penghayatannya terhadap topik sentranya yang menurutnya terfokus pada pertarungan antara keimanan dan materialism.
Demikian pula dalam pengantar itu kami sebutkan sebagian besar prolog Sayid Qutb yang mengenalkan kisah-kisah tersebut pada tafsirnya, fi Zhilalil Quran yang mengupas tema global dan tema sentralnya yang menyatukan keseluruhan ayat-ayat dan penggalan-penggalannya.
Tema global dan sentral surah itu, sebagaimana analisis Sayid Qutb bertujuan untuk memperbaiki aqidah, meluruskan manhaj pola/konsep pemikiran dan pandangan serta membetulkan nilai-nilai sosial dengan parameter aqidah.
Di sana terdapat sebuah metode analisis terhadap kisah-kisah orang dahulu dan konsep ini disarikan dari Al Quranul Karim, hadits Rasulullah saw, serta interpretasi dari sahabat dan ulama. Kami telah membicarakan konsep ini secara rinci pada buku kesatu yang telah kami terbitkan sebelumnya , yang membahas khusus konsep menceritakan dan menganalisis kisah-kisah Bani Israel. Kami menyarankan untuk merujuk kepada konsep tersebut, yang kami anggap pula sebagai prolog dan sekaligus pengantar buku ini.
Pengamatan terhadap ayat-ayat dalam surah al Kahfi ini adalah komprehensif. Pengajara, pengalaman, dan hikmah yang disarikan darinya sangat beragam, diantaranya masalah keimanan, dakwah, jihad, pendidikan, konsepsi, intelektualitas ilmiah, akhlaq (moral), politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan, industri, geografi, sejarah dan lain sebagainya.
Meskipun demikian kami tidak membicarakan dan meliput seluruh pelajaran, pemikiran menarik, pengalaman dan hikmah yang terkandung di dalamnya karena tidak mungkin bagi seorang pun dapat melakukan hal itu. Oleh karena itu masih diantaranya yang belum kami singgung…
Pembaca yang budiman, inilah beberapa pelajaran dan hikmah yang hadir dihadapan Anda yang disarikan dari kisah-kisah yang terdapat dalam surah al Kahfi. Semoga Anda mendapatkan motivasi, rangsangan, kerinduan yang lebih besar lagi untuk membaa kisah-kisah ini dari surah al Kahfi dan semoga hal ini dapat mendorong Anda untuk senantiasa konsisten dalam membaca surah ini.
Sesungguhnya surah al Kahfi mempunyai karakteristik dan tema yang unik serta memiliki kelebihan dan keutamaan tersendiri. Setiap Muslim disunnahkan untuk membaca surah al Kahfi pada hari Jumat, sebagaimana hal itu dianjurkan oleh Rasulullah saw dalam banyak hadits sebagai berikut :
1. Imam Muslim telah meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dari Abu Darda’ bahwa Nabi saw bersabda : “Barangsiapa yang menghafal sepuluh ayat pertama dari surah al Kahfi, maka akan dilindungi dari (fitnah) Dajjal.”
2. Abu Dawud meriwayatkan dalam dalam kitab Shahihnya dari Abu Darda’ bahwa Rasulullah saw bersabda : “Barangsiapa yang menghafal sepuluh ayat pertama dari surah al Kahfi, maka akan dilindungi dari fitnah Dajjal.
Dalam riwayat lain, “Barangsiapa yang menghafal sepuluh ayat dari penutup surah al Kahfi.” Dalam riwayat ketiga,”Dari akhir al Kahfi.”
3. Tirmidzi telah meriwayatkan dalam kitab Sunannya dari Abu Darda’ ra bahwa Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa yang membaca tiga ayat dari surah al Kahfi maka akan dilindungi dari fitnah Dajjal.”
4. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi telah meriwayatkan dari al Bara’ bin Azib ra,”Ada seorang laki-laki yang membaca surah al Kahfi dan disisinya terdapat seekor kuda yang terikat dengan dua tali, lalu tiba-tiba orang tersebut dinaungi awan yang mengitari dan mendekatinya, dan kudanya berusaha untuk mendekati awan itu. Pada pagi harinya, ia mendatangi Nabi saw dan melaporkan peristiwa itu kepada beliau, maka Rasulullah saw bersabda,”Itulah sakinah (ketenangan) yang turun karena al Quran.”
