Oleh: Djoko Edhi Abdurrahman (Anggota Komisi Hukum DPR 2004 – 2009, Advokat, Wakil Sekretaris Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama, PBNU).
Tahapan pengusutan KPK kepada TGB baru sampai tahap Pulbuket (pengumpulan bukti dan keterangan). Itu tahap awal pada proses lidik. Setelah bukti permulaan diperoleh, baru KPK meminta BPK untuk melakukan audit investigasi (audit khusus korupsi) sebagai bagian dari Lidik. Jadi, kalau BPK melakukan audit tanpa permintaan KPK, namanya audit umum. Dipastikan tak ada frasa “korupsi” dalam laporan audit. Audit umum model ini, tak bisa mendukung Sidik.
Wartapilihan.com, Jakarta –Dari rapat dengan KPK, saya selaku lawyer berkesimpulan, terang benderang terjadi kerugian keuangan negara. KPK malah lebih banyak tahu tentang korupsi divestasi tambang ini.
Namanya saja divestasi. Istilah divestasi menunjukkan milik negara, diatur oleh UU No 34 tentang Divestasi. Karenanya, penyimpangan dalam pelaksanaan divestasi adalah korupsi.
Berapa besar kerugian keuangan negara tersebut, pasnya (tak boleh salah angka dalam tuntutan menurut KUHAP), diperlukan penghitungan audit investigasi. Subtansi hukumnya, kasus rechtvinding, wajib diaudit untuk menentukan kerugian keuangan negara (ini bedanya dgn OTT).
Dari rapat dgn KPK, TGB adalah mededader (aktor intelektual). Yang serem dalam kasus ini, dibarengi dengan horror. Terbunuhnya dokter Mawardi yang dalam kasus ini ialah saksi mahkota. Kasus Penghilangan orang tersebut, sudah ditangani polisi. Menguap juga.
Begitu saya naikkan infonya ke Face Book, ancaman bertubi-tubi dari NTB. Selain sosmed, juga tilpon langsung. Termasuk ke Hatta Taliwang, yang bahkan keluarganya di Mataram diancam akan dibunuh. Mafioso.
KPK sendiri bekerja sangat cepat. Hanya sebulan setelah laporan kami (aktivis anti korupsi), ditindaklanjuti dgn memeriksa 41 saksi, termasuk TGB. Artinya lidik sudah running.
Perkembangan kasus divestasi ini, melibatkan para konglomerat: Arifin Panigoro, Kiki Barki, Bakri, dan sejumlah korporasi internasional.
Baru kali ini kasus divestasi yang merugikan keuangan negara Rp 2,6 triliun ini ditangani aspek pidananya oleh KPK.
Review Perdata
Ini adalah pernyataan Hatta Taliwang Tahun 2012, enam tahun lalu untuk mereview aspek perdatanya.
KPK didesak periksa Gubernur NTB terkait penyimpangan divestasi Newmont.
Kebijakan Gubernur NTB, Zainul Majdi yang menetapkan Perda no 4 tahunm 2010 tentang PT Daerah Maju Bersaing (DMB) merupakan alasan kuat agar KPK memeriksa Gubernur NTB terkait kekisruhan divestasi 24% saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Perada ini dinilai sangat merugikan daerah, bahkan hak daerah untuk memiliki saham 24% akhirnya dengan mudah berpindah kepada PT Multicapital sebagai mitra daerah yang secara utuh menguasai 18% saham divestasi tersebut.
Tim perumus pertemuan nasional elemen masyarakat Semawa (Kabupaten Sumbawa&Sumbawa Barat) dari seluruh Indonesia pada tanggal 14 Juli 2012 di Galeri Café, Taman Ismail Marzuki Cikini Jakarta Pusat akhirnya menuntut KPK untuk memeriksa seleuruh pihak yang terlibat dalam proses transaksi divestasi saham 24%, yaitu Zainul Majdi sebagai Gubernur NTB, KH Zulkifli Muhadi sebagai Bupati KSB, dan Djamaluddin Malik selaku Bupati Sumbawa.
“Pemerintah daerah tidak menerima manfaat bentuk deviden sebagaimana mestinya. Mekanisme divestasi telah menjadikan saham 24% sepenuhnya di bawah kendali PT Bumi Resources Tbk dan pembagian deviden sepenuhnya dikendalikan oleh PT Bumi Resource Tbk,” ungkap anggota tim perumus Salamuddin Daeng usai menuntaskan rumusan bersama tim lainnya di RM Taliwang Bersaudara, Tebet Jakarta Selatan, Selasa (24/7/2012) malam.
Menurut Direktur Institut for Global Justice (IGJ) ini proses divestasi tidak transparan, tidak melibatkan DPRD Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat dan tidak melibatkan publik terindikasi korupsi. Proses pembelian saham, pendirian perusahaan daerah, pinjaman perusahaaan daerah kepada PT Bumi Resources Tbk tidak mendapatkan persetujuan DPRD KSB dan KS dan tidak ditetapkan melalui Perda Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat.
Pandangan Daeng juga diperkuat oleh tim perumus lainnya Hatta Taliwang yang juga pengamat ekonomi politik Institut Soekarno Hatta. Menurut dia, Pemda NTB, Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Sumbawa secara sengaja mau diperalat dalam rangka mensukeskan divestasi saham PT NNT oleh PT Bumi Resources Tbk melalui anak perusahaannya PT Multicapital.
“Kepala Daerah secara sengaja telah melakukan tindakan merugikan negara dan rakyat untuk keuntungan pihak swasta dan terindikasi untuk keuntungan pribadi dan golongan,” terang Hatta.
Di samping itu, saham PT MDB telah dipermainkan, digadaikan, dijadikan agunan ke lembaga keuangan internasional, yaitu Credit Suisse Singapore dan lembaga keungan internasional lainnya. Dengan demikian saham milik perusahaan daerah telah jatuh ke tangan lembaga keuangan internasional.
“Akibatnya perusahaan daerah PT DMB tersandera utang kepada lembaga keuangan internasional,” pungkas mantan anggota DPR RI ini.
Rumusan lain yang digodok oleh sepuluh tim perumus diantaranya 1) Lukman Malanuang, 2) Donny Rimbawan, 3) M Salahuddin, 4) Poetra Adi Soerjo, 5) Manimbang Kahariadi, 6) Syadaruddin, 7) Mada Gandhi, 8) M Hatta Taliwang, 9) Salamuddin Daeng, 10) Arif Hidayat juga menuntut DPRD Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat mengeluarkan rekomendasi resmi untuk mendesak BPK melakukan audit investigasi terhadap pembelian saham 24%.
“Kami juga mendesak DPRD Provinsi NTB untuk mencabut Perda no 4 tahun 2010 tentang Daerah Maju Bersaing (DMB) yang dalam proses pembuatannya tidak sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku dan justru menguntungkan PT Multicapital sebagai mitra Pemerintah Daerah dalam mengekskusi 24% saham PT NNT tahun 2006-2009,” ungkap mantan anggota DPRD KSB Manimbang Kahariadi.