Oleh: Herry M. Joesoef
Seorang Muslim belum tentu Mukmin; seorang Mukmin, tentu seorang Muslim. Kesempurnaan iman ada pada diri mereka yang Mukmin.
Wartapilihan.com, Jakarta –Siapakah orang-orang yang beriman itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita bisa merujuknya pada Al-Quran surah Al-Mukminun ayat 1 – 9, dan Al-Anfal ayat 2 – 4.
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
(yaitu) orang-orang yang khusyu` dalam shalatnya,
وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ
dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ
dan orang-orang yang menunaikan zakat,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ
dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya,
وَالَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ
dan orang-orang yang memelihara shalatnya.
Dalam surah Al-Anfal Allah berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.(QS. Al-Anfal: 2)
لَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. Al-Anfal: 3)
أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia. (QS> Al-Anfal: 4)
Dari ayat-ayat tersebut siatas, ciri-ciri orang beriman itu, antara lain, adalah mereka mendirikan shalat, menjaga diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak berguna, menunaikan zakat (termasuk infak, sedekah, dan wakaf), yang menjaga kemaluannya(bukan pelaku seks bebas), yang menjaga amanah, yang jika disebut nama Allah bergetar hatinya, bila dibacakan ayat-ayat suci Al-Quran bertambahlah imannya.
Bagi seorang Mukmin, iman menjadi syarat utama. Tanpa keimanan, segala sesuatunya tidak akan berarti, tidak ada nilai.
Karena keimanannya itulah seorang Mukmin mendapat keistimewaan, sebagaimana firman-Nya:
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan hidayah. (QS. Al-An’am: 82)
Itulah tauhid! Tidak mencampur-adukkan iman dengan kezaliman yang berupa kesyirikan. Dan karena itu mereka mendapat keamanan dan hidayah dari Allah. Inilah identitas seorang Mukmin, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang dinarasikan oleh Sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhu:
لَمَّا نَزَلَتْ {الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ}، قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّنَا لاَ يَظْلِمُ نَفْسَهُ؟ قَالَ: ” لَيْسَ كَمَا تَقُولُونَ {لَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ} بِشِرْكٍ، أَوَلَمْ تَسْمَعُوا إِلَى قَوْلِ لُقْمَانَ لِابْنِهِ يَا بُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Ketika turun ayat, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman” kami pun berkata: Wahai Rasulullah, siapakah diantara kami yang tidak menzalimi dirinya sendiri? Beliau bersabda: Tidak seperti yang kalian katakan, tetapi maksud “Tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman” adalah dengan kesyirikan, tidakkah kalian mendengar ucapan Luqman kepada anaknya:
يَا بُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Wahai Anakku janganlah kamu menyekutukan Allah, karena menyekutukan Allah itu adalah kezaliman yang besar. (Luqman: 13).” [HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim)
Karena itu, jika kita memilih calon pemimpin atau wakil-wakil kita di lembaga dewan perwakilan rakyat, maka pilihlah Muslim yang berkualitas Mukmin. Mengapa demikian?
Karena orang-orang Mukmin adalah mereka yang menghimpun rukun Islam dan rukun Iman dalam dirinya. Mereka itulah yang akan ditolong oleh Allah, sebagaimana firman-Nya:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ رُسُلًا إِلٰى قَوْمِهِمْ فَجَآءُوهُمْ بِالْبَيِّنٰتِ فَانْتَقَمْنَا مِنَ الَّذِينَ أَجْرَمُوا ۖ وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
Dan sesungguhnya, Kami telah mengutus sebelum kamu (Muhammad) beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan Kami berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.”
(QS. Ar-Rum 30: 47)
Menurut Ibnu Katsir, yang dimaksud وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ (dan Kami berkewajiban menolong orang-orang yang beriman), “Bahwa menolong orang-orang mukmin merupakan suatu keharusan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan atas diri-Nya sendiri yang Maha Mulia sebagai anugerah dan karunia dari-Nya.
Luar biasa, jika kita punya pemimpin Mukmin, maka Allah akan selalu menolongnya, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan, keamanan, dan kenyamanan hidup rakyat yang dipimpinnya. Dan hanya pemimpin berkualitas Mukmin yang mampu mewujudkan dan menegakkan Islam sebagai Rahmatan Lil’Alamin di wilayah dimana ia menjadi pemimpinnnya.
Pemimpin Mukmin yang Rahmatan Lil’Alamin adalah figur pemimpin yang solutif, selalu mencari penyelesaian atas apa yang dialami oleh masyarakatnya.