Idul Fitri di negeri ini tak hanya diperingati sebagai sebuah perayaan secara spiritual, namun juga sebagai peristiwa budaya dan ekonomi
Wartapilihan.com, Jakarta –Setiap tahun, saat Lebaran tiba, para perantau, akan berbondong pulang ke kempung halamannya, bertemu sanak famili, sekedar untuk bermaaf-maafan. Fenomena yang jarang bisa dilihat di negeri muslim lainnya.
Perjalanan pulang kampung setiap hari Raya Idul Fitri, atau lebih dikenal dengan istilah mudik ini menjadi semacam gelaran besar, tak hanya bagi masyarakatnya, pemerintah juga terlibat langsung mengatur agar rutinitas tiap tahun ini berjalan lancar, apalagi jumlah pemudik selalu mengalami peningkatan.
Dari data Kementerian Perhubungan, diperkirakan pemudik pada tahun ini berjumlah 20 juta hingga 25 juta orang. Meningkat 5 persen hingga 10 persen jika dibandingkan dengan tahun 2016. Perpindahan yang besar meskipun hanya sekitar sepekan ini akan memberikan dampak positif yang luar biasa jika dikelola dengan baik.
Salah satunya, adalah dampak ekonomi yang positif di daerah tujuan pemudik. Seperti diketahui, uang transaksi Lebaran, seakan tidak mengenal istilah krisis.
Bank Indonesia memperkirakan peredaran uang tunai pada bulan suci Ramadhan 2017 diprediksi melonjak hingga 14 persen.
Karena itu, pihak Bank Sentral menyiapkan tambahan Rp 167 triliun untuk mengantisipasi lonjakan kebutuhan uang tunai selama Ramadhan, termasuk saat perayaan Hari Raya Idul Fitri alias Lebaran 1438 Hijriah.
Potensi ekonomi Lebaran tahun ini makin istimewa, karena pada waktu yang bersamaan profesi PNS/TNI/Polri mendapatkan pembayaran gaji ke-13 dan 14 secara berdekatan serta bersamaan waktunya dengan periode liburan sekolah.
Lembaga studi, Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) memperkirakan, tahun ini ada potensi 33 juta pemudik yang tersebar di 20 wilayah aglomerasi di seluruh Indonesia. Di mana total pengeluaran yang dikeluarkan 33 juta pemudik selama arus mudik dan arus balik 2017 ini sebesar Rp 142,2 triliun.
Pengeluaran rata-rata setiap pemudik sebesar Rp 4,3 juta ini diproyeksikan digunakan pemudik untuk membiayai akomodasi, transportasi, makanan-minuman dan jasa hiburan-rekreasi selama 11 hari perjalanan pulang-pergi mudik.
Dengan memperhitungkan adanya kebijakan tunjangan hari raya dan tingkat upah minimum provinsi, IDEAS memproyeksikan 15,3 juta pemudik yang berstatus pekerja akan membawa remitansi ke kampung halaman mereka sebesar Rp 63,6 triliun pada musim mudik 2017 ini.
Dengan demikian, IDEAS menyimpulkan total perputaran uang terkait mudik selama 2017 ini sebesar Rp 205,8 triliun. Untuk sebuah perhelatan temporer dengan durasi sekitar 2 pekan saja, angka ini tentu sangat signifikan, setara dengan 1,5 persen dari PDB atau 9,9 persen dari APBN 2017.
Lalu, bagaimana potensi ekonomi Lebaran tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal? Bagaimana agar duit yang dibelanjakan di kampung halamannya tidak bersifat konsumtif, sehingga hilang tak berbekas. Tentu, yang paling awal adalah mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan.
Dan ini seharusnya menjadi peran utama dari pemerintah. Pemerintah harus campur tangan menyiapkan segala prasyarat yang dibutuhkan dalam upaya menciptakan ekonomi Lebaran yang lebih berdampak dan bermanfaat.
Tahun, lalu, beberapa kejadian seperti di pintu keluar tol Brebes, memberikan pelajaran penting, pengelolaan jalur mudik, mutlak diperhatikan oleh pemerintah. Tahun ini, setidaknya hingga hari H, pengelolaan arus mudik relatif baik. Semua jajaran dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, aparat termasuk pemudik bekerja sama, sehingga mudik tahun ini bisa lebih baik dari tahun sebelumnya.
Selain itu, untuk membuat perputaran uang yang bisa mencapai angka ratusan triliun selama musim mudik ini bisa menjadi stimulan dalam mendongkrak aktivitas perekonomian nasional dan daerah, maka pemerintah perlu memastikan, dampaknya secara nyata ke masyarakat.
Misalnya, memastikan duit yang dibelanjakan ke sektor riil, seperti lokasi wisata di daerah, yang bisa memicu efek tetesan ke bawah, Di sini, pemerintah daerah harus meningkatkan pelayanan daerah masing-masing. Sehingga para pemudik dapat ikut secara tidak langsung mengembangkan potensi daerahnya. Mulai sarana transportasi, hasil alam, atau produksi masyarakat setempat, seperti kerajinan tangan atau hasil pertanian.
Dengan langkah ini, diharapkan, daerah bisa membentuk simpul-simpul perekonomian baru yang akan membantu meningkatkan pendapatan asli daerah, meski di luar musim mudik. Mudik bisa menjadi momentum yang pas untuk melakukan promosi besar-besaran seperti adanya ikon wisata baru.
Selain itu daerah mesti menangkap potensi pengeluaran yang besar agar menjadi sektor usaha yang produktif. Pemanfaatan zakat misalnya. Tak sedikit, para pemudik yang membagikan zakatnya secara langsung di kampung halamannya. Maka tinggal bagaimana pihak yang berwenang bisa kreatif mengelolanya.
Rizky Serati