5. Diriwayatkan oleh al Hakim dalam kitabnya, al Mustadrak, dari Abu Said al Khudri ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa yang membaca surah al Kahfi sebagaimana ia diturunkan, kemudian ia keluar menemui Dajjal, niscaya ia tidak akan dapat diperdaya oleh Dajjal dan tidak akan dapat dikuasai olehnya.”
6. Ibnu Mardawaih dana dh Dhiya’ al Muqaddasi meriwayatkan dalam kitab al Mukhtarah dari Ali ra, ia meriwayatkan dari Rasulullah saw. Beliau bersabda,”Barangsiapa yang membaca surah al Kahfi pada hari Jumat maka ia terlindung sampai delapan hari dari fitnah apapun, dan kalaupun Dajjal keluar, ia akan terlindung darinya.
Hadits-hadits shahih ini menunjukkan bahwa surah al Kahfi mempunyai keutamaan dan keistimewaan yang khusus. Barangsiapa yang menghafalnya dan selalu membacanya setiap hari Jumat maka Allah SWT akan melindunginya dari fitnah materialism dan thaghut, dan dia keluar dalam keadaan selamat lagi kuat, diberi ketetapan agama dan imannya.
Zaman kita sekarang adalah zaman fitnah materialism yang parah, dimana materialisme jahiliyah didewakan dan fitnahnya telah tersebar di kalangan kaum Muslimin, memerangi mereka dengan dahsyat.
Allah SWT melindungi kaum Muslimin yang jujur dalam menghadapi pertarungan dan pertentangan ini, melindungi mereka dengan al Quran. Jika mereka menerima dan menghafalnya, membacanya dengan benar, memahaminya dengan sempurna, memerangi materialism materialism jahiliyah ini dengannya, dan melawan semua itu melalui kebenaran, pemahaman dan ketetapan-ketetapannya.
Surah al Kahfi ini adalah surah yang berisi pertarungan antara iman dan materialism, mempunyai fungsi yang penting dalam berjihad.
Sayid Abul Hasan an Nadwi mengatakan rahasia kekhususan surah ini yang berisi perlindungan dari Dajjal dan yang menyerupainya :
“Sesungguhnya surah ini merupakan surah Al Quran yang unik, dimana kandungan utamanya berisi hal-hal yang berhubungan dengan fitnah akhir zaman yang dipimpin oleh Dajjal. Ia yang menguasai dan membawa panji-panjinya. Juga (surah ini) banyak memberikan penangkal agar dapat mengalahkan fitnah-fitnah Dajjal dan terbebas darinya. Siapa yang meresapi makna-makna surah ini sehingga menelisik dalam hatinya, karena ia menghafal serta banyak membacanya dalam keadaan apapun, maka ia akan terlindung dari fitnah yang menyesatkan dunia ini dan terbebas dari perangkapnya.
Surah ini juga mengandung banyak pengarahan, petunjuk, perumpamaan, hikayat yang menerangkan Dajjal dan personifikasinya di setiap masa dan tempat, dan hal-hal yang menjelaskan dasar-dasar fitnah dan seruannya, mengajak akal dan jiwa untuk memerangi fitnah-fitnah ini, melawan dan menentangnya. Di dalamnya juga terdapat semangat (ruh) yang menggambarkan para pengikut Dajjal dan pemimpin-pemimpinnya, konsep pemikiran mereka, langkah-langkah kehidupan mereka dengan jelas dan akurat.”
Kita tidak akan terlindung kecuali dengan Al Quran, tidak akan selamat kecuali dengan Al Quran, tidak akan tegar kecuali dengan Al Quran, tidak ada kemuliaan dan kebahagiaan bagi kita kecuali dengan Al Quran. Tidak ada pertolongan, kesuksesan dan kemenangan bagi kita kecuali dengan Al Quran dan kita tidak akan memperoleg surga –atas rahmat Alah- kecuali dengan melaksanakan konsep Al Quran ini.
Ya Allah jadikanlah Al Quran sebagai pembimbing hati kami, sebagai cahaya dalam dada kami, sebagai pengusir kegelisahan kami, sebagai ketenangan dalam kesedihan kami. Limpahkanlah kepada kami rizki dalam membacanya, sebagai penerang malam dan penghabisan siang. Berilah kami pengetahuan darinya apa-apa yang kami tidak mengetahui, ingatkanlah kami dari kelalaian, dan jadikanlah ia sebagai hujjah dan syafaat bagi kami pada hari kiamat nanti.
