Wilayah yang mengalami pembakaran bertambah dengan panjang sekitar 100 km. PBB mengutuk keras tindakan militer Myanmar. Dunia menyerukan penghentian genosida yang terjadi.
Wartapilihan.com, Rakhine –Data satelit yang diakses oleh badan HAM menunjukkan kebakaran meluas di setidaknya 10 wilayah di negara bagian Rakhine, Myanmar, setelah sebuah tindakan militer terhadap populasi Muslim Rohingya di negara tersebut.
Warga dan aktivis menuduh tentara menembak tanpa pandang bulu pada pria Rohingya yang tidak bersenjata, wanita dan anak-anak, serta melakukan pembakaran.
Namun, pihak berwenang di Myanmar mengatakan bahwa hampir 100 orang telah terbunuh sejak Jumat (25/8) ketika orang-orang bersenjata, yang dilaporkan berasal dari Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), meluncurkan serangan subuh hari di pos terdepan polisi di wilayah yang bergolak.
Pihak berwenang Myanmar mengatakan bahwa “teroris ekstremis Rohingya” telah menetapkan baku tembak saat berperang dengan pasukan pemerintah, sementara Rohingya menyalahkan tentara yang telah melakukan pembunuhan di luar hukum.
“Pemerintah Burma ( Myanmar) harus memberikan akses kepada pemantau independen untuk menentukan sumber-sumber kebakaran dan menilai dugaan pelanggaran hak asasi manusia,” Human Rights Watch (HRW) mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa (29/8).
Area keseluruhan tempat pembakaran ditemukan adalah 100 kilometer panjangnya, kira-kira lima kali lebih besar daripada area tempat pembakaran oleh pasukan keamanan Myanmar yang terjadi dari bulan Oktober sampai November 2016, kata Human Rights Watch. Pada periode tersebut, sekitar 1.500 bangunan hancur.
Keterangan Saksi
Lokasi kebakaran berkorelasi dengan beberapa pernyataan saksi dan laporan media yang menggambarkan bahwa pembakaran tersebut dengan sengaja dilakukan.
“Dari data satelit baru ini mestinya mendorong badan-badan PBB untuk mendesak pemerintah Burma mengungkapkan sejauh mana kehancuran yang sedang berlangsung di Negara Bagian Rakhine,” Phil Robertson, Wakil Direktur HRW di Asia, mengatakan dalam sebuah pernyataan.
“Mengalihkan semua kesalahan pada pemberontak tidak mengampuni pemerintah Burma (Myanmar) dari kewajiban internasionalnya untuk menghentikan pelanggaran dan menyelidiki dugaan pelanggaran.”
Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB, “sangat prihatin dengan laporan warga sipil yang terbunuh,” pernyataan dari juru bicara Stephane Dujarric.
Guterres meminta Bangladesh meningkatkan bantuan kepada warga sipil yang melarikan diri dari kekerasan tersebut. Ia mencatat bahwa “banyak dari mereka yang melarikan diri adalah perempuan dan anak-anak, beberapa di antaranya terluka”.
Pejabat tinggi hak asasi manusia PBB meminta pihak berwenang memastikan bahwa pasukan keamanan menahan diri untuk tidak menggunakan kekuatan yang tidak proporsional terhadap Rohingya.
Zeid Ra’ad al-Hussein, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, mengutuk serangan terkoordinasi oleh pemberontak pada pasukan keamanan Jumat lalu, namun ia mengatakan bahwa kepemimpinan politik memiliki kewajiban untuk melindungi semua warga sipil “tanpa diskriminasi”.
Pembersihan Etnis
PBB yakin bahwa apa yang terjadi adalah pembersihan etnis, meskipun pemerintah Aung San Suu Kyi dan tentara menolak tuduhan tersebut.
Sementara itu, Bangladesh mengusulkan operasi militer gabungan dengan Myanmar melawan para pejuang Rohingya di negara bagian Rakhine.
Pada akhir pekan, saat kekerasan di Rakhine memburuk, Menteri Luar Negeri Bangladesh memanggil Duta Besar Myanmar di Dhaka untuk mengungkapkan “keprihatinan serius” atas kemungkinan masuknya pengungsi baru.
Sudah ada 400.000 pengungsi Rohingya di Bangladesh di kamp-kamp kumuh di dekat perbatasannya dengan Myanmar.
Dengan niat baik, Perdana Menteri Thailand pada hari Selasa (29/8) mengatakan negaranya sedang bersiap untuk menerima orang-orang yang melarikan diri dari pertempuran di Myanmar.
“Kementerian pertahanan dan keamanan Thailand bersiap menerima berbagai pengungsi,” kata Prayuth Chan-ocha kepada wartawan. “Kami akan memberi mereka tempat berlindung seperti dulu dan mengirim mereka kembali saat mereka siap.”
Sementara itu, Inggris, pada hari Selasa (29/8) kemarin mendesak Dewan Keamanan PBB untuk bersidang dan membahas laporan tentang korban sipil massal yang tewas oleh pasukan keamanan Myanmar ketika melawan para pejuang Rohingya.
“Inggris meminta pertemuan #UNSC mengenai situasi di Burma besok. Perlu menangani masalah jangka panjang di #Rakhine, mendesak pengekangan oleh semua pihak,” Matthew Rycroft, duta besar Inggris untuk PBB, menulis di Twitter.
Moedja Adzim