Oleh: Harits Abu Ulya, Pengamat Terorisme
Menyikapi dinamika perdebatan Pansus revisi UU No 15 Th 2003 terkait defini terorisme yang mengerucut pada dua alternatif definisi.
Wartapilihan.com, Jakarta –Pertama, “Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungqn hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional”.
Kedua, “Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror, atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.”
Maka ada catatan dan harapan sebagai berikut:
1. Kita berharap Finalisasi konten hasil revisi adalah produk musyawarah mufakat. Bukan produk voting.
Karena tolak ukur kebenaran definisi atau definisi yang paling mendekati kebenaran bukan ditentukan oleh suara terbanyak yang memilih sebuah definisi. Melainkan kembali kepada kajian obyektif terhadap definisi itu sendiri berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan.
Paling tidak, Sebuah definisi layak di katagorikan sebagai sebuah definisi yang benar jika ia memenuhi unsur-unsur pokok definisi, sebagai berikut:
– Definisinya komprehensif, artinya dengan definisi yang ada sudah mencakup dan meliputi semua hakikat dari apa yang dimaksud.
– Definisi yang ada itu sekaligus membatasi dan mengunci tidak butuhnya pada definisi lain masuk kedalamnya. Jika sebuah definisi masih kurang dan membutuhkan dan memungkinkan definisi tambahan maka ia tidak komprehensif dan tidak bisa mencegah tambahan baru definisi dari luar terhadap apa yang sudah termaktub.
– Definisi tersebut dituangkan dengan redaksi yang jauh dari multitafsir (dengan bahasa hukum). Diksi-diksi kalimatnya terukur, jelas, tegas, dan bisa dipahami.
Oleh karena itu voting bukan metode untuk menentukan kebenaran sebuah definisi. Tapi kembali kepada siapa yang bisa menghadirkan definisi dan definisi yang paling mendekati kebenaran itu tolak ukurnya.
2. Dari dua alternatif definisi yang mengerucut maka menurut pendapat saya, sepakat untuk alternatif definisi kedua yang paling mendekati kebenaran; [ “Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror, atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan”]. Karena motif dan tujuan terakomodir didalamnya.
Dengan masuknya motif dan tujuan itu membatasi dan memberikan rambu-rambu bahwa tidak setiap aksi kekerasan bisa dikatagorikan sebagai aksi terorisme.
Dan dengan demikian bisa mereduksi potensi subyektifitas penafsiran dilapangan dan terjadinya abusse of power.
Perlu di ingat bahwa definisi akan berimplikasi pada pasal-pasal derivat dibawahnya.
Dan anggota parlemen saat ini di uji kejujuran dan obyektifitas serta transparasinya. Karena ini bicara untuk kepentingan negara bukan untuk kepentingan kekuasaan atau kepentingan opurtunis lainnya.II