Ya Allah sesungguhnya aku adalah hamba Mu, anak seorang hamba Mu, anak umat Mu, aku berada dalam kekuasaan Mu, ketentuan Mu bagiku amat pasti, ketetapan Mu atasku sangat adil. Aku memohon kepada Mu dengan segala nama Mu, yang dengannya Engkau namai Engkau, yang telah Engkau turunkan melalui kitab Mu atau yang telah Engkau ajarkan kepada hamba Mu. Semoga Engkau jadikan Al Quran sebagai pembimbing hati kami, cahaya dalam dada kami, ketenangan dalam kesedihan kami, dan sebagai pengusir kegelisahan kami.”
Faidah : diriwayatkan oleh Ahmad bahwa Rasulullah saw bersabda : “Äpabila seorang hamba ditimpa kegelisahan dan tidak ingin merasa bersedih maka hendaknya membaca doa ini, niscaya Allah akan melenyapkan kegelisahan dan kesedihannya, dan menggantikannya dengan kebahagiaan.”
Shalawat semoga tercurah atas Nabi Muhammad saw, keluarga dan para sahabatnya.
Pengenalam Surah al Kahfi
Menurut pendapat para ulam tafsir, surat al Kahfi merupkn surah Makkiyh jika ditinjau dari sebab-sebab turunnya Al Quran. Surah ini turun saat memanasnya perang pendapat antara Rasulullah saw dan kaum Musyrikin Quraisy, pada saat berkembangnya pertentangan antara iman dan materialism. Demikianlah keadaan pada saat turunnya surah tersebut secara umum.
Namun demikian, turunnya ayat ini mempunyai sebab yang khusus, para ulama tafsir menyebutkannya dalam buku cerita dan sirah mereka, yaitu sebagai berikut :
Telah dinukilkan oleh Ibnu Ishaq, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Abu Naim dan al Baihaqi dari Ibnu Abbas ra yang mengatakan bahwa orang Quraisy telah mengutus An Nadhr ibnul Harits dan Uqbah bin Abi Muaith kepada rabi Yahudi di Madinah. Kaum Quraisy mengatakan kepada utusan itu. “Tanyakan pada mereka tentang Muhammad, jelaskan sifat-sifatnya, kabarkan mereka tentang ucapannya, sesungguhnya mereka adalah ahli kitab yang pertama dan mereka mempunyai ilmu yang tidak kita miliki.”
Kedua utusan itu pergi ke Madinah, kemudian bertanya kepada para rabi Yahudi tentang Rasulullah saw lalu menggambarkan perintahnya dan sebagian ucapannya.
Para rabi itu itu berkata kepada utusan itu. “Tanyakanlah pada Muhammad tentang tiga hal. Kalau dia dapat menjawab tiga pertanyaan itu, maka dia benar-benar Nabi yang diutus. Jika tidak, dia bohong. Pertama, tentang para pemuda yang pergi di jaman dahulu, bagaimana keadaan mereka, mereka mengalami kejadian yang hebat. Kedua, tentang seorang laki-laki yang melakukan perjalanan mengelilingi bumi, bagaimana ceritanya. Ketiga, tanyakan tentang roh, apakah roh itu.
An Nadhr dan Uqbah kemudian kembali dan menemui orang Quraisy (juga Rasulullah –red), mereka berkata,”Wahai penduduk Quraisy kami datang membawa hal-hal yang membedakan antara kamu dan Muhammad. Para rabi Yahudi itu telah memerintahkan kami agar bertanya tentang tiga hal itu.” Keduanya lalu menceritakan hal itu.
Rasulullah berkata,”Akan kukatakan apa yang kamu tanyakan besok.” Kemudian ia pergi tanpa mengucapkan insya Allah. Rasulullah saw berdiam diri selama lima belas malam, tetapi Allah SWT tidak mengirimkan wahyu, Jibril pun tidak mendatanginya.
Penduduk Mekah kemudian menyebarkan gossip, sementara Rasulullah bersedih karena tidak turunnya wahyu dan merasa gelisah atas apa yang diperbincangkan oleh penduduk Mekah.
