Anies atau Prabowo?

by
Foto : viva.co.id

Hari-hari ini lagi ramai di kalangan umat Islam diskusi tentang siapa penantang Jokowi 2019. Nama yang mengemuka Prabowo, Anies Baswedan dan TGB. Anies dinilai paling layak menantang Jokowi

Wartapilihan.com, Jakarta –Mungkinkah sejarah berulang? Bisa saja. Anies bisa mengikuti jejak Jokowi untuk mengalahkan Jokowi.

“Prabowo alternatif terakhir mas,” kata seorang wartawan senior yang malang melintang di dunia internasional kepada penulis.

Ya, memang kalau Prabowo maju lagi, statistik dan peta pemilih 2014 tidak banyak berubah. Bahkan pemilih Prabowo bisa berkurang. Beringin yang dulu setia dukung Prabowo kini sudah berbelok arah dukung istana. Dukungan yang solid ke Prabowo mungkin hanya dari PAN, PKS dan Gerindra.

08 –julukan akrab Prabowo- juga akan dibidik kembali masalah keluarga, ibadah dan emosinya yang tidak terkendali. “Bagaimana mau mengurus negara, mengurus rumah tangga saja tidak beres,” akan kembali digaungkan oleh musuh-musuh Ketua Umum Gerindra ini. Begitu pula masalah shalat lima waktunya, bacaan al Qurannya dan berbagai tingkah emosi fisik Prabowo yang tidak terkendali –menendang/menempeleng anak buah, melempar handphone dan lain-lain – akan diangkat kembali oleh media Pro Jokowi.

Karena itu PAN dan PKS –kawan akrab Gerindra- saat ini masih kurang nyaman dengan Prabowo. PAN mencoba menjajaki koalisi dengan Demokrat dan PKB untuk membentuk poros ketiga. PKS pun mencoba memberi alternatif capres, selain di dalam PKS pun kini masih terbelah ke Prabowo atau Anies.

Gerindra, sulit lepas dari Prabowo. Di samping mereka harus mencalonkan ketua umumnya sebagai capres, pencalonan Prabowo ini juga berdampak pada pemilu legislatif yang kini bareng dengan pemilu eksekutif (pilpres). “Itu terkait dengan dignity (kehormatan) Gerindra,” ujar seorang staf ahli Gubernur DKI kepada penulis.

Prabowo mungkin nasibnya seperti Amien Rais. Berkali-kali menjadi capres, tapi takdir menjadikannya sebagai ‘King Maker’. Tahun 2004, Prabowo pernah mengikuti konvensi calon presiden dari Partai Golkar, bersama Wiranto, Akbar Tanjung, Surya Palon dan Aburizal Bakrie. Prabowo gagal. Konvensi itu akhirnya dimenangkan oleh Wiranto. Tahun 2009, Prabowo menjadi cawapres Megawati juga keok dikalahkan pasangan SBY-Boediono. Tahun 2014, Prabowo-Hatta takluk lawan Jokowi-Jusuf Kalla.

Begitu pula Amien Rais. Tahun 1999, Amien calon kuat calon presiden karena ketokohannya dalam menjatuhkan presiden Soeharto. Tapi Amien gagal maju, ditelikung Gus Dur dan pendukungnya. Pemilu 2004 Amien mencoba menjadi capres kembali berpasangan dengan Siswono Yudohusodo. Amien takluk oleh pasangan SBY-Jusuf Kalla.

Amien kini tahu diri dan menempatkan dirinya sebagai ‘King Maker’ dan tokoh umat. Bila dulu semasa reformasi 1998, Amien berkomplot dengan ‘jaringan kiri’, maka kini Amien berubah haluan 360 derajat bergabung dengan kelompok-kelompok Islam. Mantan Ketua PP Muhammadiyah ini kini tidak ragu untuk bersama-sama Habib Rizieq melakukan gerakan ‘dakwah politik’.

