“Ya Allah, mudahkanlah sakaratul maut atas diriku”
–Rasulullah SAW–
Wartapilihan.com, Jakarta –Tiap-tiap yang hidup pasti akan merasakan mati.”_ (QS Ali Imran: 185) demikian agung dan jua menakutkan firman Allah ini. Sang Khaliq sendiri telah memastikan tiap-tiap makhluqNya yang bernyawa pasti akan mati. Semua akan kembali ke haribaanNya. Ketika ayat 185 dari QS Ali Imran ini diturunkan, dikabarkan para Malaikat jua berkata, “Duhai demi keagungan Allah, kami juga nanti akan mati.” Imam Ibnul Jauzi dalam kitabnya yang fenomenal Bustan al-Wa’idzin wa Riyaadh Al-Sami’in meriwayatkan atsar dari Umar bin Khaththab, suatu hari Amirul Mukminin berkata kepada sahabat Ka’ab,
“Wahai Ka’ab, kabarkan kepadaku tentang maut”, demikian saling mengingat akan maut merupakan kebiasaan generasi terbaik.
“Wahai Amirul Mukminin,” jawab Ka’ab. “Maut itu laksana dahan pohon yang banyak durinya. (Ibarat) Anda memasukan dahan itu ke dalam tubuh seorang lelaki hingga akhirnya anda harus mencabut tiap-tiap durinya dari ujungnya, Kemudian (terkadang) ada seorang lelaki lain yang turut mencabut duri-duri tersebut dengan kasar, akhirnya ada duri yang terpotong dan ada jua yang masih tersisa,” seketika penuturan dari Ka’ab ini menggetarkan seorang Umar bin Khaththab.
Diriwayatkan hadits dari Abu Dzar Al-Ghiffari, ia bertanya kepada baginda Nabi, “Wahai Rasulullah, orang mukmin seperti apakah yang paling cerdas?” Rasulullah menjawabnya secara lugas, “Orang yang paling banyak mengingat maut dan mereka yang paling baik persiapannya dalam menghadapi maut,” jawaban ini demikian logis, karena orang yang mempersiapkan diri untuk mati akan melakukan amal dan tugasnya dengan sebaik mungkin. Sabda beliau yang lain, “Tiada Ilaah selain Allah, sesungguhnya maut itu memiliki sakarat (sekarat).”
Diriwayatkan pula dari Al-Hasan, saat Khalilurrahman Nabi ibrahim baru saja menemui ajal, maka semua arwah para nabi shalawatullah wa salamuhu alaihim ajmain berkumpul, mereka semuanya bertanya, “Sesungguhnya dari sekian banyak nabi dan rasul, Allah telah menjadikan engkau khalil (kekasih), jika maut diringankan untuk seseorang, maka sebenarnya engkau lah yang berhak menerimanya, maka kabarkan kepada kami bagaimana dirimu menjumpai rasa sakaratul maut?”
Sang Khalilullah Ibrahim menjawab, “Duhai, demi Allah, aku merasakan rasa sakaratul maut yang teramat sakit, aku bersumpah demi Dzat yang Tiada Ilaah selainNya, rasa sakit (sakaratul) maut lebih pedih daripada di masak di dalam kuali dan dipotong dengan gergaji. Malaikat maut menghampiriku dengan pemukul yang terbuat dari besi, dan alat pemkul itu dimasukkan dalam organ-organ tubuhku, kemudian ruhku dicabut dengan perlahan dari setiap organ, sehingga ketika ruh itu sampai di organ hati, laksana sebuah tusukan tombak yang telah dilumuri racun maut, seandainya aku diasak dalam kuali 70 kali, hal itu akan terasa ringan bagiku pada merasakan sakitnya (sakaratul) maut,” para Nabi pun menanggapi, “Wahai Ibrahim, bukankah Allah ‘azza wa jalla telah meringankan maut atas dirimu?” ternyata para Nabi pun merasakan sakit yang luar biasa di kala sakaratul maut. Bagaimana dengan kita?
Kami akan menutup tulisan ini dengan pesan dari Rasulullah, “Perbanyaklah kalian mengingat sesuatu yang menghancurkan tiap kelezatan (yakni maut) dan yang memisahkan kalian dengn jama’ah, jadikanlah dia sebagai bantal apabila kalian tertidur! Jadikanlah ia ada di hadapan mata saar kalian terjaga! Dan ramaikanlah majelis kalian dengan mengingat maut, karena sesungguhnya maut itu (laksana) diikat di ubun-ubun kalian.”
Ilham Martasyabana, penggiat sejarah Islam