Akhirnya Jibril datang dengan membawa surah al Kahfi yang mengobati kesedihan Rasulullah dan menjawab pertanyaan mereka tentang pemuda dan lelaki yang melakukan perjalanan, dan firman Allah,” Dan apabila mereka bertanya tentang roh.”
Orang-orang Musyrikin dan Yahudi bersepakat untuk menguji Rasulullah saw, sehingga mereka mengajukan tiga pertanyaan yang harus dijawab. Surah al Kahfi hanya menjawab dua pertanyaan mereka, yaitu tentang Ashabul Kahfi dan Dzulqarnain.
Adapun pertanyaan ketiga, yaitu tentang roh, surah al Isra’ telah menjelaskan bahwa hal itu adalah urusan Allah, tidak seorang pun yang mengetahui hakikat dan bentknya, karenanya taka da jawaban atas hal itu. “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah : “Roh itu termasuk urusan Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan, melainkan sedikit.” (Al Isra’ 85)
Jadi surah al Kahfi merupakan surah ujian yang diturunkan kepada Rasulullah saw, dengannya, Allah menolong RasulNya. Dia menurunkan Jibril as untuk menolongnya dengan memberi jawaban dan Rasul menyampaikan hal itu kepada mereka, membicarakan kepada mereka tentang ayat tersebut. Rasulullah akhirnya berhasil atas pertolongan dan rahmat Allah SWT.
Tentang ujian yang ada dalam surah itu, ayat-ayat itu juga menegaskan bahwa jawabannya datang dari Allah. Dialah yang membacakannya kepada Muhammad agar ia menyampaikannya kepada manusia.
Mengenai Ashabul Kahfi, Allah berfirman,”Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya.”
Mengenai Dzulqarnain, Allah berfirman,”Mereka akan kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain. Katakanlah : “Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya.”
Mengenai roh, Allah berfrman,”Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah,”Roh itu termasuk urusan Tuhanku.”
Pertentangan antara Iman dan Materialisme
Sayid Abul Hasan an Nadwi telah mempelajari surah al Kahfi dan mendapatkan benang merah yang jelas tentang kandungan ayat dan pokok pikiran antara semua cerita yang ada di dalamnya. Ia mengatakan,”Aku menyimpulkan bahwa keseluruhan surah ini mengandung satu tema, aku menamakannya antara iman dan materialism atau antara Penguasa Mutlak ala mini, Allah, melawan karakter dan sebab-sebab.” Aku mendapatkan bahwa semua petunjuk, hikayat, nasihat dan perumpamaan-perumpamaan dalam surah ini berkisar tentang hal ini, baik secara jelas maupun samar.”
Selanjutnya ia mengatakan bahwa surah al Kahfi merupakan kisah pertentangan antara dua paham, akidah dan kejiwaan, antara iman terhadap materi dan iman terhadap Yang Ghaib, Allah. Juga berisi keterangan tentang akidah, amal, dan akhlaq dalam setiap faham.
Sayid an Nadwi menyebutkan hakikat ini dalam kitabnya Taamulat fi Surah Kahfi, dimana ia mengemukakan cerita yang terdapat dalam surah ini : Ashabul Kahfi, pemilik dua kebun, Musa dan seorang hamba yang shaleh dan Dzulqarnain. Dengan demikian, ia telah memperlihatkan benang merah dan tema umum yang menyatukan cerita-cerita itu. Ia juga menjelaskan perumpamaan pertarungan antara iman dan materi, pertarungan antara paham materialisme yang mempercayai sebab-sebab materi yang mendasar dan paham keimanan yang mempercayai hakikat ketuhanan yang ghaib, dan menangnya paham yang terakhir di seluruh detail surah ini.
Roh Surah dan Kuncinya
Setelah Sayid an Nadwi mendapatkan benang merah dan tema umum surah ini, ia membahas ayat-ayat surah ini untuk menemukan sebuah ayat yang menggabungkan semua ayatnya , seakan-akan ayat tersebut adalah roh atas semua ayatnya. Akhirnya ia pun menemukannya.
Ini terdapat dalam kisah pemilik dua kebun, dalam pembicaraan antara pemilik kebun dan temannya yang mukmin, yaitu dalam ucapan sahabatnya yang mukmin,”Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu,”Maasyaa Allah, laa quwwata illa billah.” (al Kahfi 39). Roh dan kunci surah ini terdapat dalam firman Allah,”Maasyaa Allah laa quwwata illa billah, Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.”
Artinya hanya kehendak Allah yang mewujudkan apapun yang dikehendaki Allah pasti terwujud. Sebaliknya, apapun yang tidak dikehendakiNya tidak mungkin terjadi. Apapun yang dikehendaki Allah, pasti ada, yang tidak dikehendakiNya tidak mungkin ada.
Tidak ada kekuatan kecuali kekuatan Allah Yang Maha Suci. Setiap kekuatan yang menjauhi Allah, menentang dan melawanNya, akan hilang lenyap. Semua kekuatan yang tidak bersumber dari Allah adalah lemah dan merusak. Kekuatan yang bermanfaat dan baik adalah yang bersumber dari Allah, terikat denganNya dan mengarah padaNya.
Maasyaa Allah, laa quwwata illa billah, roh ini mengalir dalam semua ayat dan potongan surah ini. Maknanya terimplikasikan dalam setiap ayatnya, yaitu dalam kisah Ashabul Kahfi, pemilik dua kebun, Musa dan hamba yang shaleh, dan Dzulqarnain.
Pendapat Sayid Qutb tentang Pengertian Surah al Kahfi
Sayid Qutb mempunyai pemahaman yang baik yang disampaikan dalam permulaan tafsirnya terhadap surah al Kahfi, ia memberi definisi surah dan menjelaskan tema umumnya. Di sini disebutkan ringkasan definisi tersebut karena sesuai dengan pembahasan kita tentang cerita-cerita dalam surah tersebut.
Dikatakan bahwa kisah merupakan bentuk mayoritas dalam surah al Kahfi. Pada bagian awalnya terdapat kisah Ashabul Kahfi, sesudahnya kisah pemilik dua kebun, kemudian kisah Adam dan Iblis, di pertengahannya terdapat kisah Musa bersama hamba yang shaleh dan akhirnya kisah Dzulqarnain. Sebagian besar ayat-ayatNya memuat kisah-kisah ini, yaitu dalam 71 ayat dari keseluruhan ayat yang berjumlah 110. Sisanya berisi komentar atau ulasan tentang kisah-kisah itu.
Di samping itu, terdapat pula sebagian gambaran tentang hari kiamat dan sebagian tentang kehidupan yang menggambarkan pemikiran dan makna sesuai dengan ungkapan al Quran. Tema-tema pokok surah ini adalah :
1. Perbaikan aqidah
2. Perbaikan pola pikir dan pandangan, dan
3. Perbaikan nilai-nilai aqidah
Perbaikan Aqidah
Hal ini terdapat di awal dan akhir surah. Pada awal surah, Allah berfirman,
“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hambaNya Al Kitab (Al Quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya, sebagai bimbingan yang lurus untuk memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal shaleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik, mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata,”Allah mengambil seorang anak.” Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka, mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.” (al Kahfi 1-5)
Pada penutup surah, Allah berfirman,”
“Katakanlah,’Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku, ‘ Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (al Kahfi 1-10)
Tema ini disinggung berulangkali dalam surah ini, bahkan dalam surah-surah lain,
Pada kisah Ashabul Kahfi, para pemuda yang beriman itu berkata,”Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi, kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (al Kahfi 14)
Mengomentari hal itu Allah berfirman,”Tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain dari Nya dan Dia tidak mengambil seorang pun mengambil sekutuNya dalam mengambil keputusan.” (al Kahfi 26)
Dalam kisah pemilik dua kebun, orang yang beriman berkata kepada temannya,” Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya — sedang dia bercakap-cakap dengannya: “Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku.” (al Kahfi 37-38)
Sebagai jawaban, Allah SWT berfirman,” Dan tidak ada bagi dia segolonganpun yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya. Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Dia adalah sebaik-baik Pemberi balasan.” (al Kahfi 43-44)
Diantara ayat yang menggambarkan hari Kiamat adalah firman Allah, Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Dia berfirman: “Serulah olehmu sekalian sekutu-sekutu-Ku yang kamu katakan itu”. Mereka lalu memanggilnya tetapi sekutu-sekutu itu tidak membalas seruan mereka dan Kami adakan untuk mereka tempat kebinasaan (neraka).” (al Kahfi 52)
Juga firmanNya yang lain,”Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka Jahannam tempat tinggal bagi orang-orang kafir.” (al Kahfi 102)
Perbaikan Pola Fikir dan Pandangan
Adapun perbaikan konsep pemikiran dan pandangan, tampak jelas pada penolakan terhadap pernyataan kaum Musyrikin yang menyatakan hal-hal yang tidak mereka ketahui dan tidak mempunyai bukti terhadap apa yang mereka katakan.
