Pianis Ananda Sukarlan walk-out saat Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memberikan sambutan di acara 90 tahun berdirinya Kolese Kanisius di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat. Ada apa?
Wartapilihan.com, Jakarta –Menjelang lima menit Gubernur DKI Jakarta, Anies R. Baswedan memberikan sambutannya dalam peringatan 90 tahun berdirinya Kolese Kanisius di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (11/11), Ananda Sukarlan, pianis kondang itu, henkang dari deretan depan tempat ia duduk sebagai undangan. Perilaku tidak terpuji ini, tentu saja, mendapat respon negatif dari para undangan maupun mereka yang tidak hadir di acara tersebut. Ananda hadir, selain karena alumnus Kolese Kanisius, dia –bersama 4 orang lainnya –menerima penghargaan dari almamaternya.
Aksi hengkang dari acara tersebut, menurut Ananda, ia lakukan karena sosok Anies dinilai tidak mencerminkan nilai-nilia ajaran Kanisius. Ia menyinggung soal pidato Anies seusai dilantik sebagai Gubernur DKI yang menyinggung masalah pribumi dan non-pribumi.
Lalu, apa sebenarnya isi pidato Anies R. Baswedan yang dipersoalkan tersebut?
Pasca dilantik di Istana oleh Presiden Jokowi sebagai Gubernur DKI periode 2017-2022 pada Senin(16/10), Anies meluncur ke Balai Kota, serah-terima, menemui warga, dan menyampaikan pidato politiknya. Berikut penggalannya:
“Jakarta juga memiliki makna penting dalam kehidupan berbangsa. Di kota ini, tekad satu Tanah Air, satu bangsa dan satu bahasa persatuan ditegakkan oleh para pemuda. Di kota ini pula bendera pusaka dikibartinggikan, tekad menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat diproklamirkan ke seluruh dunia. Jakarta adalah satu dari sedikit tempat di Indonesia yang merasakan hadirnya penjajah dalam kehidupan sehari-hari selama berabad-abad lamanya. Rakyat pribumi ditindas dan dikalahkan oleh kolonialisme. Kini telah merdeka, saatnya kita jadi tuan rumah di negeri sendiri. Jangan sampai terjadi di Jakarta ini apa yang dituliskan dalam pepatah Madura, Itik se atellor, ajam se ngeremme. Itik yang bertelur, ayam yang mengerami. Seseorang yang bekerja keras, hasilnya dinikmati orang lain.”
Istilah pribumi inilah yang dipersoalkan. Padahal, tidak ada yang salah dalam istilah tersebut. Belanda sendiri menyebutnya pribumi dan hak-hak mereka dibatasi. Kata pribumi, selain diartikan penduduk asli, juga bermakna sebagai penghuni terbanyak di suatu wilayah atau daerah. Dan itu adalah fakta sosiologis yang tak terbantahkan.
Lalu, orang-orang pendukung Ahok, Gubernur petahana yang dikalahkan oleh pasangan Anies-Sandi, mencari-cari celah untuk menyerang Anies. Dan Ananda adalah salah satu dari sekian banyak pendukung Ahok tersebut. Lalu, muncullah sikap yang tidak bisa jernih dan adil ketika Anies menyampaikan pidatonya atas nama Gubernur DKI Jakarta itu.Setelah Anies selesai pidato dan meninggalkan tempat, Ananda Sukarlan kembali hadir dan menempati tempat duduknya semula.
Atas perilakunya itu, banyak sekali tokoh nasional yang menyesalkannya. Dari Budayawan Erros Djarot sampai rohaniawan Romo Magnis. Menurut Romo Magnis, aksi walk out diluar pertemuan politik, di mana pun di dunia ini, jarang terjadi.
“Andaikata Gubernur mengatakan sesuatu yang tidak senonoh/jahat/menghina, walk out dapat dibenarkan. Tetapi walk out kemarin menunjukkan permusuhan terhadap pribadi Gubernur, merupakan suatu penghinaan publik,” papar Romo Magnis. Sebuah komentar yang sangat dalam dan tajam.
Ananda Sukarlan, 49 tahun, adalah seorang pianis yang diakui oleh dunia. Ia lahir di Jakarta, mengaku sebagai Muslim dan berasal dari suku Jawa. Jika ia seorang Muslim, sudah seharusnya ia banyak belajar tentang Islam sebagai bekal hidupnya. Dalam Islam, diatur tentang etika bermajelis, sebagaimana Sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا انْتَهَى أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَجْلِسِ فَلْيُسَلِّمْ فَإِنْ بَدَا لَهُ أَنْ يَجْلِسَ فَلْيَجْلِسْ ثُمَّ إِذَا قَامَ فَلْيُسَلِّمْ فَلَيْسَتِ الْأُوْلَى أَحَقُّ مِنَ الْآخِرَةِ
“Apabila salah seorang di antara kamu tiba di majlis, maka hendaknya ia mengucapkan salam. Jika ingin duduk, maka silahkan duduk. Kemudian apabila dia bangun, maka hendaklah ia mengucapkan salam, karena salam yang pertama tidaklah lebih berhak daripada salam yang terakhir.” (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim dari Abu Hurairah, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’: 400).
Itulah indahnya ajaran Islam, dalam bermajelis pun diatur sedemikian rupa, agar satu sama lain saling menghormati.
Sebagai seorang yang mengaku berasal dari suku Jawa, Ananda mestinya faham akan pepatah “ngunduh wohing pakarti”/menuai akibat tindakannya sendiri. Dan kini, “ngunduh wohing pakarti” itu sedang berproses pada diri Ananda Sukarlan.
Herry M. Joesoef