Para pembenci Habib Rizieq, makin mendapatkan peluru dengan pembatalan kepulangan Habib 21 Februari 2018 lalu. Mereka menyatakan bahwa Habib takut dan tidak berani menghadapi kasus hukumnya, seperti Ahok.
Wartapilihan.com, Jakarta – “Bang Thoyib gak pulang2 tapi gak PHP… Lah yang ini…” kata pengamat politik Yunarto Wijaya. “Rizieq akan kembali ke Indonesia jika Gubernur DKI Anies Baswedan yang menjemputnya di Mekkah,” kata mantan pendukung Prabowo Faizal Assegaf. “Habib Rizieq dan FPI punya jejak panjang dalam carut perpolitikan mengatanasmakan Islam,” retweet Prof Nadirsyah Hosen. “Habib tidak siap dipenjara…Hadapi saja hukum seperti Pak Ahok dan lain-lain,” kata Jack Lapian, Sekjen Cyber Indonesia. Dan aktivis liberal Guntur dalam twitter seringkali melecehkan Habib dan menyatakan bahwa Habib melarikan diri dari kasus hukum dan pengecut.
Pernyataan-pernyataan seperti ini dibantah oleh pendukung berat Habib Rizieq, Eggi Sudjana. Eggi menyatakan bahwa Habib sudah dua kali di penjara, ia tidak takut untuk dipenjara. Menurut mantan Ketua Tim Penyambutan Kepulangan Habib ini, Habib belum pulang karena khawatir ada kerusuhan dan pertumpahan darah.
Eggi kepada media TVOne (21/2) juga menjelaskan bahwa panitia yang dibentuknya untuk persiapan Habib pulang 21 Februari kemarin adalah serius. Panitia penyambutan itu menurut Eggi dibentuk setelah adanya rapat Persaudaraan 212 di Puncak Bogor 25-26 Januari 2018 lalu, yang menunjuk dirinya sebagai ketua. Menurut Eggi, Persaudaraan 212 yang diketuai oleh Slamet Maarif adalah organisasi yang mendapat persetujuan dari Habib. Organisasi ini Ketua Dewan Penasihatnya adalah Prof Amien Rais dan Eggi Sudjana sebagai anggota penasihatnya.
Menurut mantan aktivis HMI ini, Persaudaraan Alumni 212 memang menginginkan Habib untuk segera pulang pada 21 Februari lalu. “Jadi bukan hoax,” terangnya. Ia menyatakan bahwa sebenarnya Habib sudah sampai di Bandara (Jeddah, Arab Saudi) dan kemudian akhirnya shalat istikharah, kemudian membatalkan untuk pulang. Eggi juga membenarkan adanya ‘tiket booking pesawat’ kepulangan Habib pada 21 Februari lalu, dan meralat pernyataannnya sebelumnya yang menyatakan bahwa tiket kepulangan Habib yang beredar di media sosial itu adalah hoax.
Bila Eggi dan kawan-kawannya di Persaudaraan Alumni 212 menginginkan Habib untuk segera pulang, maka lain dengan Kapitra Ampera cs. Mereka menginginkan agar Habib lebih lama di Arab Saudi, tidak segera pulang. Kapitra beralasan khawatir adanya kerusuhan, kondisi rawan dan lain-lain bila Habib segera pulang.
Habib sendiri terlihat bimbang dengan adanya pendapat sahabat-sahabatnya yang berlawanan ini. Imam Besar FPI ini hanya menyatakan bahwa ia menghormati sahabat-sahabatnya, dan dua-duanya baik yang mengharapkan ia segera pulang dan mengharapkan ia lama di Arab, adalah orang-orang yang sayang kepadanya.
Sebagai pemimpin, Habib harusnya segera mengambil keputusan. Pendapat Persaudaraan Alumni 212 yang didalamnya ada pakar politik Amien Rais mestinya yang dijadikan acuan. Makin lama, Habib di Arab Saudi maka musuh-musuh Habib makin bersorak dan mereka terus menggemakan Habib penakut, pengecut dan lain-lain, meski kenyataannya tidak seperti itu.