Disebutkan dalam surah itu,” Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata: “Allah mengambil seorang anak”. Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.” (al Kahfi 4-5). Para pemuda penghuni gua itu (Ashabul Kahfi) mengatakan,” Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?” (al Kahfi 15)
Ketika mereka bertanya-tanya tentang lamanya mereka tinggal di dalam gua, mereka menyerahkan hal ini kepada Allah SWT,” Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)”. Mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”. Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.” (al Kahfi 19)
Dalam kedua kisah itu terdapat penolakan terhadap pendapat yang menyebutkan jumlah mereka, yang merupakan terkaan terhadap hal yang ghaib,
“Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: “(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya”, sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: “(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya”. Katakanlah: “Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit”. Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka.” (al Kahfi 22)
Juga dalam kisah Musa bersama orang yang shaleh, ketika ditampakkan kepadanya rahasia tindakannya yang diingkari oleh Musa, ia berkata,”Sebagai rahmat dari Tuhanmu, bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri.” (al Kahfi 82)
Perbaikan Nilai-Nilai dengan Parameter Aqidah
Hal ini terdapat dalam tempat yang terpisah-pisah, yang mengembalikan nilai-nilai kebenaran kepada iman dana mal shaleh. Nilai-nilai keduniawian yang membutakan pandangan dianggap tidak ada. Segala perhiasan yang ada di bumi hanyalah sebagai ujian dan cobaan, pada akhirnya semua itu akan hilang dan lenyap,
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus.” (al Kahfi 7-8)
Perlindungan Allah SWT itu lebih luas, meskipun manusia berlindung di dalam gua yang sempit dan pengab. Para pemuda Ashabul Kahfi yang mukmin itu berkata setelah mengasingkan diri dari kaumnya,
“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. “ (al Kahfi 16)
Ayat ini ditujukan untuk Rasulullah saw agar ia bersabar dengan orang yang beriman, tidak memperdulikan keindahan dunia dan orang-orang yang lalai kepada Allah SWT.
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (al Kahfi 28)
Sementara itu kisah pemilik dua kebun menggambarkan bagaimana orang-orang mukmin menang melawan harta dan perhiasan serta bagaimana pemilik harta yang tamak dan rakus itu menghadapi kebenaran, menyesalinya karena melupakan Allah,
“Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya — sedang dia bercakap-cakap dengannya: “Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku. Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan, maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari pada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu; hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin; atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi.”
Setelah kisah ini dibuat suatu perumpamaan tentang kehidupan dunia dan bagaimana cepatnya ia lenyap setelah dihancurkan,
“Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (al Kahfi 45)
Setelah itu terdapat penjelasan tentang nilai-nilai yang hilang dan nilai-nilai yang tetap abadi,” Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (al Kahfi 46)
Dalam kisah ini Dzulqarnain disebutkan bukan karena dia seorang raja, tetapi karena amal shalehnya. Diceritakan bahwa ketika kaum yang hidup antara dua dinding memintanya untuk mendirikan sebuah dinding agar dapat melindungi mereka dari Ya’juj dan Ma’juj, mereka memberinya harta, tetapi Dzulqarnain menolak harta pemberian itu karena pemberian Allah lebih baik dari harta mereka. “Dzulqarnain berkata,”Apa yang dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik.” (al Kahfi 95)
Saat dinding itu selesai dibangun, Dzulqarnain mengembalikan semua itu pada Allah, bukan karena kemampuannya.” Dzulkarnain berkata: “Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar”. (al Kahfi 98)
Pada akhir surah disebutkan lagi tentang orang yang paling rugi perbuatannya, yaitu orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah dan perjumpaan denganNya, orang-orang yang tiada berat amalnya dan tidak bernilai, meskipun mereka mengira bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
“Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.” (al Kahfi 103-105). II
Nuim HIdayat Dachli