Syekh Yusuf Qaradhawi menulis buku menarik tentang kebenaran. Buku itu berjudul An Naas wal Haq, Manusia dan Kebenaran. Diterjemahkan Afif Muhammad dan diterbitkan oleh Penerbit Pustaka Bandung pada tahun 1976. Buku ini bentuknya tanya jawab murid dan guru. Tapi di sini akan ditulis ringkasan pendapat gurunya saja.
Wartapilihan.com, Jakarta –Seorang murid remaja bertanya kepada gurunya : Selama ini engkau banyak menyinggung istilah ‘kebenaran’ (haq), lalu mendorong kami untuk mencari dan membelanya. Di samping itu engkau juga mengajarkan kepada kami agar mendefinisikan istilah, membangun konsep dan mengajukan dalil-dalil pembuktian dari setiap sesuatu yang dibicarakan sehingga jelas apa yang dituju dan tidak kacau metodologinya. Lalu apa definisi yang pasti dari kebenaran itu?
Kagum atas pertanyaan yang diajukan muridnya, sang guru menjawab : Inilah pertanyaan yang bagus. Sesungguhnya istilah kebenaran itu merupakan istilah yang singkat, tetapi bermakna luas dan dalam. Ia dipergunakan oleh berbagai ahli dari bermacam ilmu dengan arti yang rupa-rupa.
Para filosof mempergunakannya untuk menunjuk salah satu diantara tiga nilai tertinggi (idea), yakni : kebenaran, kebaikan dan keindahan.
Para filosof moral menunjukkannya pada sesuatu yang menjadi milik seseorang yang ada pada diri orang lain. Disini istilah hak merupakan lawan dari kewajiban. Karena itu, maka orang sering mengatakan : hak dan kewajiban.
Para ahli hukum mengartikannya dengan makna lain yang mencakup pengertian kebenaran obyektif dan kebenaran subyektif, sehingga di kampus jurusan Undang-Undang (al Qanun) dengan berbagai sub departemennya kita namakan jurusan al Huquq (kebenaran-kebenaran).
Sedang al Quranul Karim mempergunakan istilah al haq (kebenaran) ini sebagai lawan dari al bathil (batal, salah) dan adh dhalal (sesat). Tentang itu Al Quranul Karim mengatakan,”Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan.” (Yunus 32)
Ratusan ayat Al Quran yang berbicara masalah haq atau kebenaran. Diantaranya :
“Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: “Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?”. Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik,” (QS al Baqarah 26)
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (QS al Baqarah 42)
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya”. Musa berkata: “Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.” (QS al Baqarah 61)
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kepada Al Quran yang diturunkan Allah,” mereka berkata: “Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami”. Dan mereka kafir kepada Al Quran yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Quran itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: “Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?” (QS al Baqarah 91)
“Banyak diantara ahli kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu beriman, menjadi kafir kembali, karena rasa dengki dalam diri mereka setelah kebenaran jelas bagi mereka. Maka maafkanlah dan berlapangdadalah sampai Allah menurunkan perintahnya. Sungguh Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS al Baqarah 109)
“Sungguh Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Dan engkau tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang penghuni-penghuni neraka.” (QS al Baqarah 119)
“Orang-orang yang telah kami beri kitab, mereka membacanya sebagaimana mestinya (membaca dengan serius), mereka itulah orang beriman kepadanya. Dan barangsiapa ingkar kepadanya, mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS al Baqarah 121)
“Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Kitab (Taurat dan Injil) tahu bahwa (pemindahan kiblat) itu adalah kebenaran dari Rabb mereka. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS al Baqarah 144)
“Orang-orang yang telah Kami beri Kitab (Taurat dan Injil) mengenalnya (Muhammad saw) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Sesungguhnya sebagian mereka pasti menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahuinya. Kebenaran itu dari Tuhanmu maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad saw) termasuk orang-orang yang ragu.” (QS al Baqarah 146-147)
“Dan dari manapun engkau (Muhammad saw) keluar, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, sesungguhnya itu benar-benar ketentuan dari Tuhanmu (Rabbmu). Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS al Baqarah 149)
“Yang demikian itu karena Allah telah menurunkan Kitab (Al Quran) dengan benar (membawa kebenaran), dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Kitab itu, mereka dalam perpecahan yang jauh.” (QS al Baqarah 176)
“Manusia itu (dahulu) satu umat. Lalu Allah mengutus para Nabi (untuk) menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Dan diturunkanNya bersama mereka Kitab yang mengandung kebenaran untuk memberi keputusan diantara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Dan yang berselisih hanyalah orang-orang yang telah diberi (Kitab), setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepada mereka, karena kedengkian diantara mereka sendiri. Maka dengan kehendakNya Allah memberi petunjuk kepada mereka tentang kebenaran yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.” (QS al Baqarah 213)
“Maka mereka mengalahkannya dengan izin Allah dan Dawud membunuh Jalut. Kemudian Allah memberinya (Dawud) kerajaan dan hikmah, dan mengajarinya apa yang Dia kehendaki. Dan kalau Allah tidak melindungi sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia atas seluruh alam. Itulah ayat-ayat Allah. Kami bacakan kepadamu dengan benar dan engkau (Muhammad saw) adalah benar-benar seorang Rasul.” (QS al Baqarah 252).
000
“…Para pendukung kebatilan selalu mengklaim mengklaim diri mereka berada di pihak yang benar, sebagian karena kebodohan dan kelalaiannya, dan sebagian lain karena kesombongan dan kesesatannya. Allah berfirman,”Dan bila dikatakan kepada mereka : Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menjawab : Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS al Baqarah 11). Tapi saya ingin memberikan pelita kepadamu agar engkau bisa memahami makna kebenaran itu,” terang ulama besar asal Mesir ini.
Kebenaran, anakku –kata Syekh Yusuf- sebagaimana yang ditunjukkan oleh fitrah manusia yang sehat, adalah sesuatu yang memiliki sifat tetap dan akan terus bertahan, itulah yang disebut kebenaran. Sedangkan yang bersifat musnah dan fana, itulah kebatilan. Kalau kita amati segala wujud dan perwujudan yang ada ini, niscaya kita tidak pernah menemukan sesuatu yang bersifat tetap dan abadi berdasar dzatiah dirinya selain Allah SWT. Segala sesuatu yang selain Dia dan berbeda denganNya, dan segala dzatiah tidak memiliki wujud dan tidak pula bersifat abadi.
Kebenaran yang asli yang telah dibuktikan oelh fitrah dan akal manusia yang sehat dan yang telah disaksikan pula oleh setiap lembar –dan bahkan setiap huruf dari lembaran kitab perwujudan ini adalah bahwa : Hanya Allah itulah kebenaran, sedang yang lainnya adalah kebatilan. Pengertian inilah yang dinyatakan oleh Kitabullah, tidak hanya satu ayat dan satu surah saja.
“Maka (Dzat yang demikian) itulah Allah. Tuhanmu yang haq. Maka tidak ada sesudah yang haq itu kecuali dhalal (kesesatan). Maka bagaimana kamu dipalingkan (dari yang haq itu)?” (QS Yunus 32
“Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dia lah yang menghidupkan segala yang mati, dan bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS al Hajj 6)
“Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dia lah Yang Haq, dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil. Dan sesungguhnya Allah, Dial ah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS al Hajj 62)
Bertolak dari sini, Rasulullah saw bersabda,”Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Labid, si penyair : Ketahuilah bahwasanya apa yang selain Allah adalah batil.”
Barang siapa yang saat ini tidak mengetahui kebenaran ini, niscaya esok atau lusa, dia akan mengetahuinya juga. Yakni di saat semua tabir yang menutupi matanya disingkapkan, sehingga ia bisa melihat segala kebenaran dalam bentuknya yang terbuka, tanpa hiasan-hiasan yang menyesatkan, yaitu :
“Di hari, dimana Allah akan memberikan mereka balasan yang setimpal dengan yang semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah itulah yang haq lagi yang menjelaskan (segala sesuatu menurut kaidah yang sebenarnya). “ (QS an Nur 25)
“Kami datangkan dari tiap-tiap umat seorang saksi, lalu Kami berkata : Tunjukkanlah kebenaranmu, maka tahulah mereka bahwa yang haq kepunyaan Allah, dan lenyaplah dari mereka apa yang dulunya mereka ada-adakan.” (QS al Qashash 75).
Inti dari aksioma ini, sesungguhnya bisa kita simpulkan dari firman Allah dalam ayat ini : “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya lah segala penentuan dan hanya kepadaNya lah kamu dikembalikan.” (QS al Qashash 88)
Begitu juga ilmu, ilmu yang sesuai dengan wahyu Allah (Al Quran dan Sunnah Rasulullah saw), maka akan abadi. Ilmu yang bertentangan dengan wahyu Allah suatu saat akan sirna. Allah telah menurunkan ayat-ayatNya (tanda-tandaNya) di dunia ini. Ada ayat qauliyah (wahyu tertulis) dan ayat kauniyah (manusia dana lam semesta).
Wlahasil, marilah kita renungkan firman Allah ini : “Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan. “ (QS ar Ra’d 17) ||
Nuim Hidayat Dachli