Aksi 212 (Aksi Bela Islam 2 Desember) ibarat ‘’merek’’, memiliki produk yang sangat berkualitas dan sukses di pasar. Berkualitas, karena Aksi 212 berhasil menciptakan positive memorable, berhasil menciptakan pengalaman yang berkesan. Dari aksi perdana tahun lalu, sudah ada sejumlah buku yang memuat testimoni peserta aksi yang merasakan sendiri pengalaman yang sangat berkesan.
Wartapilihan.com, Jakarta –-Aksi 212 juga berjalan tertib, aman, tidak menimbulkan kerusuhan, bersih dan sebagainya, yang memberi bobot sebagai gerakan massal yang berkualitas. Sehingga, orang akan sulit untuk mengulik cacatnya aksi kolosal ini. Bayangkan, di tengah aksi ratusan ribu hingga tiga jutaan massa, banyak kelompok aparat keamanan yang berleha-leha sampai tidur di tempat berjaganya.
Selain sebagai produk yang berkualitas, Aksi 212 juga sarat dengan engagement. Betapa kita lihat bagaimana keterlibatan peserta terhadap aksi. Mereka bergerak dengan inisiatif sendiri, mendanai sendiri, mengajak orang lain dengan tulus, dan mengomunikasikan sendiri keterlibatannya melalui kanal-kanal media yang dimilikinya. Seakan semua orang berlomba menjadi endoser produk ini.
Di jaman now, merek yang bisa menciptakan positive memorable dan engagement dengan customernya akan memilki daya tarik yang kuat. Dua hal ini juga yang dapat menciptakan loyalitas konsumen yang tinggi dan langgeng.
Mereka yang tidak suka dengan Aksi 212 akan sulit menciptakan aksi tandingannya. Terbukti, mereka gagal mengadakan aksi yang menyamai Aksi 212, baik dalam kualitas maupun kesannya.
Gagal menemukan kelemahan dan gagal membuat aksi tandingan, penentang merek Aksi 212 saat ini coba melakukan strategi pelemahan image. Misalnya membenturkan Aksi 212 dengan Maulid Nabi SAW. Namun upaya ini jadi tampak konyol, karena momentum Aksi 212 tahun ini justru bertepatan dengan Peringatan Maulid Kubro (Hari Jum’at). Dalam aksi juga dilakukan ritual maulidan seperti pembacaan shalawat.
Meski ‘’serangan lawan’’ lemah, para penggerak Aksi 212 harus mempertahankan kekuatan mereknya. Sebagai aksi yang memiliki peran strategis dalam mempersatukan umat Islam saat ini, Aksi 212 harus dijaga image merek-nya agar tetap on the top. Jika tak terjaga, merek ini bakal melemah dalam perjalanan waktu.
Upaya penjagaan yang bisa dilakukan adalah: (1) Jaga image kualitas aksinya; (2) lakukan inovasi yang menarik dan berkelanjutan; dan (3) jaga juga engagement yang sudah tinggi.
Demikianlah, perusahaan-perusahaan yang memilik brand kuat dan diminati banyak konsumen, karena memiliki produk yang berkualitas, melakukan inovasi, dan memiliki engagement yang kuat dengan konsumennya.
Sudah on the right track jika Aksi 212 memunculkan aksi derivatif seperti gerakan koperasi usaha mini swalayan atau Mart 212. Juga melahirkan Gerakan Indonesia Shalat Subuh (GISS). Pada saat yang sama harus dijaga, jangan sampai aksi turunan ini jadi blunder karena menciderai image Aksi 212. Misalnya, kebangkrutan Mart 212 akibat mismanajemen atau konflik pengelolanya.
Engagement yang kuat akan bermuara ke terbentuknya ‘loyal customer’ (pelanggan setia), dan merk bisa menjaga kesetiaan ini dengan berbagai ‘bounding’ (faktor pengikat). Bisa dalam bentuk kesamaan identitas (atribut, pakaian, logo, dsb), seperti pada penggila salah satu merek Motor Gede, bisa dalam bentuk tokoh idola seperti pada dunia hiburan, atau aktifitas-aktifitas yang melibatkan atribut & tokoh idola seperti konser musik/pertandingan sepakbola.
Tapi, Bounding terkuat Aksi 212 adalah kesamaan idiologis, kesamaan pemikiran. Pada level ini, walaupun acaranya “tidak seru” atau tanpa ‘excitement’ baru, atau tanpa inovasipun, sepertinya tetap akan ‘’digilai’’. Benar, tidak bisa sampai menyamai level ibadah ke Tanah Suci, tapi setidaknya memiliki spirit yang sama. Ibadah haji atau umroh, ritualnya ya ‘’begitu-begitu’’ saja. Tapi, ibadah ini tetap menjadi impian setiap muslim, dan kemudian menjadi ‘’candu’’ bagi ‘’alumni’’-nya. Mungkinkah Aksi 212 sudah bisa disebut sebagai Spiritual Brand? Wallahu a’lam.
Anzali Adi Nekang Nur
Peneliti Marketing