Pendapat Amien Rais yang menyatakan bahwa kasus Habib hanya seperseribu Alexis layak diperhatikan. Kasus ‘chat porno’ Habib yang menurut polisi buktinya kuat –seorang pemimpin redaksi media online meyakinkan kepada penulis bahwa chat itu benar-, semestinya tidak bisa menjerat Habib. Sebab bila itu benar, maka itu bukan zina. Hanya kurang pantas dilakukan oleh sekelas Habib. Tapi, katakanlah itu benar –meski Habib sebenarnya telah menyangkalnya- maka kesalahan yang dilakukan Habib itu hanya seberat kuku, dibandingkan dengan amal perjuangan besarnya menegakkan Islam di negeri ini. Imam Besar FPI ini berperan besar mendidik ratusan atau ribuan anak-anak muda yang tadinya preman menjadi shalih. Habib juga mempunyai sumbangan besar pemikiran dalam perjuangan politik Islam di negeri ini. Selain tentu saja, organisasi FPI yang dibinanya mempunyai peran penting dalam memimpin nahi mungkar di negeri ini.
Dan seperti dikatakan Eggie Habib tidak layak diproses hukum. Kalau Habib diproses hukum, karena kasus chat dan kasus ‘tidak mutu lainnya’, maka Megawati dan Victor Laiskodat juga sangat layak diproses di depan palu godam pengadilan. Karena, kelas Habib bukan kelas Jonru atau Asma Dewi, yang dimana polisi bisa ‘sewenang-wenang’ memproses hukum. Kelas Habib adalah kelas Megawati dan kelasnya di atas Victor. Bila tidak, maka umat Islam akan marah dan dapat terjadi sesuatu yang besar di negeri ini. Maka bila ‘dua orang yang terpandang’itu tidak diproses hukum, maka Habib juga tidak layak diproses hukumnya. Eggi menambahkan Bupati Banyuwangi yang foto-fotonya tidak pantas saja tidak diproses hukum, mengapa Habib harus diproses.
Memang begitulah kondisi hukum yang ‘rusak’ di negeri kita sekarang ini. Orang-orang terpandang –meski sudah dilaporkan ke polisi- tidak diproses hukumnya. Tapi aktivis-aktivis Islam –Jonru, Buni Yani, Asma Dewi, Alfian Tanjung dll- segera diproses hukum.
Kondisi seperti inilah yang menyebabkan bangsa ini miskin dan tidak menjadi negara maju. Hal seperti ini mirip pernah terjadi pada masa Rasulullah. Suatu ketika ada wanita bangsawan yang mencuri. Beberapa kalangan, kemudian mengusulkan untuk membicarakannya kepada Usamah seorang sahabat dekat Rasul. Melalui Usamah mereka berharap Rasulullah memberi ampunan kepada wanita itu.
Ketika Usamah menyampaikan hal itu, Rasulullah memarahinya, “Apakah engkau hendak membela seseorang agar terbebas dari hukum yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT?” Setelah itu Rasul menyatakan, “Wahai manusia sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kamu adalah, apabila seorang bangsawan mencuri, mereka biarkan. Akan tetapi apabila seorang yang lemah mencuri, mereka jalankan hukuman kepadanya. Demi Dzat yang Muhammad berada dalam genggaman-Nya. Kalau seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya.”
Jadi lebih baik Habib mendengar nasihat dari Amien Rais, Eggi Sudjana dan PA 212 yang berpengalaman dalam politik Islam praktis di negeri ini, dari mendengar nasihat Kapitra dkk. Makin lama Habib di luar negeri, citra Habib makin buruk. Dan itu yang dikehendaki oleh kaum Islamofobia di negeri ini. Terutama mereka yang menginginkan politik Islam tidak mewarnai negeri ini.
Tenang Habib, bila Habib diproses hukum, maka umat Islam akan bergerak agar Megawati dan Victor diproses hukum.
“Mereka membuat rekayasa, Allah pun membuat rekayasa. Dan rekayasa Allah adalah yang terbaik,” pesan al Qur’an.
Banyak kalangan dari umat Islam di negeri ini yang membutuhkan pemikiran-pemikiran Habib, baik dalam bentuk bimbingan Islam maupun politik Islam di negeri ini. Wallahu azizun hakim. II
Izzadina