Dalam kajiannya tentang Yahudi di Turki Utsmani, Dr Adian Husaini menjelaskan bahwa jargon kebebasan digunakan kaum Yahudi untuk menjatuhkan penguasa Turki Utsmani, Sultan Abdul Hamid II.
Wartapilihan.com, Jakarta –-“Sultan Abdul Hamid II mulai diposisikan sebagai bagian dari masa lalu dengan jargon-jargon kebebasan, freedom, liberation. Mereka menyebut pemerintahan Abdul Hamid II sebagai Hamidian Absolutism,” terang pendiri Insists ini dalam Insists Saturday Forum di Jakarta, Selasa malam (19/12).
Adian menjelaskan bahwa di Turki, Yahudi menggunakan gerakan clandestine dan smart rebellion. Mereka bergerak sembunyi-sembunyi alias bawah tanah.
Gerakan Yahudi itu dipelopori oleh Theodore Hertzl yang menginginkan terbentuknya negara Yahudi (1896). Hertzl sempat melobi Kaisar Austria agar Turki dapat memberikan tanah di Palestina untuk kaum Yahudi. Saat itu tokoh Yahudi ini menyatakan bahwa bila Sultan Abdul Hamid II mau memberikan tanah Palestina, maka hutang-hutang Turki Utsmani akan dilunasi dan juga Turki akan diberikan kekayaan yang besar oleh Yahudi. Sultan Abdul Hamid II menolak mentah-mentah tawaran Hertzl ini. (lihat juga http://www.wartapilihan.com/sikap-hebat-sultan-hamid-ii-terhadap-tokoh-yahudi/)
Selain itu, Adian juga menyorot tentang peran Turki Utsmani dalam melindungi Yahudi. “Pada musim semi tahun 1492, kaum Yahudi yang diusir dari Spanyol menemukan perlindungan di Turki. Sementara mereka ditindas di belahan dunia lainnya, mereka tidak berhenti menikmati perlindungan di negeri-negeri leluhur yang jaya,” terang Ketua Program Studi Pendidikan Islam Pasca Sarjana UIKA Bogor ini.
Saat itu lebih dari 400 tahun kaum Yahudi dilindungi oleh pemerintahan Islam di Andalusia. Bahkan mereka ada yang menduduki jabatan-jabatan penting saat itu. Mereka menyatakan bahwa kejayaan Islam di Andalusia, juga kejayaan Yahudi. Tahun 1492, ketika jutaan kaum Muslimin diusir dari Spanyol, kaum Yahudi juga diusir dari sana.
Saat Spanyol dikuasai oleh Ratu Isabella dan Raja Ferdinand itu, kaum Muslim dan Yahudi dipaksa untuk memilih tiga pilihan : pertama, wajib dibaptis secara paksa. Kedua, meninggalkan Andalusia. Ketiga, dihukum mati. Selain jutaan kaum Muslim yang lari dari Andalusia, sebagian lainnya pura-pura masuk Kristen. Begitu pula kaum Yahudi.
Adian juga menjelaskan bahwa seorang penulis Yahudi pernah menyatakan bahwa bahasa Yahudi, pemikiran dan filsafatnya diformulasikan di bawah pengaruh Arab Muslim. “Di bawah Islam, Yahudi menikmati zaman keemasan,” kata sejarawan Karen Armstrong dalam bukunya.
Jadi, Yahudi sebenarnya mempunyai hutang budi yang besar kepada kaum Muslim. Karena itu, tidak heran bila melihat tingkah polah Yahudi yang sadis di Palestina, PBB pernah mengeluarkan Resolusi No 3379 (10/11/1975) yang menyatakan bahwa “Zionisme adalah sebentuk rasisme dan diskriminasi rasial.”
Dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung 1955, dikeluarkan pernyataan bahwa Yahudi adalah bagian terakhir dari sejarah kolonialisme dan bagian terhitam dan tergelap dalam sejarah kemanusiaan.
Sementara itu, mengenai solusi dua negara yang ditawarkan PBB dan banyak negara terhadap Palestina dan Israel, peneliti senior Insists ini melihat ada tiga masalah yang hingga kini belum terselesaikan : Pertama, soal hak untuk kembali. Ada empat juta pengungsi Palestina yang menuntut haknya untuk kembali di tanah air. Sementara wilayah mereka kini sudah diduduki Israel. Kedua, pemukiman Yahudi di Tepi Barat. Kaum Yahudi banyak menempati perumahan-perumahan ilegal di Tepi Barat. Ketiga, status Yerusalem. Sebenarnya status Yerusalem menurut PBB diserahkan kepada Israel Palestina untuk berunding. Tapi Donald Trump awal Desember lalu, mengeluarkan kebijakan Yerusalem adalah ibukota Israel. Kebijakan Trump ini membuat 14 anggota Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi menolak klaim Trump ini. Sayangnya Amerika mengeluarkan hak vetonya.
Dalam kajian Selasa malam itu Adian mengingatkan bahwa kecerdikan kaum Yahudi bukan hanya mereka melakukan kerjasama untuk menjatuhkan Sultan Abdul Hamid II, tapi juga mereka mempersiapkan generasi yang akan menggantikan Sultan itu. Mereka mempersiapkan gerakan Turki Muda untuk mengambil alih kekuasaan (dan kemudian mensekulerkan Turki).
Dalam persiapan generasi ini, tentu pendidikan adalah hal yang utama. Sebagaimana ungkapan orientalis Belanda Snouck Hugronje : “Pendidikan dan pelajaran dapat melepaskan orang Muslimin dari genggaman Islam.” II
Izzadinafaham