Globalisasi Dan Terapi Kejiwaan

by

Oleh: M. Faris Ranadi

(Santri PRISTAC, PP at-Taqwa Depok) 

Seorang peraih nobel yang bernama Rene Dolo menuliskan dalam bukunya yang berjudul “Kemanusiaan Manusia”: “Kita sekarang hidup pada zaman yang membuat gelisah dan tidak meragukan lagi bahwa jasa ilmu dan teknologi telah membuat manusia makin bertambah makmur, tetapi hal tersebut tidak menjadikan bertambahnya kebahagiaan dan ketenangan. Bahkan sebaliknya, yang terjadi hanya bertambahnya kegelisahan, kemalasan, dan gangguan-gangguan jiwa yang menyebabkan hilangnya arti penting dalam kehidupan ini.” (Dikutip dari Ahmad Syawqi Ibrahim, Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah Hadits Nabi, Hakikat Jiwa Manusia, Bandung: Sygma Creative Media Corp, 2014, hlm.74.)

WartaPilihan.com, Depok– Jika kita membaca tulisan Rene Dolo diatas, maka kita dapat menyimpulkan efek modernisasi telah membuat jiwa manusia menjadi rusak dan terganggu. Jiwa manusia di zaman modern tengah diliputi oleh kegelisahan, kemalasan, dan penyakit-penyakit jiwa yang membuat mereka melupakan nilai-nilai moral kehidupan.

Globalisasi memang menyisakan dampak  negatif bagi perkembangan etika moral masyarakat kita. Pengaruh arus informasi yang deras tanpa batas dan mudah di akses baik melalui internet, handphone dan media lainnya, telah menjadikan anak-anak kita tumbuh dengan tidak sesuai fitrahnya. (Lihat, Ahmad Alim, Studi Islam I: Akidah Akhlak, Bogor: Pustaka Al-Bustan, 2012, hlm. 66).

Sebagian ahli kesehatan di Barat menyebutkan bahwa dari 1 juta jiwa ada 20 ribu jiwa yang keluar-masuk rumah sakit penyakit jiwa, 500 jiwa bunuh diri tiap tahunnya, dan 75% pemudanya mengonsumsi narkotika, bahkan mereka menjadi pecandu. (Ibid, hlm. 75).

Pendidikan Hati

Penyakit jiwa sudah dikenal sejak zaman Mesir kuno. Dalam manuskrip-manuskrip yang ditulis pada 1500 SM, ditemukan bahwa mereka (orang-orang Mesir kuno) itu banyak membuat catatan tentang penyakit jiwa dan metode penyembuhannya. Contohnya adalah seorang dokter Mesir kuno yang terkenal bernama Amtuhb yang hidup pada 2850 SM. Dia mengobati pasiennya dengan sugesti jiwa dan dengan membaca mantra-mantra. (Ibid, hl,. 74).

Metode penyembuhan Amtuhb dengan cara sugesti jiwa ini kurang lebih mirip dengan metode psikologi zaman sekarang. Tentu cara ini kurang tepat bila digunakan oleh kaum Muslimin. Dunia modern juga tidak mempercayai takhayul seperti mantra-mantra dan lain sebagaiannya.

Oleh karena itu, bagi seorang muslim, cara yang benar untuk memperbaiki jiwa ialah dengan cara pendidikan hati dan akhlak. Menurut Imam al-Ghazali, dalam kitabnya yang terkenal, Ihya ‘Ulumuddin, yang dimaksud ‘al-Qalb’ (hati’), bisa menunjuk pada anggota khusus yang berada dalam tubuh manusia yang memompa aliran darah; bisa pula menunjuk pada kelembutan Rabbaniah ruhaniah yang bertempat di qalb ini. (Ali Abdul Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, hlm. 62).

Jadi, ‘hati’ adalah benda yang bersifat lembut yang digunakan manusia untuk merasakan keagungan Allah. Juga, untuk mengenal mana perbuatan baik dan buruk. Jika hati seseorang mati, maka mereka akan terkena penyakit jiwa. Sebab, mereka tidak dapat merasakan nikmat-nikmat yang telah Allah berikan. Mereka juga tidak dapat merasakan mana yang baik dan buruk, karena mereka menganggap semua perbuatan sama saja, asalkan tidak merugikan orang lain.

Sementara, akhlak secara istilah Muhammad Abdullah Darraz adalah sesuatu kekuatan dari dalam diri yang berkombinasi antara kecenderungan pada sisi yang baik (akhlâqul karîmah) dan sisi yang buruk (akhlâqul madzmûmah). (LihatAhmad Alim, Studi Islam I: Akidah Akhlak,  hlm. 68).

Maka, jika akhlak seseorang menurun, bukan tidak mungkin mereka akan berbuat buruk dan tidak ragu-ragu akan hal itu. Apalagi jika hati mereka mati, mereka tidak akan merasa bersalah atas perbuatan buruk itu.

Karena itu, pendidikan hati dan akhlak adalah pendidikan yang dilakukan untuk menghidupkan kembali hati dan akhlak seseorang dan mengembalikannya ke fungsi hakikatnya. Pendidikan hati dan akhlak bertujuan agar manusia kembali dapat berpikir dengan hati untuk menilai mana yang baik dan benar serta bertindak dengan akhlak yang karîm.

Penyebab penyakit jiwa adalah pembenaran terhadap nilai-nilai yang salah. Jika jiwanya mau sehat, maka seseorang harus meninggalkan penyebabnya. Caranya adalah dengan menghidupkan nilai-nilai agama yang benar pada setiap jiwa manusia dan kembali menuju Allah SWT.

Itulah yang dikabarkan Allah SWT dalam al-Qur’an Surat al-Isra ayat 82: “Dan Kami turunkan dari al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian.”

Pendidikan hati dan akhlak haruslah berasaskan agama Islam. Karena pada hakikatnya, hati membutuhkan makanan ruhani, agar jiwa bisa merasa tenang lagi bahagia. Dengan pendidikan akhlak yang benar, akan terbentuk akhlak mulia (akhlaqul karimah), yang haruslah dilandaskan pada syariat Islam.

Wallahu A’lam. (PRISTAC, 21 Februari 2019).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *