Oleh: ,Inayatullah Hasyim
Dosen Universitas Djuanda Bogor
Suatu malam, seorang pencuri masuk ke rumah Imam Malik bin Dinar. Dia mencari-cari emas dan perak yang dimiliki sang Imam. Namun, pencuri itu tak mendapati apa-apa, kecuali sang imam yang tengah shalat malam. Selepas mengucap salam, Imam Malik memergoki pencuri yang tengah mengintipnya itu. Disapanya, “Engkau ingin mencuri harta, ia hanya memberimu kebahagiaan dunia. Sudahkah kau curi waktu malam untuk menyiapkan kebahagiaan akheratmu?”.
Wartapilihan.com, Jakarta--Pencuri itu tertegun. Semula dia mengira akan diteriaki maling, tetapi Imam Malik bin Dinar malah memberinya segelas air, lalu melanjutkan shalatnya. Pencuri itu pun duduk bersila sambil memandang takjub pemilik rumah. Saat masuk waktu shubuh, Imam Malik bin Dinar dan pencuri itu keluar rumah, mereka menuju masjid bersama-sama.
Masyarakat geger. Mereka berkata, “Imam paling mulia berjalan ke masjid dan shalat berjamaah bersama pencuri paling utama”. Orang-orang bertanya: “Apa rahasianya?”. Imam Malik bin Dinar menjawab, “Ketuklah pintu langit di malam hari sebab Dia-lah yang menggenggam hati setiap manusia”.
Rasulallah SAW sendiri mencontohkan bagaimana beliau SAW mengisi waktu malamnya dengan qiyamul-lail sebagai persiapan menerima tugas-tugas kenabian. Bahkan ulama mengatakan, shalat malam atau qiyamul lail hukumnya wajib bagi Rasulallah SAW, namun tidak bagi umatnya.
Allah SWT berfirman, _”Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (dari padanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.”_ *(QS Al-Muzammil 1-6.)*
Allah tidak memerintahkan kita untuk terus terjaga sepanjang malam. Sebab, Islam adalah agama fitrah yang menjaga keseimbangan kesehatan. Bukankah dalam ayat lain, Allah SWT menegaskan, _”Dan telah kami jadikan tidurmu sebagai istirahat”._ *(QS An-Naba: 9)*.
Maka, ketika ada tiga orang sahabat Nabi yang saling berjanji untuk tidak tidur, tidak berbuka puasa dan tidak menikah semata hanya untuk fokus beribadah, Rasulallah SAW mengatkan pada mereka, _“Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling taqwa kepada-Nya dibandingkan kalian semua. Akan tetapi aku berpuasa dan aku juga berbuka (tidak puasa), aku shalat malam dan aku juga tidur, dan aku juga menikahi wanita”_.
Karena itu, saat asyik terlelap dalam istirahat tidurmu itu, berusahalah untuk bangun. Curilah sebagian waktu malammu untuk menangis dalam doa. Sebab, itulah waktu terindah untuk bermunajat. Demikianlah dijelaskan oleh Rasulallah SAW ketika ditanya seorang sahabat, doa di waktu apa yang paling didengar Allah? Beliau SAW menjawab, _”pada penghujung malam”._
Menangislah dalam keheningan malam sebab Allah mencintaimu saat matamu basah memohon pada-Nya. Orang bijak mengatakan, airmata memang tak memiliki berat timbangan. Tetapi sekali ia terjatuh dari kelopak mata kita, beribu kilo beban kehidupan seakan terlepaskan. Merengeklah pada Allah saat dunia terlelap dalam mimpi-mimpi indahnya.
Kata Imam Ibnul Qayyim, “hamba yang paling dicintai Allah adalah adalah dia yang paling banyak meminta kepada-Nya, merasa selalu membutuhkan-Nya. (Ketahauilah), sungguh Allah mencintai orang-orang yang merengek dalam doanya, dan semakin seorang hamba merengek dalam meminta pada-Nya, semakin dia dicintai-Nya, semakin didekati-Nya dan (pasti) dijawab (segala permintaannya itu) oleh-Nya”.
Mengapa demikian istimewa shalat di waktu malam itu? Sebab ia melatih kita untuk jauh dari sifat riya, pamer dan sombong. Maka, seakan menyindir bagi yang riya, Imam Ibnul Qayyim mengingatkan lagi. Katanya, “bahwa engkau tertidur di malam hari dan menyesal di pagi hari (karena tak terbangun shalat malam) adalah lebih baik dari pada engkau shalat di malam hari dan menjadi sombong (karena shalat malammu itu) di pagi hari”.
_Wallahua’lam bis showab._