Oleh: Inayatullah Hasyim, Dosen Fakultas Hukum Universitas Djuanda Bogor
Kini kita sudah berada di bulan Dzulqa’dah. Ia merupakan bulan kesebelas dalam susunan kalender hijriyah. Bulan Dzulqa’dah adalah satu dari empat bulan haram.
Wartapilihan.com, Jakarta –Dalam Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 36, Allah SWT berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.
Dalam sejarah hidupnya, Rasulallah SAW menunaikan satu kali haji dan empat kali umrah. Haji yang hanya sekali itu kemudian disebut oleh para ulama sebagai Haji Wada’ (Haji Perpisahan). Adapun umrah, Rasulallah SAW menunaikannya empat kali. Semua umrahnya itu ditunaikan di bulan Dzulqa’dah.
Lalu, mengapa banyak biro perjalanan yang promo: “umrah di bulan Ramadhan setara haji” sementara Rasulallah SAW sendiri tidak pernah umrah di bulan tersebut? Sebabnya, ada seorang wanita yang tidak sempat ikut haji bersama Rasulallah SAW, dia lalu mengadukan halnya. Rasulallah SAW kemudian berkata, “umrah di (bulan) Ramadhan setara haji”. Karena itu, Imam Ibnul Qayyim al-Jauwziyah tidak melihat keutamaan umrah Ramadhan dibandingkan bulan lainnya. Bahkan, dia berpendapat, umrah di bulan-bulan haji lebih utama dari umrah bulan Ramadhan. (Lihat: Zaadul Ma’ad, jilid 2 hal. 84).
Salah satu umrah Rasulallah adalah setelah perang Hunain. Sejarah mencatat, perang Hunain meletus pada bulan Syawal tahun kedelapan hijriyah. Ketika itu, suku Hawazin telah menyerah, sedangkan suku Tsaqif melarikan diri ke Thaif. Di kota itu, terjadi ketegangan selama 20 malam.
Ketika itu, jumlah pasukan muslim sekitar dua belas ribu orang. Sedikit banyak ada rasa jumawa di hati mereka. Seseorang bahkan berkata kepada Rasulallah SAW, kita tidak akan terkalahkan sebab jumlah kita tidak sedikit lagi. Faktanya, pasukan yang bertahan di Hunain tidak banyak. Namun Allah memberikan kemenangan dengan pertolongan-Nya.
Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya,
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ ۙ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ ۙ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ
Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai. (QS At-Taubah: 25)
Setelah selesai perang, suku Tsaqif mengutus para tokoh untuk menemui Rasulallah SAW agar membebaskan tawanan wanita dan mengembalikan harta mereka.
Di antara delegasi itu, ada seorang wanita yang bernama Syaimah, anak Halimatus Sa’diyah, ibu asuh Rasulallah SAW. Beliau menyambutnya dan menghamparkan tikar untuknya. Bahkan beliau SAW memenuhi sebagian permintaan delegasi itu, bahwa tawanan wanita dibebaskan dan harta pampasan perang dikembalikan.
Keputusan Rasulallah SAW mengejutkan para sahabat, terutama para sahabat Nabi yang berasal dari Madinah (kaum Anshar). Mereka mulai terhasut bahwa Rasulallah SAW memihak pada masyarakat Makkah, tanah kelahirannya. Untuk apa bersabung nyawa, menggadaikan leher di kilatan pedang, jika pampasan perang dikembalikan pada kaumnya sendiri?
Suara-suara sumbang pun semakin santer terdengar terutama saat Rasulallah SAW seakan mengistimewakan Ikrimah, anak Abu Jahal, dengan memberinya harta rampasan perang.
Sampai disitu, Rasulallah SAW tetap menahan diri sampai akhirnya Saad bin ‘Ubadah datang menghadap Rasulallah SAW. Seakan protes, Saad berkata, “kemenangan ini bertumpu pada orang-orang Anshar Madinah, tetapi mereka telah dibuat kecewa hatinya dengan pembagian rampasan perang. Engkau bagikan rampasan perang pada kaummu sendiri, sementara Anshar tak mendapat apa-apa”
“Kemana arah pembicaraanmu, Saad?” tanya Rasulallah. “Aku ini penyambung lidah kaumku, ya Rasulallah!”
Rasulallah SAW kemudian mengumpulkan seluruh kaum Anshar. Dengan suara bergetar dia berkata, “Wahai Anshar, tidak relakah kalian jika orang-orang itu kembali ke rumah mereka dengan membawa isteri, budak dan harta mereka sendiri. Sedangkan kalian kembali ke Madinah dengan (membawa) Rasulallah? Demi Allah, seandaianya orang-orang berjalan di suatu bukit, dan kaum Anshar berjalan di bukit yang lain, niscaya aku berada dalam barisan yang dilalui orang-orang Anshar itu”.
Para sahabat Nabi menangis. Mereka telah salah memahami “kebijakan politik” Rasulallah SAW. Sebab tak lama setelah itu, banyak anggota suku Tsaqif dan Hawazin menyatakan diri masuk Islam.
Selesai perang Hunain, Rasulallah SAW berumrah. Beliau mengambil miqat dari wilayah Ji’ranah. Maka, sejak itu, Ji’ranah menjadi tempat miqat bagi orang-orang yang berada di sekitar Thaif dan Mekkah apabila hendak berumrah. Umrah tersebut terjadi pada bulan Dzulqa’dah.
Bulan Dzulqa’dah termasuk bulan-bulan haji. Allah SWT berfirman,
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ (197)
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.(QS al-Baqarah: 197).
Dalam tafsir Jalalain disebutkan, (Haji), maksudnya adalah waktu dan musimnya (beberapa bulan yang dimaklumi), yaitu bulan Syawal, Dzulqaidah dan 10 hari pertama bulan Dzulhijah. Tetapi ada pula yang mengatakan seluruh bulan Dzulhijah. (Maka barang siapa yang telah menetapkan niatnya) dalam dirinya (akan melakukan ibadah haji pada bulan-bulan itu) dengan mengihramkannya, (maka tidak boleh ia mencampuri istrinya), yakni bersetubuh (dan jangan berbuat kefasikan) berbuat maksiat (dan jangan berbantah-bantahan) atau terlibat dalam percekcokan (sewaktu mengerjakan haji).
Menurut satu qiraat, dengan baris di atas dua hal yang pertama dan makna yang dimaksud adalah larangan mengerjakan tiga hal itu. (Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan) sedekah (pastilah diketahui oleh Allah) yang akan membalas kebaikan itu. Ayat berikut ini diturunkan kepada penduduk Yaman yang pergi naik haji tanpa membawa bekal, sehingga mereka menjadi beban orang lain. (Dan berbekallah kamu) yang akan menyampaikan kamu ke tujuan perjalananmu (dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa), artinya yang dipergunakan manusia untuk menjaga dirinya agar tidak menjadi beban bagi orang lain dan sebagainya. (Dan bertakwalah kamu kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal).
Maka, pada bulan Dzulqaidah ini, saudara-saudara kita yang akan menunaikan ibadah haji mulai berangkat menuju kota Mekkah.
Jika kita cermati ayat di atas, ada dua hal yang menarik dibahas.
PERTAMA: Allah SWT menyebutkan bahwa “haji adalah bulan-bulan tertentu”, yaitu Syawal, Dzulqa’dah dan Dzulhijah. Atas ayat ini, ulama berbeda pendapat, apakah boleh berihram untuk haji di luar bulan tersebut?
Imam Abu Hanifa berpendapat, jika seorang telah berniat haji, dan dia berihram sejak sebelum bulan Syawal, ihramnya sah sebagai ihram untuk haji.
Sedangkan Imam Syafii berpendapat bahwa ihram yang dimulai di luar bulan-bulan haji itu tidak sah sebagai ihram untuk haji. Imam Syafii menganalogikan (qiyas) dengan kewajiban shalat yang baru sah apabila dilakukan setelah masuk waktu.
KEDUA, ada tiga pesan utama saat menunaikan ibadah haji. Yaitu: jangan melakukan rafats, jangan berbuat fasiq dan jangan pula saling jidal. Apa maksudnya?
Pertama: apabila seseorang sudah berihram untuk berhaji, dia dilarang melakukan hubungan badan (hubungan suami-istri). Penjelasan kata “rafats” ini kita dapatkan juga pada ayat lainnya. Yaitu, ketika Allah SWT mengizinkan pasangan suami istri melakukan hubungan badan di malam hari di bulan Ramadhan. Allah SwT berfirman,
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.
Kedua: Dilarang berlaku fasiq. Apa itu maksud fasiq pada ayat di atas? Sebagian ahli tafsir mengatakan, maksudnya adalah segala jenis perbuatam maksiat.
Sedangkan Ibn Abbas mengatakan, maksudnya adalah mencerca saudara muslimnya sendiri. Dalam satu hadits, Rasulallah SAW berkata,
سباب المسلم فسوق ، وقتاله كفر
“Mencerca seorang muslim adalah (perbuatan) fusuk, dan membunuhnya adalah (perbuatan) kufur”.
Sebagain lain berpendapat, maksud fasiq pada ayat ini adalah, menyembelih hewan untuk sesajian kepada jin dan syaitan. Pendapat ini berlandaskan ayat lain dalam Al-Qur’an dimana Allah SWT berfirman,
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi — karena sesungguhnya semua itu kotor — atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keada an terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Ketiga: Dilarang berlaku jidal. Apa maksudnya? Sebagian ahli tafsir mengatakan, sebelum ayat ini diturunkan, orang-orang berbantah-bantahan di mana posisi wuquf, dimana pula letak yang paling benar tugu jamarat (tugu lontaran) dan lain sebagainya.
Lalu, setelah Nabi SAW menunaikan ibadah haji, semua diterangkan oleh rasulallah SAW, bahkan beliau berkata, ambillah dari aku cara bermanasik kalian.
Sebagian ahli tafsir lainnya mengatakan, bahwa jidal adalah segala percekcokan yang membuat tidak nyaman dalam berhaji. Termasuk jidal adalah saling gugat untuk mendapatkan kemenangan.
Maka, Rasulallah SAW menjanjikan,
من قضى نسكه، وسلم المسلمون من لسانه ويده، غفر له ما تقدم من ذنبه
Barangsiapa menunaikan manasiknya (dengan benar), dan menyelamatkan orang-orang muslim dari (kesalahan) lidah dan tangannya, niscaya diampuni baginya atas apa yang terdahulu dari dosanya.
Karena itu, bila tahun ini Anda berksempatan menunaikan ibadah haji, jauhilah hal-hal di atas agar mendapat kesempurnaan ibadah. Semoga bermanfaat.