‘Big Data’ is Rising, ‘Survey’ Masihkah?

by

Bila bisa menganalisa seluruh data populasi, apakah masih perlu analisa dengan metode pengambilan sampling? Inilah godaan paling menarik yang dtawarkan Analisa ‘Big Data’.

WartaPilihan.com, Depok – Pada suatu acara TalkShow di sebuah TV Nasional, dibahas hasil survey mengenai elektabilitas kandidat jabatan politik di Indonesia. Hasil survey yang cenderung menguntungkan salah satu pihak, sebut saja pihak A, tentu saja disambut dengan riang gembira pihak A. Pihak B, sebagai rival, tentu saja menjadi pihak yang ‘ngenes’. Tidak seperti biasanya yang menggugat metode survey atau menafsirkan hasil survey, pihak B mengeluarkan pernyataan menarik: Silakan aja situ survay-survey, kami menggunakan metode analisis Big Data yang diklaim lebih akurat dari hasil survey.

Penulis bukan ahli survey, bukan pula ahli Big Data. Tapi, penulis punya teman yang mengerti ‘barang’ beginian.

Ir. Munawar, PhD

Adalah kawan dekat penulis, Seorang PhD lulusan Universitas Teknologi Malaysia (UTM), yaitu Ir. Munawar, PhD (web pribadi: http://moenawar.web.id) yang sudah sejak lama bergelut di bidang Research database, business intelligent and software engineering. Sehari-hari Beliau adalah Dosen IT di Universitas Esa Unggul, Jakarta.

Munawar ketika diminta pendapatnya mengenai lembaga-lembaga survey menyebut lembaga survey sebenarnya bisa dinilai dari 2 hal. Kredibilitas dan validitas. Lembaga survey akan lebih banyak bias-nya kalau lebih menekankan untuk memenuhi ‘keinginan’ pemesannya. Dengan demikian kredibilitas sangat diragukan.

“Kalau kredibilitas sudah diragukan, tidak perlu lagi ngomong validitas, hehe…”, selorohnya.

Tidak semua lembaga survey tidak kredibel. Harus dilihat dari rekam jejaknya untuk menilai kredibilitas lembaga survey, saran ahli IT yang piawai membuat berbagai ERP (Enterprise Resources Planning) Software ini.

Apakah metode survey memiliki perbedaan dengan metode analisa ‘Big Data’? Metode Survey berbeda dengan ‘big data’, lanjutnya. ‘Big data’ mencerminkan kondisi sebenarnya, karena ‘big data’ menangkap semua aktifitas yang terkait dengan kegiatan yang berhubungan dengan internet. Sebagai catatan, ‘big data’ lebih banyak dipicu karena perkembangan internet. Dengan demikian, informasi yang didapat dari ‘big data’ adalah informasi riil.

“Persoalannya tinggal bagaimana menampilkan infomasi tersebut agar bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan. Manfaat dikembalikan lagi kepada yang membutuhkannya”, demikian Munawar menegaskan.

Apa sebenarnya yang dimaksud ‘Big Data’?

Munawar menjelaskan,  ‘Big data’ sebenarnya kumpulan dari himpunan data yang sangat besar sehingga tidak memungkinan aplikasi basis data konvensional untuk memprosesnya. ‘Big data’ secara umum dikenal dengan 3 V. Volume (ukurannya sangat besar), Velocity (alirannya sangat cepat & real time) dan Variaty (formatnya sangat beragam baik terstruktur maupun tidak terstruktur).

 

Mengenai pemanfaatan teknologi ini, Munawar menjelaskan: “Di masa-masa awal, ‘big data’ digunakan untuk ‘profiling’ pelanggan sehingga bisa untuk peningkatan sales. Namun belakangan sudah makin berkembang ke industri asuransi, e-commerce bahkan politik. Rasanya hampir semua bidang bisa memanfaatkan ‘big data’. ‘Big data’ makin menemukan momentumnya karena adanya data explosion (ledakan data) yang dipicu oleh perkembangan medsos”

Banyak kasus menarik yang bisa dijadikan contoh kenapa ‘big data’ saat ini makin jadi kebutuhan. Personalisasi data adalah salah satu contohnya. Dengan personalisasi data, maka banyak bisnis bisa memberikan pelayanan yang sangat customize, khusus untuk masing-masing individu. Dengan ‘big data’, hal tersebut sangat mudah dilakukan. Pola, trend dan preferensi  pelanggan dengan mudah bisa didapatkan. Kalau hal ini sudah diperoleh, maka strategi pemasaran, program promosi untuk meningkatkan penjualan, prediksi trend dan kebutuhan pelanggan sangat mudah didapatkan.

“Kasus paling fenomenal adalah penggunaan ‘big data’ oleh Cambridge Analitica untuk pemenangan pilpres Amerika Donald Trump. Padahal dari berbagai survey justru pesaingnya yaitu Hillary Clinton yang diunggulkan. Ini tahun 2016.”, lanjut Munawar.

Data personalisasi ini sudah dimanfaatkan penuh oleh industri retail, asuransi, traveling bahkan juga media. Khususnya media daring (online).

Hemat penulis, bila sebelumnya di dunia bisnis dikenal istilah B2B (bussines to Business) atau B2C (Business to Customer), maka di era Big Data ini dikenal istilah B2I (Business to Individu). Contoh paling mudah, bila kita buka Smartphone atau buka sebuah situs di laptop, berjejalan notifikasi penawaran produk yang direkomendasikan. Darimana notifikasi-notifikasi ini muncul? Sepertinya ini adalah hasil pengolahan berbagai perilaku kita ketika berinteraksi dengan dunia maya. Bila pernah mencari informasi tentang tempat-tempat wisata, maka penawaran paket wisata, hotel, resto, penerbangan, koper, pakainan untuk jalan-jalan, dan berbagai produk yang biasanya dibutuhkan wisatawan langsung mengepung.

Apakah rekomendasi-rekomendasi ini mengganggu?

Bila berseliweran terlalu banyak dan bahkan sampai menghalangi halaman yang kita baca, jelas mengganggu. Walaupun ada opsi untuk mematikan gangguan ini, tetaplah mengganggu. Tapi, bisa juga sangat membantu. Seolah kita dibantu dicarikan berbagai kebutuhan tanpa repot-repot cari sana-sini. Tinggal klik, pesan, bayar.  Kreatifitas penawaran yang menarik, kadang-kadang malah bisa menuntun kita yang tadinya tidak berminat, jadi terpengaruh dan klik order.

Kekuatan personalisasi dari analisa Big Data memang sangat potensial untuk dimanfaatkan di dunia lain, diluar dunia bisnis. Dunia politik, tentu akan sangat bersemangat memanfaatkan teknologi ini. Catatannya, seperti pada kasus-kasus penawaran produk, pemain politik yang ingin memanfaatkan ‘Big Data’ perlu bijak menakar gempuran informasi ke individu-individu yang menjadi target pemilihnya. Berlebihan tidak bagus, terlalu sedikit akan dilibas pemain lain.

Apakah analisa big data sudah bisa diandalkan untuk menjadi alternatif metode survey? Kita nikmati perhelatan politik 2019 ini dengan antusiasme & kedewasaan. Wallahu A’lam

Abu Faris,
Praktisi Media sosial tinggal di Depok
https://www.linkedin.com/in/kus-kusnadi-42214635/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *