Pendiri Pesantren at-Taqwa Depok, Dr. Adian Husaini, meluncurkan program pendidikan tinggi berbentuk ‘Pesantren Tinggi’ dengan nama ‘Attaqwa College’ (AtCo). Program ini bertujuan membentuk cendekiawan muslim yang mumpuni dalam bidang pemikiran dan peradaban Islam.
Wartapilihan.com, Depok– “InsyaAllah, melalui program ini, akan kita lahirkan para intelektual muslim atau ulama pejuang yang berkemampuan melanjutkan amanah risalah kenabian pada level internasional,” kata Adian, yang juga Ketua Program Doktor Pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor.
Menurut Adian, program ini secara kurikulum setara dengan S-1 (sekitar 150 SKS), dan akan diasuh serta diajar oleh para ulama dan cendekiawan muslim yang berkompeten dalam keilmuan dan berakhlak mulia. Adian mengaku memiliki tekad untuk menunjukkan bahwa Pesantren adalah bentuk pendidikan yang unggul sejak tingkat dasar sampai Perguruan Tinggi. Dan itu sudah terbukti dalam sejarah Indonesia, pesantren memiliki kekhasan dan keunggulan dalam pendidikan.
Adian menyebut enam ciri utama pendidikan pesantren, yaitu adanya : (a) keteladanan kyai dan guru (b) pendalaman ulumuddin (tafaqquh fid-din) dan cinta tanah air, (c) penanaman adab dan akhlak mulia (d) penanaman dan pelatihan kemandirian (e) penanaman jiwa dakwah (f) pemahaman pemikiran kontemporer.
Karena itu, di Pesantren Tinggi at-Taqwa, selain pemahaman ilmu-ilmu agama dan pemikiran kontemporer secara komprehensif, para mahasiswa (mahasantri) akan dilatih menjadi penulis yang mumpuni, baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Inggris. “Bahasa Arab menjadi bahasa wajib untuk riset,” tambah Adian.
Hadirnya Attaqwa College ini, menurut Adian, merupakan satu keharusan (fardhu kifayah), sebagai kelanjutan Perguruan At-Taqwa yang sudah memulai program TK at-Taqwa sejak 20 tahun lalu. Saat ini, sudah ada santri at-Taqwa yang sampai pada jenjang kelas 2 setingkat SMA (PRISTAC, http://www.ponpes-attaqwa.com/pristac-terobosan-baru-pendidikan-tingkat-sma/).
“InsyaAllah santri-santri kami yang terbaik akan melanjutkan program pendidikan tingginya di Pesantren Tinggi at-Taqwa, karena kami yakin, inilah perguruan tinggi yang terbaik,” kata Adian. Sebab, lanjutnya, perguruan tinggi akan menjadi yang terbaik, jika dosen-dosennya terbaik, mahasiswanya juga terbaik, begitu juga materi ajar serta metode pengajarannya. InsyaAllah, itu akan terlihat pada kualitas lulusannya.
Setelah tamat dari Attaqwa College, dan meraih gelar akademik setingkat S-1 dari Perguruan Tinggi formal, lulusan Attaqwa College bisa melanjutkan program S-2 dan S-3 ke Perguruan Tinggi lainnya. “InsyaAllah, setelah tamat Attaqwa College, mereka sudah memiliki keilmuan dan kepribadian yang kuat, yang siap terjun ke kancah dakwah internasional dan mengembangkan lebih lanjut keilmuannya. Sebab, yang utama dalam pendidikan di Attaqwa College adalah penanaman adab cinta ilmu dan perjuangan,” jelas Adian.
Selain Adian Husaini, sejumlah nama intelektual muslim juga tercantum sebagai pengajarnya, seperti Dr. Syamsuddin Arif, Dr. Nirwan Syafrin, Dr. Henri Shalahuddin, Dr. Muhammad Ardiansyah, Dr. Budi Handrianto, Dr. Anung Alhamad, Dr. Alwi Alatas, Dr. Tiar Anwar Bakhtiar, Dr. Muhammad Ishaq, Dr. Manejer Nasution, Dr. Dinar D. Kania, Rita Soebagio M.Si., Dr. Wido Supraha, Arif Wibowo M.PI, Susiyanto M.PI, M. Isa Anshari M.PI., Ridwan Hasan Saputra (pelatih olimpiade Matematika internasional) dan sebagainya.
Menurut Adian, dosen-dosen yang mengajar insyaAllah adalah mereka yang memiliki kemampuan ilmu yang mumpuni di bidangnya, juga memiliki akhlak mulia, serta semangat perjuangan dalam menegakkan kebenaran.
Karena merupakan pendidikan non-formal berbentuk pesantren, maka Attaqwa College tidak memberikan gelar akademik formal. Para mahasiswa ditekankan untuk benar-benar ikhlas dalam mencari ilmu. Yakni, mencari ilmu untuk memahami kebenaran dan untuk diamalkan dalam kehidupan.
Untuk meraih gelar akademik formal, para mahasiswa akan dibantu mengambil kuliah di Perguruan Tinggi formal lainnya. Syaratnya, mereka harus tetap tinggal di pesantren dan tetap menjadikan pendidikan Pesantren sebagai hal yang utama. “Ngaji bukan kerjaan sambilan. Jangan belajar aqidah Islam dan bahasa Arab dianggap sambilan, sedangkan belajar ilmu ekonomi dianggap hal yang utama,” tegas Adian.
“Saat ini, kita memasuki era disrupsi. Perguruan Tinggi kini sudah tidak menjadi satu-satunya pusat informasi sains dan teknologi. Sumber informasi tentang Iptek itu sudah sangat melimpah di internet,” kata Adian, yang akhir-akhir ini gencar menyuarakan perlunya dilakukan Reformasi Pendidikan Nasional, sesuai UUD 1945.
Adian telah menuliskan gagasan tentang reformasi pendidikan dalam buku berjudul: “Pendidikan Islam, Mewujudkan Generasi Gemilang Menuju Negara Adidaya 2045”, (Depok: YPI at-Taqwa, 2018).
Di era disrupsi atau revolusi industri 4.0 inilah, menurut Adian, maka Perguruan Tinggi yang akan bertahan adalah yang mengutamakan pendidikan berbasis akhlak mulia, dengan tetap membekali mahasiswa dengan profesionalitas dalam bidang-bidang yang dibutuhkan masyarakat.
Perguruan Tinggi yang hanya mengandalkan formalitas dan pemberian gelar akademik, akan tersingkir. Sebab, Perguruan Tinggi semacam itu akan sangat tidak efisien, dan kalah bersaing dengan sistem pembelajaran online. Di sinilah, bentuk pendidikan pesantren – yang mengutamakan penanaman adab dan akhlak mulia — bisa memainkan peran yang utama dalam pembentukan manusia-manusia Indonesia yang unggul.
Ditargetkan, Attaqwa College akan memulai pendidikan pada Juli 2019. Syarat menjadi mahasiswa: muslim, cerdas, berakhlak mulia, lancar membaca al-Quran, memiliki wawasan Islam yang memadai, dan memiliki kemampuan bahasa Inggris dengan skor TOEFL 450.
Paparan lebih jauh tentang Attaqwa College bisa dilihat di: http://www.ponpes-attaqwa.com/mewujudkan-perguruan-tinggi-ideal-paparan-tentang-pesantren-tinggi-attaqwa-attaqwa-college/
Adian mengajak kaum muslimin terpelajar mulai berani mengubah cara berpikirnya dalam mengarahkan pendidikan anaknya. Ada dua pola pikir orang tua muslim yang anaknya pintar. Pertama, yang berharap anaknya bisa kuliah di Perguruan Tinggi favorit, supaya dapat meraih posisi dan pekerjaan bergengsi, yang diperkirakan dapat menghasilkan banyak uang. Kedua, yang berharap anaknya menjadi ilmuwan pejuang. Yakni, yang memiliki otoritas keilmuan tertentu dan aktif dalam perjuangan menegakkan kebenaran.
