Fachry Ali : Tuduhan Umat Islam SARA Salah Besar

by

Wartapilihan.com, Jakarta – Desk research yang dilakukan oleh Pusat Data Bersatu (PDB) didasari oleh kekhawatiran terhadap perilaku pemilih pada Pilkada DKI Jakarta putaran I. PDB menemukan fakta yang sangat mengkhawatirkan terkait hasil Pilkada DKI Jakarta putaran I dimana menurut hasil penelitian PDB terdapat indikasi kuat adanya penggunaan solidaritas etnis yang dapat memecah belah persatuan bangsa.

“Tuduhan bahwa umat Islam di Jakarta SARA salah besar, ini terbukti secara kuantitatif. Ternyata umat Islam tidak SARA dalam memilih pemimpinnya. Justru dibeberapa daerah pemilihan seperti Kelapa Gading dan Mangga Besar itu dari suku, agama, ras, dan etnis di luar Islam,” kata Fachry Ali.

Menurutnya, selama ini Jakarta sebagai miniatur Indonesia memiliki tingkat kerukunan yang sangat kuat dengan tingkat heterogenitas penduduk yang sangat tinggi. Masyarakat Jakarta selama ini dapat hidup rukun dan berdampingan walaupun memiliki latar belakang suku, ras, etnis, bahkan agama yang berbeda. Namun, setelah pelaksanaan Pilkada Putaran I ada indikasi kuat mulai terjadinya pergeseran dari heteregonitas ke homogenitas.

“Saya melihat gerakan 411 dan 212 merupakan gerakan deeducated muslim, yang mengalami modernisasi politik adalah umat Islam di Jakarta. Tidak ada isu SARA di politik Islam masyarakat Jakarta,” lanjutnya.

Selain Fachri, Agus Herta dari PDB mengatakan, setidaknya ada 505 TPS yang terindikasi kuat ada unsur solidaritas etnis dan agama dalam pertimbangan pilihannya. “Sebagai contoh TPS 22 di Kelurahan Sunter Agung Kecamatan Tanjung Priok Kota Jakarta Utara, Paslon 1 tidak mendapatkan suara dan Paslon 3 hanya mendapatkan 4 suara, sedangkan suara Paslon 2 mencapai 501 suara yaitu sekitar 99,2%,” terangnya.

Selain itu, PDB juga menemukan fakta bahwa Suket (Surat Keterangan) dan DPTb yang dikeluarkan KPUD sebagian besar penggunaannya terkonsentrasi di TPS-TPS yang mayoritas memilih pasangan Ahok Djarot. Hal ini menandakan bahwa pilihan kelompok mayoritas lebih rasional dimana pilihannya masih didasarkan pada prestasi kerja masing-masing Paslon.

“Kondisi ini seperti kembali pada jaman penjajahan Belanda dimana penduduk dibagi-bagi bersasarkan golongan tertentu seperti golongan Eropa, Indo, Timur Asing, dan Bumiputera. Apabila hal ini dibiarkan maka akan membahayakan persatuan dan bangsa,” ungkap Agus.

Secara faktual, SARA bukan hanya sekedar isu. Pilkada DKI Putaran I terindikasi kuat melibatkan isu SARA. “Terbukti di wilayah yang mayoritas pemilihnya Non Muslim, Ahok menang telak, di wilayah yang mayoritas pemilihnya Non Muslim, tidak ada pemenang telak, Ahok masih mendapatkan suara yang signifikan. Yang paling efektif memanfaatkan isu SARA adalah pasangan Ahok Djarot,” pungkasnya. I

Reporter :  Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *