Membahas peristiwa kelahiran Rasulullah Muhammad SAW, tidak lengkap rasanya tanpa menerangkan penyerangan pasukan gajah (Ashabu Al-Fiil) pimpinan Abrahah ke Makkah. Kala itu jenderal Habasyah itu bertujuan menghancurkan Ka’bah.
Wartapilihan.com, Jakarta –Mengingat kelahiran Rasulullah pikiran kita langsung mengingat tahun gajah, tahun penyerangan tentara Abrahah ke Makkah. Tetapi motif Abrahah mengerahkan Ashabul Al-Fiil bukan hanya menghancurkan Ka’bah semata, Allah SWT sendiri berfirman “Alam yaj’al kaydahum fii tadhliil” (QS Al-Fiil: 2) Kata kayd yang bermakna tipu daya.” Imam Ar-Razi menerangkan dalam Mafatih Al-Ghaibnya, “Meski rencana Abrahah menyerang Ka’bah diumumkan secara terbuka, tapi menariknya, Allah SWT menyebut gerakan Abrahah tersebut sebagai “kayd” (muslihat) atau tipu daya, untuk mengisyaratkan bahwa ada motif tersembunyi yang lebih strategis dan penting.”
Katedral Al-Kullays yang dibangun Abrahah sesungguhnya berupa eksploitasi agama untuk kepentingan politiknya, dalam hal ini untuk kepentingan politik negeri Kristen Habasyah, di mana Abrahah sebagai gubernur Yaman merupakan bawahan langsung An-Najasyi raja negeri Habasyah (Ethiopia saat ini). Negeri Yaman sebelum Aryath dan Abrahah menyerang merupakan negeri di bawah pemerintahan Himyar, yang loyal ke imperium Persia.
Menguasai Yaman oleh Najasyi, raja Habasyah, merupakan perhitungan politik. Yaman di masa itu punya kekuatan politik cukup kuat karena bersekutu dengan Persia. Kalau hanya motif ekonomi, menguasai Makkah adalah pilihan yang masuk akal, tetapi nyatanya Habasyah mencaplok Yaman serta mengalahkan pemerintahan Himyar secara telak, sekutu Persia. Ternyata ada hubungannya dengan persekutuan Habasyah dengan Byzantium. Byzantium kala itu diduga mengarahkan An-Najasyi agar membuat kebijakan yang akan melemahkan pengaruh Persia di Yaman. Di sisi lain sekaligus membalas dendam, lantaran Himyar telah membunuh puluhan ribu penduduk Nasrani yang berkomitmen dengan agamanya. Intrik-intrik politik Romawi dan Persia kini ada di balik peristiwa penyerangan Aryath dan Abrahah (dua bawahan An-Najasyi) ke Yaman.
Singkat cerita ketika Aryath berhasil berkuasa di Yaman atas nama Habasyah, Abrahah merebut kekuasaan dari Aryath dengan cara membunuhnya. Padahal Abrahah sendiri tadinya bawahan Aryath. Abrahah itu seorang yang ambius dan licik, tetapi juga cukup hebat berdiplomasi. Itu sebabnya sekalipun telah membunuh wakil Najasyi di Yaman tersebut, Abrahah akhirnya tetap mendapat restu dari An-Najasyi sendiri.
Kembali ke motif serangan Abrahah ke Makkah. Abrahah merupakan seorang perwira tinggi Habasyah jauh sebelum berkuasa di Yaman. Sebagai pemimpin negara satelit Habasyah, dengan tujuan menghancurkan Ka’bah melalui penyerangan pasukan bergajahnya itu, Abrahah bukan sekedar akan memindahkan pusat keagamaan bangsa Arab dari Makkah ke negerinya di San’a Yaman, tetapi juga memindahkan pusat keramaian, ekonomi dan kehormatan ke negerinya (Yaman). Itu pula motif ia membangun Al-Kullays tadi. Dapat dipahami, semua pusat ekonomi Arab di masa jahiliyah sangat identik dengan tempat ibadah.
Katedral al-Kullays yang dibangun Abrahah itu bahannya dibuat dari bendungan legendaris Yaman, Al-Ma’rib yang hampir berusia 2000 tahun. Abrahah telah menyiapkan ‘pengganti Ka’bah’ dengan matang sekaligus rencana menghilangkan pengaruh Persia di jazirah Arab dengan menghancurkan berhala-berhala bangsa Arab yang kala itu banyak diimpor dari Persia. Abrahah terlibat intrik politik dua negara adidaya, geopolitik dan ekonomi di jazirah Arab, khususnya di Yaman yang menjadi tempat bagi Romawi Byzantium dan Persia untuk saling berebut pengaruh. Wajar saja mengingat dua negera itu merupakan adidaya di masanya.
Habasyah sebagai negeri asal Abrahah memang berpihak ke Romawi Byzantium, serta kerajaannya sendiri memang di bawah pengaruh Romawi Bizantium (negara satelit), salah satunya karena persamaan aqidah Nasrani meskipun tidak bersekte sama dengan Kaisar Romawi. Berbeda dengan Persia yang murni paganisme menyembah dewa-dewa dan beragama Zoroaster (Majusi).
Selain Habasyah dan Yaman, Romawi Byzantium di kala itu telah memiliki seorang sekutu di Makkah yang telah memiliki aliansi dengan mereka, yakni Ustman bin Huwarits, seorang tokoh Makkah yang masih kerabat dengan Khadijah binti Khuwailid istri Rasulullah SAW. Utsman sempat dipersiapkan untuk menjadi pemimpin Makkah di bawah kendali Romawi. Ia hampir menjadi raja di Makkah karena loyalitas dan sekutunya pada Kaisar Romawi, namun hal itu tidak pernah terjadi lantaran Quraisy adalah suku yang tidak pernah mau tunduk begitu saja pada siapa pun. Kendati pada negara adidaya saat itu. Utsman pun ditolak kaumnya untuk memimpin. Tetapi untunglah, Ka’bah di Makkah yang kala itu dijadikan pusat keagamaan paganisme Arab pun hampir saja dihancurkan jika Allah tidak menjaganya melalui burung-burung yang membawa batu-batu pelumat. Waktu itu burung-burung tersebut menghancurkan pasukan bergajahnya Abrahah. Kekuatan Kristen Yaman pun hancur, sehingga beberapa waktu kemudian Persia berhasil mengambil-alih pengaruh politik kembali di Yaman.
Ilham Martasyabana, pegiat sejarah Islam