Jika pola pikir kedua yang dipilih, maka syaratnya, harus memiliki niat dan pemahaman yang benar tentang konsep ilmu dan adab mencari ilmu dalam Islam. “Yang diwajibkan oleh Rasulullah saw adalah mencari ilmu yang bermanfaat (ilmu nafi’). Ilmu ini hanya akan bisa diraih jika niatnya benar dan beradab dalam mencari ilmu,” papar Adian, yang pernah menerbitkan buku “Filsafat Ilmu, Perspektif Barat dan Islam”.
Bagaimana dengan masalah pekerjaan? “Allah sudah berjanji, orang yang berjuang di jalan Allah, yang menolong agama Allah, pasti akan ditolong oleh Allah dan diberikan rizki dari jalan yang tidak ia perhitungkan,” jawab Adian.
Meskipun begitu, tambahnya, sesuai tuntutan syariah, para mahasiswa Attaqwa College juga akan dibekali dengan profesionalitas di bidang tertentu sesuai minatnya, seperti wirausaha, pertanian, IT, dan jurnalistik. Lulusan Attaqwa College bisa bekerja di berbagai sektor, tetapi jatidirinya yang utama adalah sebagai ilmuwan pejuang. Itulah yang diamanahkan Lukman al-Hakim kepada anaknya: “Wahai anakku, dirikanlah shalat, dan laksanakan amar ma’ruf nahi munkar…” (QS 31:17).
Di Attaqwa College ini, menurut Adian, mahasiswa akan dididik serius untuk memahami Aqidah Ahlussunnah wal-Jamaah secara komprehensif. Mereka juga mengkaji berbagai pemikiran kontemporer seperti liberalisme, sekulerisme, pluralisme, zionisme, Hak Asasi Manusia, dan sebagainya. Tentang syariat, para mahasiswa akan mempalajari syariat Islam secara komprehensif, mulai Adab dan Filsafat Syariah, Ushul Fiqih, hukum-hukum fiqih tertentu, dan sejarah penegakan syariat di Indonesia.
Para mahasiswa pun diajarkan Sejarah Islam secara mendalam. Mulai Siroh Nabawiyah, Sejarah Sahabat Nabi, Sejarah Andalusia, Sejarah Turki Utsmani, sampai Sejarah Islam di Indonesia. Tentang peradaban Barat, akan dikupas secara mendalam dalam berbagai mata kuliah, seperti Filsafat Yunani, Filsafat Barat Modern, Sejarah Sains, dan Sejarah Peradaban Barat.
Di Attaqwa College inilah, akan dikaji secara serius pemikiran Imam al-Ghazali dalam berbagai aspeknya, dan juga pemikiran Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas. Para mahasiswa akan diwajibkan memahami perjuangan dan pemikiran ulama-ulama Nusantara, seperti Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Nuruddin Ar-Raniri, Syekh Abdul-Shamad al-Falimbani, Raja Ali Haji, Syekh Arsyad Thalib Lubis, KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, A. Hassan, Buya Hamka, Mohammad Natsir, Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud, dan sebagainya.
Karena yakin dengan keunggulan konsepnya, Dr. Adian mengaku akan memimpin langsung Attaqwa College ini. “Dan InsyaAllah, anak saya sendiri yang akan menjadi mahasiswa pertama di Attaqwa College. Sebab, saya yakin, ini pendidikan tinggi yang terbaik, minimal di Indonesia,” kata Adian.
Jika ada yang bermaksud meminta penjelasan lebih jauh, Adian mempersilakan untuk menghubungi langsung no hp-nya, 0813-80555166. (***)
Depok, 10 Dzulhijjah 1439 H