Akankah Prabowo 2019 ini rela menjadi King Maker? Sulit. Karena pengurus Gerindra kompak mencalonkan Prabowo sebagai capres. Bahkan Fadli Zon menyatakan pencapresan Prabowo adalah harga mati. Menurut Fadli, bulan April 2018 ini rencana ada deklarasi capres Prabowo bersama aliansi partai yang mendukungnya. Mungkin bila PAN dan PKS ada alternatif calon lain, Prabowo akan berfikir ulang untuk maju.

Siapa calon lain itu? Di kalangan umat kini beredar beberapa calon. Anies Matta misalnya, salah satu capres dari PKS aktif keliling berceramah di grassroot dan spanduk capresnya terpasang di berbagai kota. Tuan Guru Bajang, Gubernur NTB tidak kalah aktifnya. Ia kini rajin dikelilingkan oleh tim suksesnya –para alumni al Azhar Kairo- ke berbagai daerah. TGB disambut ribuan santri, ketika bersilaturahmi dan ceramah di Cirebon, Aceh, Jakarta dan lain-lain.

Meski demikian, calon yang dianggap kuat dan menjadi kuda hitam oleh para ahli survei politik adalah Anies Baswedan. Gubenur DKI itu kini posisinya seperti persis Jokowi ketika akan melangkah ke Istana 2014. Bedanya Jokowi melakukan kebohongan, dengan menyatakan bahwa ia akan menuntaskan gubernur DKI sampai 2017 (2012-2017), Anies tidak. Anies hanya tersenyum ketika wartawan mencercanya tentang pencalonannya sebagai presiden. Atau dengan jawaban diplomatis ia mengatakan,” “No, no, no, no. Kan sekarang sudah ada calonnya. Ada Pak Jokowi, ada Pak Prabowo. Sudah selesai. Saya ngurusin Jakarta,” kata Anies hari Minggu lalu (13/3).

Sebagai orang Jawa (keturunan Arab), Anies mengerti sopan santun politik. Doktor Ilmu Politik Northern Illinois University ini tidak mau menyorongkan diri atau lobi sana-sini bila dirinya ingin jadi presiden. Ia tahu, sekali ia menyatakan diri bersedia sebagai capres, maka peluru lawan akan ditembakkan kepadanya. Di samping itu, ia tentu menunggu kepastian dari partai-partai yang mencalonkannya. Ia pun rikuh untuk maju, bila Prabowo yang mencalonkannya menjadi Gubernur DKI, tetap maju sebagai capres.

Jadi kembali lagi, kepada PAN dan PKS apakah akan mencalonkan Prabowo atau Anies Baswedan. Dan tentu juga suara-suara ormas-ormas Islam dan tokoh-tokoh umat turut menentukan kemana kedua partai itu akan berlabuh.

Bila Jusuf Kalla dan Amien Rais mengadakan penggalangan dukungan kepada Anies, mungkin Prabowo akan berfikir ulang. Apalagi bila para kiyai-kiyai yang dulu dukung Prabowo berubah haluan, maka peta politik akan berubah.

Politik di samping perlu figur, juga diperlukan momentum. Tahun 2014, think tank PDIP cerdas dalam memenej Jokowi. Tahun 2012, Walikota Solo itu dipaksa ikut pemilihan cagub Jakarta dan 2014 langsung digiring untuk ‘nyapres’. Tim PDIP tidak peduli opini-opini di luar berkata : Jokowi culun, Jokowi bohong tidak menuntaskan jabatannya boneka, Jokowi boneka dan lain-lain. Yang penting tujuan tercapai, begitu strategi mereka. Maka media massa, jaringan relawan dan organisasi pendukung pun diatur untuk meraih kemenangan dan sukseslah Jokowi akhirnya jadi presiden.

2019 ini adalah momentum Anies. Belum tentu 2024 nanti, Anies akan mendapatkan momen politik sebagaimana saat ini. Nama Anies kini sedang harum di kalangan umat. Di samping keberaniannya melawan ‘Godfather istana’ Luhut Panjaitan dalam soal reklamasi, laki-laki 48 tahun ini juga mengadakan gebrakan-gebrakan yang monumental di Jakarta seperti : pelarangan pelacuran di Hotel Alexis, perizinan bagi sepeda motor untuk lewat di Jalan Thamrin dan Sudirman, perizinan bagi kegiatan keagamaan di Monas, penyediaan rumah DP 0 rupiah bagi orang-orang miskin dan lain-lain. Keberpihakan Anies kepada rakyat kecil di Jakarta sangat nampak.

Di samping itu, beda dengan Prabowo, ibadah shalat lima waktu dan pemahaman keagamaan Anies jauh lebih mumpuni. Sehingga, ketika berhadapan dengan Anies, Jokowi tidak bisa lagi pamer imam shalat, bacaan al Fatihah, pergi umroh atau hal-hal lainnya yang bersifat ‘ubudiyah’.

Anies juga akan dengan telak mengalahkan Jokowi dalam bidang karya akademis dan pendidikan. Di samping mantan Ketua Senat UGM ini dikenal sebagai salah satu ilmuwan politik dunia, juga kemampuannya berbahasa Inggris yang ‘excellent’ menjadikan dirinya mudah bergaul dan melobi investor atau tokoh-tokoh asing yang datang ke Indonesia.

Makanya, tidak heran di media terekspos bagaimana minggu-minggu ini Anies beruntun menerima kunjungan Dubes dari negara-negara Barat. Mulai dari Dubes Swedia, Norwegia, Denmark dan terakhir Senin lalu (12/3), Anggota Majelis Tinggi Parlemen Inggris, Lord Charles David Powell. Sebelumnya Anies juga menyambut baik kedatangan para dubes Arab dan investor Arab di Jakarta. Anies berpesan kepada para dubes itu, bila mau investasi, maka tenaga kerja harus dari Indonesia. Sebuah sindiran keras kepada Luhut dan Jokowi yang kurang peduli terhadap nasib tenaga kerja pribumi. Maka, sebutan Gubernur Indonesia untuk Anies yang diucapkan pertama kali oleh Maruarar Sirait kini bergema keras di medsos.

Anies nampaknya mengikuti jejak kakeknya, AR Baswedan yang berperan besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1934, AR Baswedan memelopori terbentuknya Persatuan Arab Indonesia. Pada 1 Agustus 1934, surat kabar golongan Peranakan Tiongha, Mata Hari, memuat foto yang menggemparkan. Seorang pemuda keturunan Arab mengenakan beskap dan blangkon. Pemuda itu berseru kepada kaumnya agar bersatu membantu perjuangan bangsa Indonesia. “Dimana seseorang dilahirkan, di situlah tanah airnya,” kata Baswedan.

000

Pendaftaran calon presiden kini tinggal sekitar empat bulan lagi (Agustus 2018). Tentu, akan banyak terjadi peristiwa-peristiwa politik yang mengejutkan menjelang Pemilu 2019. Bulan April 2018 ini, GNPF Ulama dan Persaudaraan 212 akan mengadakan Pertemuan Ulama dan Tokoh Umat Nasional di Jakarta untuk menentukan capres pilihan umat. Beberapa ormas Islam dan kelompok-kelompok aktivis politik Islam, mulai menjaring tokoh-tokoh umat penantang Jokowi. Mardani Ali Sera, tokoh PKS, bersuara lantang membuat meme viral ‘Asal Bukan Jokowi’.

Kemana akhirnya umat akan berlabuh? Yang jelas dari pihak Jokowi, lebih memilih lawan Prabowo dibanding Anies. Prabowo kelemahannya sudah terbaca 2014 lalu, sedang Anies belum. Prabowo adalah bintang redup, Anies ‘the raising star’. Semoga 08 menyadari. Wallahu azizun hakim. II

Izzadina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *