Oleh : Asyari Usman
Car Free Day (CFD) 29 April 2018 (Ahad), kemarin, berubah menjadi “Cara Freesident Day”. Alias, menjadi ajang unjuk aspirasi yang menghendaki pengganti presiden pada pilpres 2019. Warga masyarakat di berbagai kota besar di Jawa, khususnya Jakarta, Bandung dan Surabaya, memanfaatkan “hari bebas mobil” itu menjadi “hari ganti presiden”. Entah atas komando siapa, CFD diramaikan oleh ratusan ribu pendukung hashtag (tagar) #2019GantiPresiden.
Wartapilihan.com – Secara umum, Cara Freesident Day kemarin berjalan tenteram dan aman. Namun, tentu tidak demikian perasaan “pihak seberang”, yaitu pihak pendukung Pak Joko Widodo, yang sebaliknya menghendaki #2019TetapJokowi. Bagi mereka, CFD sangat mencemaskan. Sangat menggelisahkan. Sangat tidak menenteramkan hati.
Banyak yang tak tenteram akibat perubahan fungsi “Car Free Day” menjadi “Cara Freesident Day”. Termasuk banyak wartawan dan penulis yang bersimpati kepada Pak Jokowi. Seorang penulis, saking gundahnya, mencari-cari sisi jelek para simpatisan #2019GantiPresiden. Kebetulan ada insiden kecil yang melibatkan seorang ibu pendukung Pak Jokowi yang memakai kaus dengan tulisan “Dia Sibuk Kerja”.
Ibu itu dikerumuni oleh para pemakai kaus #2019GantiPresiden, tetapi tidaklah dalam suasana “terteror” seperti digambarkan oleh seorang penulis yang tidak suka #2019GantiPresiden. Si penulis tampaknya tidak punya sudut lain untuk menceritakan “people power” yang menginginkan perubahan situasi yang semakin tak menentu sekarang ini. Akhirnya, insiden kecil itulah yang dibesar-besarkan.
To be fair, memang seharusnya insiden itu tidak boleh terjadi. Kalau saya cukup mewakili warga #2019GantiPresiden yang 99% tertib, ingin rasanya saya menyampaikan permintaan maaf kepada ibu tersebut. Sambil juga ingin mengimbau kepada pendukung #2019GantiPresiden agar selalu menunjukkan sifat dan tindak-tanduk yang mulia. Di mana pun dan di depan siapa pun juga.
Kembali ke substansi unjuk aspirasi ganti presiden. Sambutan luas dari masyarakat terhadap tagar #2019GantiPresiden memperlihatkan bahwa semangat perubahan yang ada di tengah rakyat, sangat tinggi. Mereka bukanlah relawan yang digerakkan dengan komando yang memiliki pundi-pundi duit. Mereka turun dengan sukarela, tidak ada koordinasi, dan semuanya dilakukan serba sendiri. Kualitas aspirasi dan semangat seperti inilah yang sangat diperlukan oleh Indonesia.
Penyampaian ekspresi cara inilah yang seharusnya mendapatkan apresiasi. Sebab, jika karakter sukarela dalam perjuangan itu tertanamkan dengan baik, maka jalan logikanya adalah implementasi prinsip demokrasi yang bebas dari “money politic”. Tidak ada orang yang disogok untuk berkumpul menuntut perubahan. Niscaya Indonesia akan bisa melepaskan diri dari tradisi berpolitik dengan modal besar.
Jadi, atmosfir “Cara Freesident Day” yang menggeser peruntukan “Car Free Day” merupakan momen yang baik untuk “self-appraisal” kita masing-masing. Kesempatan untuk berkaca diri. Membaca tentang diri sendiri dan memahami aspirasi publik.II