FOZ Koordinasikan Aksi di 78 Posko

by
foto:istimewa

Respon evakuasi korban menjadi prioritas hingga hari ini karena banyaknya korban yang masih tertimbun reruntuhan bangunan.

Wartapilihan.com, Jakarta –-Merespon gempa bumi berkekuatan 6,4 SR yang terjadi di NTB, pada Ahad (29/7) dan gempa bumi susulan berkekuatan 7,0 SR yang terjadi pada Minggu (5/8), Forum Zakat (FOZ) membuka 78 titik posko aksi bantuan yang tersebar di sepanjang Kabupaten Lombok Timur dan Kabupaten Lombok Utara.

Gempa bumi ini telah menimbulkan efek kerusakan yang sangat parah. Setidaknya hingga berita ini diterbitkan, 381 orang meninggal dunia, 1.033 orang luka-luka, 270.168 orang terpaksa mengungsi, dan 22.721 rumah rusak.

Sebanyak 21 Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang tergabung dalam asossiasi Forum Zakat dengan sigap membuka posko-posko aksi bantuan di dusun-dusun di Kabupaten Lombok Timur dan Kabupaten Lombok Utara.

“FOZ bersinergi bersama 21 LAZ mendirikan 78 posko bantuan untuk merespon gema bumi ini. Ada 56 posko di Lombok Timur dan 22 posko di Lombok Utara. Kehadiran posko ini diharapkan dapat memberikan bantuan yang merata di wilayah terdampak gempa,” tutur Ketua Umum FOZ Bambang Suherman.

Respon evakuasi korban menjadi prioritas hingga hari ini karena banyaknya korban yang masih tertimbun reruntuhan bangunan. Bantuan lain seperti dapur umum, tenda darurat, perlengkapan bayi, dan layanan medis juga disediakan di posko-posko aliansi Forum Zakat.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak GENERASI Ena Nurjanah mengatakan, saat ini, masyarakat di Pulau Lombok masih membutuhkan uluran tangan semua pihak. Ena menjelaskan musibah gempa berkekuatan 7.0 SR telah menimbulkan penderitaan yang luar biasa, baik trauma fisik maupun psikis.

“Bencana gempa di Lombok menguras empati banyak pihak. Kesedihan mendalam melihat korban gempa yang beruntun menimbulkan trauma mendalam bagi warga terdampak. Baik itu orangtua maupun anak-anak,” ujar Ena di Jakarta, Rabu (8/8).

Ia menuturkan, bencana alam yang dahsyat sesungguhnya dapat menimbulkan gangguan stress pasca trauma bagi anak-anak maupun orang dewasa. Kondisi ini harus bisa dipahami oleh setiap orang yang terjun langsung ke medan bencana sebagai relawan.

“Para korban tidak hanya perlu dibantu kebutuhan dasarnya. Namun, kesehatan psikisnya juga menjadi hal yang cukup mendasar untuk diperhatikan,” tuturnya.

Ena mengatakan, peristiwa gempa yang beruntun selalu membayangi mereka sehingga membuat mereka semakin gelisah dan hidup dalam penuh kekhawatiran. Padahal mereka harus cukup istirahat agar tidak memperburuk kondisi fisik mereka yang mengalami kelelahan, bahkan kelaparan dan kehausan dikala bantuan minim karena sulitnya relawan mendekati lokasi pengungsian.

“Belum lagi, jika ada saudara mereka yang meninggal atau belum diketemukan akibat tertimpa reruntuhan. Peristiwa kehilangan keluarga yang sangat tiba-tiba akan memberi dampak psikologis berat,” ungkapnya.

“Ada kesedihan yang mendalam dan ketakutan kehilangan keluarganya yang lain sehingga memaksanya terus terjaga dari gempa susulan. Kondisi tersebut membuat korban gempa semakin lelah secara fisik dan psikis,” imbuh dia.

Ena menjelaskan, anak-anak adalah korban yang paling rentan dalam kondisi bencana karena mereka memiliki keterbatasan daya tahan baik secara fisik maupun psikis. Anak-anak harus mendapatkan hak perlindungan khusus sebagai korban gempa.

Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak no 35 tahun 2014 jelas dinyatakan Ketentuan Pasal 59 (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus kepada Anak.

Dalam Pasal 59A Perlindungan Khusus bagi Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dilakukan melalui upaya: (a). penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya; (b). pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan; (c). pemberian bantuan sosial bagi Anak yang berasal dari Keluarga tidak mampu; dan (d). pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.”

foto:istimewa

Dalam pasal 60 : Anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf a terdiri atas: (a). Anak yang menjadi pengungsi; (b). Anak korban kerusuhan; (c). Anak korban bencana alam; dan (d). Anak dalam situasi konflik bersenjata.”

“Anak-anak adalah aset bangsa yang harus terus dilindungi dalam situasi apapun, terlebih dalam situasi kebencanaan seperti yang terjadi di Lombok. Mereka sangat membutuhkan berbagai kebutuhan mendasar untuk menjalankan kehidupannya sehari-hari,” katanya.

Di sisi lain, mereka juga butuh mendapatkan perhatian dan empati kita semua. Harus disadari bahwa mereka berada dalam kondisi psikis yang sangat terpuruk sehingga butuh pertolongan fisik sekaligus psikis.

“Anak-anak harus tetap ceria menjalani kehidupannya. Kondisi bencana yang traumatis harus bisa diatasi bersama-sama. Di tengah kebencanaan ini, setiap relawan bisa menjadi penolong dengan menghadirkan keceriaan bagi anak-anak. Mengatasi ketakutan, kecemasan dan mimpi buruk mereka dengan mendengarkan keluh kesah mereka. Turut serta bermain, bercerita, dan juga belajar bersama mereka,” katanya.

Perhatian yang harus juga diberikan terhadap anak-anak di Lombok yaitu sekolah darurat. Pemerintah dan semua pihak terkait diharapkan segera membuka sekolah darurat.

Sekolah darurat akan membuat anak-anak punya rutinitas kehidupan yang menyenangkan serta dapat membantu anak-anak mengatasi kejenuhan dan kegelisahan karena tidak tahu lagi apa yang harus mereka lakukan dalam kondisi serba terbatas.

“Anak-anak korban gempa ini harus terus bisa menatap masa depannya dengan optimis. Berkumpul kembali bersama teman-teman meski dengan kondisi seadanya. Semua itu mampu menghilangkan kesedihan yang mereka rasakan, sekaligus memunculkan keceriaan diantara mereka,” pungkas Ena.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *