Selasa malam (5 Desember 2017) kemarin, menjadi istimewa buat pemirsa ILC TVOne. Sejak siang Selasa kemarin, topik ILC sudah viral di semua grup WA yang ada, “212: Perlukah Reuni?”
Wartapilihan.com, Jakarta –Judul di atas bisa diperdebatkan, dan pastilah akan menghasilkan pro dan kontra. Tidak penting apakah reuni Reuni 212 itu perlu atau tidak. Yang jelas Reuni itu telah dilaksanakan pada tanggal 2 Desember 2017 yang lalu.
Judul ILC di atas terkadang tidak nyambung dengan substansi perdebatan yang muncul, dan itu biasa. Tapi yang jelas malam itu, saya memastikan diri menontonnya dari awal sampai akhir. Dan hampir semua kawan pun dalam kondisi yang sama pula.
Yang menarik, dan kawan-kawan lainnya pun merasakan yang sama, adalah akan hadirnya Permadi Arya alias Abu Janda dan Denny Siregar, yang dikenal sebagai Ahoker sejati. Mereka berdua sering saya lihat dan baca pikiran-pikirannya dengan sangat “garang” di medsos.
Saya mengenal Felix Siauw dengan cukup baik, dan perdebatannya dengan Abu Janda di medsos sudah sering muncul.
Maka, ILC malam itu begitu menarik untuk dinikmati. Melihat dua sosok yang selalu memilih posisi berhadap-hadapan. Serangan Abu Janda yang seolah tampak halus saat menyebut Felix Siauw dengan awalan Ko atau Koko. Tampak tersirat bahwa sejatinya dia menunjukkan pada khalayak bahwa Felix Siauw itu beretnis Cina. Satu sikap yang tidak patut dilakukannya.
Saya dan banyak kawan yang menyaksikan tampilan Abu Janda sungguh amat kecewa. Bagaimana tidak, narasi yang dibangunnya dalam “menyerang” 212 atau HTI itu cuma dengan argumentasi yang lemah dan tidak ilmiah … Selama ini kegarangannya di medsos dengan mata melotot-lotot yang ditampakkan itu, semalam tidak tampak, dan Abu Janda cuma cengar-cengir dengan mata yang tampak tidak fokus, ngelirik ke kanan dan ke kiri tanpa tujuan yang jelas.
Tidak sebagaimana lawan debatnya Felix Siauw, yang tampil dengan rileks, menguasai materi dengan data-data yang terukur. Dengan mudahnya Felix mematahkan argumen yang dibangun Abu Janda maupun Denny Siregar. Perdebatan yang tampak timpang.
Lebih parah lagi Denny Siregar tampil amat loyo dan memalukan. Jika si Denny itu pernah sedikit belajar sosiologi pada semester tingkat awal sekalipun, maka dia tidak akan tampil seburuk itu. Dia tidak punya konstruksi argumentasi berbicara yang baik apalagi berpikir yang baik.
“Pembelaan diri”nya dengan “menyalahkan” ILC yang menurutnya tidak sebaik ILC-ILC yang lalu. Dan jawaban Karni Ilyas, host ILC, sangat telak untuk membungkam mulut besarnya, “Jika tak pandai berdansa, maka jangan salahkan lantainya.”
Semalam kita disuguhi perdebatan intelektual-argumentatif dan kaya data dari Felix Siauw versus provokatif yang kaya asumsi dusta dan miskin data dari Abu Janda.
Hikmah di balik perdebatan malam itu, memunculkan “pengikut-pengikut setia” al-Ustad Abu Janda yang kecewa, yang akhirnya, memilih “bertobat” dan menemukan kebenaran hakiki.
Bersyukur, narasumber lainnya di ILC tampil sungguh amat baik: Fadli Zon, Fahri Hamzah, Ustad Khaththat, Rocky Gerung dan lainnya pun tampil menawan. Mereka mampu mengobati kekecewaan dua narasumber yang cuma gagah di medsos itu.
Akhirnya, perdebatan malam itu menunjukkan kelas mereka yang sebenarnya, mereka yang terbiasa berceloteh dan gagah di medsos itu, sejatinya, ternyata kapasitas intelektualnya nol besar. Memalukan …
Ady Amar
Pemerhati Sosial dan Keagamaan